Uninviting Guest

Kami pun berjalan pergi ke luar gerbang, meninggalkan kota yang selama ini menjadi rumah sementara kami. Melihat ke belakang, aku merasa berat untuk meninggalkan kota ini apalagi karena atmosfernya yang nyaman, dan juga orang-orangnya yang ramah.

Beberapa hal remeh seperti itu adalah sesuatu yang sangat jarang sekali bisa ditemukan, apalagi di dunia asing seperti ini.

Belum lama kami pergi meninggalkan kota, tiba-tiba saja ada sesuatu yang terbang, dan langsung menempel tepat di wajahku.

"M-Master!!! Aku sudah lama mencarimu!!"

"Huh?"

Sontak aku pun cukup tercekat dengan situasi yang barus saja aku dapatkan. Apakah aku ini seseorang yang memiliki derajat tinggi hingga sesuatu berbulu dan menggeletik ini mencariku?

"Arghh! Mengapa kau tiba-tiba menempel pada kepalaku?! Tunggu—"

Aku pun memerhatikan benda apa yang sedang aku pegang saat ini.

"—Macan, bukan. Singa, bukan. Apakah kau ini sejenis umbi-umbian?" tanyaku, dan aku bisa mendengar Val tertawa kecil di sampingku.

Jika dilihat secara sekilas mungkin fisiknya menyerupai seekor kucing. Namun, anehnya bertanduk seperti rusa, dan memiliki sepasang sayap kecil di punggungnya. Selain itu warna bulunya putih seperti angsa.

Bagaimana aku tidak bingung dengan jenis makhluk yang satu ini. Tiba-tiba memanggilku master dan main namplok begitu saja.

Namun, satu hal yang pasti adalah... aku bisa mencium bau darah di sekujur tubuhnya.

"Huuuu!! Akhirnya aku bisa membuktikan perkataanku. Alfera dan Mira adalah pembohong! Mana mungkin Master mati!—"

Lalu Val yang sedari tadi diam dan tersenyum ramah langsung merebutnya. Memegangnya seperti anak kucing yang tersesat, tapi matanya tidak menunjukkan indikasi belas kasih—penuh rasa jijik.

"Mengapa makhluk sok suci sepertimu berani-beraninya menempel di kepala, Raven?" tanyanya dengan nada dingin.

Aku tidak tahu, tapi entah mengapa rasanya bulu kudukku merinding. Bukan karena suhu yang dingin atau perasaan terkejut ketika mengetahui hal yang luar biasa. Ini lebih terasa seluruh tubuhku sedang dalam kondisi waspada.

"Grrrrr!!! Lepaskan aku dasar makhluk hina! Kau tak pantas memperlakukanku seperti ini"

"Ooo! Tentu saja bisa. Karena kau telah berani menodai wajahnya, sudah tugasku sebagai pelayannya memberimu pelajaran."

Mereka berdua terlihat begitu akrab... ya, akrab dalam tanda kutip. Namun, ketika mereka seperti ingin berkelahi layaknya anak kecil. Tiba-tiba saja sesuatu muncul di hadapan kami dengan suara hantaman yang sangat keras seperti sesuatu yang jatuh dari langit.

BHAMSSS!!!!

Makhluk yang baru saja muncul di hadapan kami kurang lebih menyerupai seperti Naga darat. Aku pernah mendengarnya dari Val. Meskipun belum pernah melihatnya secara langsung, setidaknya aku yakin makhluk di depan kami itu adalah apa yang disebut sebagai Naga darat.

Selain kulitnya yang bersisik hijau zamrud. Matanya pun tajam seperti predator lapar dengan beberapa suara auman yang menggema menggetarkan hamparan salju beberapa kali.

"Mengapa nasibku begini?" gumamku sambil menghela napas. "Mohon bantuannya, Val."

Ia pun hanya mengangguk lalu melepaskan kucing bersayap seperti seseorang yang sedang membuang sampah. Aku tidak tahu dendam seperti apa yang ia miliki terhadap makhluk putih ini. Namun, mengapa ia harus memperlakukannya seperti itu?

Val pun langsung meluncur cepat di atas hamparan salju. Begitu ringannya, aku sama sekali tidak mendengar suara pijakan, dan begitu mataku berkedip ia telah berada tepat di hadapan sang Naga.

Aku tahu ini adalah sebuah kenyataan. Namun, menampar seekor makhluk sebesar itu dengan mudahnya hingga menghempaskan tubuhnya beberapa puluh meter adalah sesuatu yang luar biasa.

"Tenang saja, Raven. Aku akan menyelesaikannya dengan cepat," ucapnya lembut.

Wahhh... syukurlah ia bukan musuhku. Aku tidak bisa membayangkannya, mendapatkan tamparan sekeras itu mungkin bisa menghancurkan tubuhku berkeping-keping.

Ia pun menunjuk sang naga darat yang berusaha bangkit. Beberapa bola merah kecil berkumpul di ujung telunjuknya.

Begitu ia menyentilnya, semua bola kecil itu meledak menciptakan sebuah plasma merah hitam yang besar.

Semua benda yang dilalui oleh serangan plasma itu langsung meleleh seketika.

Ketika sang Naga darat berusaha melepaskan sebuah bola cahaya dari mulutnya. Namun, plasma milik Val terlebih dahulu melelehkan tubuhnya menjadi gumpalan daging merah berasap.

Aku pun merendahkan tubuhku dan mengangkat makhluk putih kecil yang mengaku-ngaku sebagai pelayanku.

"Untung kau tidak dilelehkan olehnya, kawan kecil."

Begitu aku kembali bangkit, Val dengan riangnya berjalan sambil berjinjit-jinjit.

"Ahh~ akhirnya aku bisa melepaskan rasa jenuh itu"

"Kau tidak sengaja menggunakan kekuatan itu, 'kan?"

"Apa maksudmu, Raven?"

"Huhhh. Maksudku adalah... bisakah kau menggunakan kekuatanmu sedikit saja. Setidaknya masuk dalam kategori ramah lingkungan"

"Tapi, itu hanya secuil dari kekuatanku," balasnya sambil menempelkan jari telunjuk ke bibir.

"Huh?! Maksudmu itu adalah kekuatanmu paling kecil?"

"Umm~"

Kekuatan yang melelehkan sang naga darat, membakar habis hutan di depan sana, bahkan jalan yang seharusnya kami lalui menjadi daratan penuh magma yang melepuh. Bagaimana aku harus menyebut ini sebagai ramah lingkungan?

Tidak, tidak... maksudku adalah kekuatan ini hanya sebagian kecil dari akumulasi kekuatan yang ada pada tubuhnya. Bagaimana jika seandainya kekuatan itu lepas kendali di bagian dunia ini?

"Lalu tentang makhluk menjijikkan ini apakah aku harus melumatkannya menjadi arang atau kau lebih suka menjadikannya sebagai pupuk tanaman?"

"Apakah itu terlalu berlebihan? Bagaimana jika kita mendengarkannya dulu?"

"Baiklah."

Setelah itu kami mencari tempat yang cukup baik untuk mendengarkan penjelasan makhluk kecil ini.

"Jadi?"

Namun, ia masih terlihat kedinginan dengan tubuh yang menggigil. Selain itu aku juga mencium bau darah dari tubuhnya. Mungkin saja naga darat itulah yang menyerangnya hingga seperti ini, tapi aku tidak tahu seperti apa jelasnya.

"Bisakah kau menyembuhkannya?"

"Makhluk hina ini? Apa kau yakin, Raven?"

"Yah... setidaknya hingga pada batas ia bisa berbicara kembali. Lagi pula mengapa kau harus menyebutnya seperti itu?"

"Itu karena sifat natural kami. Makhluk hina yang menempel pada wajahmu ini adalah golongan kasta cahaya, sedangkan diriku adalah kasta kegelapan. Bukankah aneh jika kami terlihat akur satu sama lain?"

Aku pun menghela napas.

"Huhh. Ini akan lebih mudah jika kau bisa melakukannya, setelah itu kita dengarkan penjelasannya. Apa kau keberatan dengan ini?"

"T-tapi... "

"Sederhananya... kau bisa atau tidak melakukannya? Kalau masih keberatan, aku bisa memberinya sebotol ramuan penyembuh"

"Baiklah! Aku akan melakukannya. Bersyukurlah karena Masterku—"

"Val... "

"Maksudku, Raven membiarkanmu hidup lebih lama."

Setelah itu ia pun menyembuhkannya. Namun, melihat sisi barunya yang seperti ini membuatku yakin bahwa meskipun ia adalah mantan seorang penguasa, jauh di dalam hatinya ia masihlah seorang perempuan biasa.

"Bhuhkss!—"

"Ohh. Tampaknya kau telah sadar—"

"Master!—Guhee!"

"Berhentilah memanggilnya Master, makhluk hina," ucap Val dingin sambil mengacungkan sebuah pedang aura merah tepat ke tenggorokannya. Bahkan aku bisa melihat aura permusuhan yang keluar dari dalam tubuhnya.

Huhh... mungkin ini akan memakan waktu sebelum aku bisa mengetahui kenapa makhluk kecil yang menyerupai kucing bertanduk ini memanggilku Master.

"Grrrrr!! Bisakah kau menyingkirkan pedang aneh ini dari tenggorokanku?!"

"Itu tergantung sikapmu"

"Sudah, sudah. Kau tidak harus seketat itu padanya, Val"

"Anggaplah itu sebagai belas kasihan."

Setelah itu Val melenyapkan pedang auranya dan makhluk kecil ini terlihat seperti seekor kucing yang baru melihat induknya kembali. Matanya berkaca-kaca dan mulutnya juga gemetar.

"A-aku sudah lama mencarimu... Master!"