Hari telah berlalu dan kami memutuskan untuk beristirahat di kota terdekat setelah pengalamanku terbang bersama Luk.
Entah perasaanku saja atau memang kota ini terlihat sangat sunyi dibandingkan dengan kota sebelumnya. Sebenarnya tidak ada yang aneh pada awalnya, hanya saja firasatku terus memperingatiku berulang kali tentang kota ini.
Untuk beberapa saat memang tidak ada yang aneh dengan kota ini, hingga seorang anak kecil berpakaian lusuh berlari dengan pakaian compang-camping. Ia juga membawa sekeranjang roti dalam pelukannya.
Lalu kami semua sepakat untuk mengikutinya secara diam-diam dengan kemampuan milik Val.
Berlari menuju sebuah gang lurus yang panjang. Kepalanya menoleh ke kiri dan kanan seakan sedang memeriksa sesuatu. Lalu tiba-tiba saja ia pun berhenti dan berbalik ke belakang.
Pada awalnya aku kira ia menyadari kehadiran kami. Namun, Val memberitahuku bahwa semuanya baik-baik saja karena kemampuannya ini membuat kami tidak terlihat dengan catatan tidak terkena sinar matahari langsung.
Untungnya saat ini malam hari dan mengingat kondisi itu hanya terjadi pada pagi hingga siang hari. Aku yakin kami bertiga akan baik-baik saja.
Tidak lama setelah anak kecil itu kembali pergi berlari menuju ujung gang ini dan menghilang dalam heningnya atmosfer kota. Namun, berkat kemampuan pendeteksi milik Luk. Kami berhasil menemukannya.
Ternyata ia pergi ke sebuah tempat yang menyerupai kastil melalui jalan rahasia. Setelah itu ia berlari melewati jembatan batu dan masuk ke dalamnya sambil berteriak memanggil sesuatu sebanyak empat kali.
Pintu pun terbuka dan memperlihatkan sebuah pemandangan layaknya tampilan di toko permen. Dinding cokelat muda seperti batang pohon pada musim gugur, tempelan permen bundar dan gantung menggantung di langit-langit, pencahayaan yang temaram membuatnya seperti pesta hallowen.
Aku jadi heran, ini sebenarnya kastil atau toko permen dengan gaya bangunan kastil?
Setelah itu ia pergi menuju meja kasir yang berada di pojok kanan dari arah kami berdiri. Lalu mengetuk mesinnya beberapa kali dan sebuah suara terdengar mengetuk balik dari dalamnya.
Ia pun segera beranjak menuju pojok kiri, di mana terdapat sebuah kotak kayu yang bergerak, dan terbuka memperlihatkan sebuah jalan rahasia.
"Wahh. Aku baru tahu ada hal yang seperti ini," gumam Luk riang.
Saat ini makhluk berbulu besar yang sebelumnya membawaku terbang di punggungnya saat itu kini berada di atas kepalaku. Peran kami saat ini terbalik dan untungnya ukuran tubuhnya pun mengecil.
Ia berjalan dengan sepasang lampion yang menyala dalam gelapnya sebuah gorong-gorong tangga menurun. Jalan yang berputar mengelilingi tidak dapat kuingat sudah berapa anak tangga yang telah kami lewati. Beberapa menit kami mengikutinya akhirnya ia sampai pada sebuah dinding bebatuan kotak yang tinggi.
Kemudian ia meletakan keranjang berisi makannya, lampion di pindahkan ke tangan kiri lalu tangan kanannya memukul sebuah batu persegi yang berada di samping kanannya.
Suara gemuruh pun terdengar dan tempat di sekitarnya bergetar cukup berat hingga batu-batu bata yang ada di depannya terbuka satu-persatu. Kemudian ia kembali mengambil keranjang roti dan meneruskan langkah kakinya memasuki tempat itu.
Setelah beberapa saat kami mengikutinya dari belakang, tidak jauh di depan sana aku bisa melihat cahaya yang cukup terang.
Bukankah ini di dalam Kastil?
Tempat ini begitu tua. Aku juga bisa melihat sarang laba-laba di langit-langit dan di sekitar lukisan-lukisan usang.
Beberapa di antaranya bahkan berupa patung-patung rusak.
Terdapat meja bundar yang saling berjejer dan dipenuhi oleh lilin menyala. Lampu gantung bergoyang pelan dan suara derik dinding kayu di samping kami seakan mencoba untuk mengusir kami.
Tidak lama setelah itu kembali terdengar sebuah suara bising yang amat keras. Seperti suara derek katrol yang rusak. Berderik dan menggema di dalam tempat ini, hingga anak kecil itu pergi ke seberang sana.
Ternyata sebuah kenyataan keras menghantam nalarku. Begitu kami ikut ke sana, siapa yang akan menyangka kondisi kota hening di atas sana ternyata berasal dari sini. Aku bisa melihat banyak sekali orang-orang yang tinggal di tempat ini.
Bisa aku deskripsikan seperti taman luas sepanjang mata memandang. Lengkap dengan pancuran air dengan beberapa ikan berenang di dalamnya. Rerumputan pun terlihat hidup.
Mata air mengalir dari atas kaca di langit-langit. Sebuah gambar seperti malaikat dan juga seorang kesatria terpampang pada kaca warna-warni di dekat patung seorang raja. Di sebelah kiri maupun kanannya terdapat obor yang menerangi taman ini.
Pencahayaan yang sungguh memprihatinkan sekali, suasana yang mengiris hati kecil. Mungkin semua penduduk kota di atas berada di sini, mereka juga hanya memakai pakaian lusuh, dan tampak tidak layak untuk dipakai.
Selain pakaian yang terlihat lusuh dan tidak layak pakai. Aku juga bisa melihat beberapa orang yang sakit tergeletak di atas sebuah tumpukan rumput.
Apakah mereka menggunakan itu sebagai ranjang?
Anak kecil yang membawa sekeranjang makanan tadi masuk ke dalam sebuah tenda dengan kain yang sedikit kotor.
Kali ini aku mengikutinya masuk ke dalam dan mendapati sekumpulan orang-orang yang berada dalam kondisi kritis.
Tubuh mereka kurus sekali. Sudah berapa lama mereka tidak makan?
"Apa kau baik-baik saja, Raven?"
Val yang tiba-tiba saja menggenggam tangan kiriku benar-benar membuatku sedikit terenyak beberapa saat. Pasalnya ia seperti mengetahui isi hatiku.
"Mungkin...," jawabku dengan senyum kecut.
Di sudut dekat patung yang hancur, aku melihat beberapa pria sedang mendiskusikan sesuatu. Mereka mungkin sedang duduk dan menatap satu sama lain dengan tatapan putus asa, tetapi dari balik mata redup itu aku masih bisa merasakan keinginan untuk hidup.
Mungkin masalah di kota ini cukup rumit hingga membuat semua orang pindah ke sini. Ada beberapa pertanyaan yang muncul di dalam kepalaku. Seperti ada apa dengan kota ini? mengapa semua orang berada di sini? Dan bagaimana mereka bisa berakhir dengan kondisi seperti itu?
Pertanyaan-pertanyaan itu mengalir cepat. Entah sampai kapan aku bersembunyi dalam kemampuan milik Val dan terdiam mematung seakan tak berdaya melihat kondisi saat ini.
Mereka adalah orang yang belum aku kenal sama sekali, sungguh asing, dan tidak memiliki keterikatan apapun. Namun, hatiku merasa tergugah. Aku ingin mengulurkan tangan ini untuk mereka....
"Raven? Jika kau mau kita bisa menolong mereka," celetuk Luk.
"Apa kau yakin mereka akan menerimanya dengan begitu saja?"
"Dalam kondisi seperti ini memang akan sedikit sulit karena tingkat kecurigaan dan juga rasa takut mereka meningkat.
Namun, setidaknya ini sedikit lebih baik dari sebelumnya. Bantuan apapun yang ada, aku yakin mereka pasti membutuhkannya. Lihat... tubuh mereka saja sudah di ambang batas hanya perlu sedikit tekanan dan orang-orang ini akan mati"
"Ternyata kau bisa kejam juga"
"Inilah kenyataan dan aku pernah melihat sesuatu yang lebih buruk daripada ini," balasnya dengan nada rendah.
Apakah aku masih memiliki empati kepada orang lain seperti aku menolong Val? Ataukah ini hanya sekedar perasaan sementara yang mengganjal karena sebuah tanggung jawab belaka?
Mungkin terdengar aneh. Namun, tanggung jawab yang aku maksud adalah sebuah tanggung jawab sosial. Bentuk tanggung jawab universal yang dimiliki oleh semua orang.
Mulutku menyungging tipis, "Ikuti aku...."
Sebelum kuputuskan untuk menolong mereka, terlebih dahulu aku perlu memastikan keadaan sekitar. Aku tidak tahu apakah keadaan ini benar ataukah hanya sebatas kamuflase yang dibuat-buat.
Setelah beberapa saat aku mengelilingi tempat ini. Ada satu hal yang membuatku janggal. Jika saat ini telah terjadi perang antara Devaria dan Aruna, seharusnya keadaan kota ini telah hancur luluh lantah, tapi pada kenyataannya semua terlihat baik-baik saja.
Kedua adalah tempat ini sendiri. Bagaimana mereka bisa tiba di sini? Apakah tempat ini memang dikhususkan untuk tempat evakuasi? Ataukah tempat ini menyembunyikan sesuatu?
Aku tidak tahu dan karena itulah aku harus mengetahuinya sebelum mengambil langkah selanjutnya.
"Apa kau tahu tempat ini, Luk?"
"Jika tidak salah ingat. Kota kecil ini adalah Kota Elsidia yang berada di Dataran Mefiro, dekat dengan padang Rumput Claurdios. Apakah ada yang salah?"
Luk yang sebelumnya kuminta untuk mengawasi langit balik bertanya kepadaku. Namun, jika melihat tingkah laku Val yang senyap seperti tidak menanyakan sesuatu mungkin telah menangkap apa maksudku.
"Sepertinya kau telah menemukan sesuatu, eh?" tanyaku sambil tersenyum tipis.