Little Buddy

Namun, aku dengan sangat halus ingin menolaknya. Sayangnya hal itu mungkin akan membuatnya sedih, melihat bagaimana sikapnya yang periang, mungkin hal itu bisa saja terjadi.

"Anu—"

"Ayo!" teriaknya dengan semangat.

Tiba-tiba saja bahuku ditepuk oleh kesatria perempuan itu, yang mana dari matanya yang melihatku ia mengisyaratkan sesuatu seperti "Menyerahlah, tuan putri kami memang keras kepala".

Ughh... benar-benar hari yang sial.

Setelah itu aku harus mengikuti tuan putri kecil ini ke berbagai toko pakaian. Ia dengan semangatnya memilah-milah pakaian yang tampaknya cocok dengan penampilanku.

"Sebelumnya bisakah aku mengetahui namamu, Kak?"

"Aku?"

Ia pun mengangguk mantap.

"Cukup panggil saja aku Raven"

"Wahh. Nama Kakak bagus, ya! Oh... maaf, sebelumnya perkenalkan aku adalah Eli dan ini adalah pengawalku Liezel," sahutnya dengan senyum mengembang.

"Kau adalah laki-laki beruntung karena mendapatkan perhatian tuan putri kecil kami, Raven. Hahahaha," timpal Liezel dengan tawa mengejek.

Sepertinya mau bagaimanapun aku menolak, tampaknya itu adalah pilihan yang mustahil. Namun, setelah aku perhatikan baik-baik penampilan mereka, kedua orang ini memiliki gaya yang bagus.

Eli memakai gaun putih yang dirangkap oleh jaketku. Ia juga menggunakan sepatu kaca dengan kaus kaki hingga selutut. Rambutnya panjang cokelat sebahu di mana kedua matanya memancarkan aura penuh kegembiraan.

Bagi gadis kecil seumurnya, ia mungkin dapat aku kategorikan sebagai anak periang yang tidak pernah mendengarkan seseorang ketika berbicara dengannya. Sedangkan untuk Liezel—ya, kesatria perempuan yang tadi mengejekku memiliki aura dewasa dari balik senyum misteriusnya itu.

Ia memiliki perawakan seperti perempuan yang mirip dengan penampilan para perempuan di duniaku pada usia 20 tahun. Dengan rambut panjang hingga sepinggang dan dua buah anting terlihat pada telinganya, mata tajamnya memiliki ketajaman seperti seekor pemburu, dengan garis bibirnya yang tipis membuatnya terlihat sangat anggung.

Yah... aku harus mengakuinya kalau ia memang cukup cantik. Namun, kalah telak dengan kecantikan yang dimiliki oleh Iris.

"Lalu bagaimana dengan yang ini? Apakah Kakak menyukainya?" tanya Eli.

"Berbicara tentang pakaian, bisakah kita mempertimbangkan masalah privasi?"

"Tenang saja. Kejantananmu akan aku jaga selama tuan putri kecil kami menginginkannya. Hahaha!"

"Kejantanan? Apa itu?"

"Suatu saat nanti kau akan mengetahuinya. Dilihat memang seorang kesatria, tapi perkataannya dengan mudah bisa menodai putri yang dijaganya. Kau ini pengawalnya, 'kan?" tanyaku sinis.

"Aha-ahaha. Maaf tadi itu kelepasan," jawabnya sambil membungkuk seperti meminta maaf.

Aku pun membuang napas, setelah itu mengambil pakaian yang Eli sarankan. Setidaknya di sini ada tempat untuk berganti pakaian. Beberapa saat kemudian aku pun keluar dengan perlengkapan yang pas dan terlihat lebih baik dari sebelumnya.

"Wah!!! Kakak terlihat keren dengan pakaian itu!"

"Jangan terlalu berlebihan, Eli. Yah... setidaknya ini lebih baik"

"Aku akan membeli yang ini!" tukasnya lalu pergi menuju meja kasir di depan sana.

"T-tunggu—"

Lagi-lagi sang kesatria pengawal putri kecil itu memegang bahuku sambil menggelengkan kepala.

"—Hahh! Yang benar saja aku membiarkan seorang gadis kecil membelikanku pakaian?" tanyaku sambil menghela napas.

Tidak lama kemudian Eli kembali datang dengan senyum lebarnya. Entah mengapa aku juga bisa melihat bunga-bunga bermekaran di sekitarnya. Mungkinkah aku sedang berhalusinasi?

"Anggaplah sebagai ucapan terima kasih kami karena telah menyelamatkan tuan putri, Raven," tutur Liezel sambil memberikan jempol kanannya.

"T-terima kasih"

"Ya! Jangan terlalu gugup seperti itu, hehehehe"

"Setelah ini apa yang akan kau lakukan?"

"Mencari pekerjaan?"

"Ahh! Bagaimana kalau menjadi salah satu pengawalku saja, Kak!"

"Ya, itu terdengar tidak buruk—tunggu, tuang putri! Anda seharusnya tidak mengatakan itu kepada orang yang baru Anda kenal," ucap Liezel panik.

"Tapi, Kak Raven bisa mengalahkan makhluk jelek itu dengan mudah," sahut Eli dengan tatapan memelas.

Sebenarnya aku ingin sekali memotong perkataannya. Jika seperti ini terus, maka aku tidak bisa tenang memilih sesuatu yang aku inginkan.

"Waktu itu aku hanya kebetulan dan tidak mungkin hal seperti itu terjadi dua kali, Eli"

"Ya! Itu benar. Apa yang dikatakan Raven ada benarnya, tuan putri"

"Uuuuu... apakah kau tidak ingin menjadi pengawalku, Raven?"

"Ahahaha. Bukannya tidak mau, tapi masih ada yang lebih cocok dan pantas dariku di luar sana," tuturku lalu mengelus kepalanya.

Untuk beberapa saat Eli terdiam hingga akhirnya mendongak menatapku dengan tatapan seperti seseorang yang telah memutuskan sesuatu yang berat.

"Baiklah. Kalau begitu, terima kasih untuk yang sebelumnya. Aku harap Kakak mau main ke rumahku kapan-kapan, nanti tinggal bilang saja teman Eli. Pasti semua penjaga tahu tentangku, hehehe"

"Seperti yang tuan putri kami katakan. Sekali lagi terima kasih karena telah menyelamatkannya, Raven. Ambil ini sebagai tambahan, mungkin kau akan membutuhkannya suatu saat," ucapnya lalu memberiku dua buah keping koin emas.

"Apakah ini tidak terlalu berlebihan?"

"Tentu saja tidak jika menyangkut kehidupan seseorang dan ini adalah kediaman tuan putri kami. Kuharap kau tidak melupakannya, karena jarang sekali tuan putri kami bersikap seperti itu pada orang yang baru dikenalnya."

Aku pun mengangguk pelan. Mereka pamit, di mana Eli melambaikan tangannya, dan mengingatkanku untuk berkunjung main ke kediamannya. Sedangkan Liezel seperti biasa menepuk pundakku lalu pergi ke samping Eli yang sedang berlari meninggalkannya.

Benar-benar orang yang menarik. Aku juga penasaran tentang Eli yang selalu disebut tuan putri oleh Liezer, apakah gadis kecil itu seorang bangsawan atau anggota kerajaan?

Setelah itu aku kembali mencoba mengingat beberapa informasi yang sudah aku dapatkan dan menulisnya pada buku catatan kecilku yang kusimpan pada tas kecil di bagian samping kiri pahaku.

Dunia ini bernama Vestarya yang terdiri dari tiga dimensi atau dunia—pertama adalah Fanarya tempat para makhluk langit, kedua adalah Vytair tempat para Aruna dan makhluk lainnya, dan yang terakhir adalah Ruinsheim tempat para makhluk kegelapan.

Selain itu juga terdapat perang antara Bangsa Devaria dan Aruna yang telah terjadi sekitar ratusan lalu hingga saat ini.

"Setidaknya itulah yang aku ingat. Semuanya telah kucatat, saat ini aku memerlukan senjata untuk bertahan hidup. Mengingat dunia ini memiliki monster yang berkeliaran."

Sepertinya aku masih ingat di mana letak toko senjata itu. Jika tidak salah aku melihatnya di dekat gerobak sayuran depan toko minuman yang berada di sebelah selatan kota ini, maka yang perlu aku lakukan adalah mengambil jalan di sebelah kanan lalu menyeberang jembatan untuk memotong jalan.

Seperti yang diharapkan dari otakku. Ingatannya masih cukup kental dan jelas.

Kemudian aku pun segera pergi ke sana mengingat jaraknya tidak terlalu jauh. Aku yakin tidak lama hingga aku tiba di sana dengan keadaan terengah-engah karena kelelahan dan juga ketertarikan.

Beberapa saat setelah aku berlari cepat menuju toko senjata itu, secara tidak sengaja aku melihat beberapa orang sedang mengerumuni sebuah papan. Lalu perkataan pemilik penginapan itu kembali muncul di dalam benakku.

"Kalau tidak salah—"

—Mereka bangun lebih pagi dari biasanya. Sepertinya ada sesuatu, mungkin sesuatu yang menarik sehingga mereka bangun sepagi ini.

Aku pun menepuk jidat sambil menyumpah serapah mereka. Tadi malam mereka membuat keributan dan sekarang mereka menyikat habis semua makanan tanpa pandang dulu.

"Sialnya mengapa aku harus mendapatkan penginapan ini...," gumamku sambil menghela napas.