Something Fishy

"Sepertinya kau telah menemukan sesuatu, eh?" tanyaku sambil tersenyum tipis.

Namun, Val hanya menggeleng pelan, "Belum sepenuhnya. Masih ada sesuatu yang menggangguku dari tadi"

"Kalau begitu kita istirahat dulu sebentar di sana."

Aku pun mengajak mereka berdua untuk duduk di sebuah pancuran air yang telah rusak. Setelah kami semua duduk, Luk adalah yang pertama kali menanyakan sesuatu kepadaku.

"Mengapa kita duduk di sini?"

"Itu karena kita bisa memperhatikan semuanya dari sini. Termasuk langit di atas sana... benar, kan, Val?"

"Ya," sahutnya singkat lalu tersenyum tipis.

"Hmm?"

"Apakah kau masih tidak menyadarinya, Luk?"

"Apa maksudmu... Raven?"

"Huhh. Mungkin seharusnya aku tidak bertanya padamu"

"E-ehh?"

"Mudahnya, saat ini kita sedang berada di dalam kotak pasir"

"Kotak... pasir?"

Setelah itu aku pun menjelaskannya secara detail kepada Luk. Bagaimana ia terlihat oleh seorang anak laki-laki. Baik keadaan dan gerak-geriknya yang terlihat mencurigakan.

Di antara orang-orang dengan kondisi seperti ini, penampilannya sangat mencolok, bahkan terbilang aneh. Bagaimana mungkin ia berpenampilan rapi dan bersih seakan tidak terjadi apa-apa, lalu bagaimana ia bisa setenang itu ketika berjalan di lorong sebelah kanan taman.

Ada hal yang aneh yang keluar darinya. Itu seperti sesuatu... ya, sesuatu yang sedang mengawasi kami bertiga. Bahkan dengan kemampuan Val, ia masih bisa memperhatikan kami dengan baik.

"Ohh, jadi seperti itu."

Luk pun mengangguk lalu kembali terbang menuju ke atas kepalaku.

"Apakah penjelasanku ini berhasil menjawab rasa penasaranmu itu, Val?"

"Bingo!" balas Val sambil tersenyum kecil.

"Aku tidak mengerti."

Ketika Val tertawa kecil melihat Luk yang kebingungan, aku hanya memikirkan kembali apa yang dibicarakan oleh orang-orang sebelumnya. Keadaan kota ini tampaknya lebih buruk daripada yang aku kira.

Selain itu siapa anak laki-laki yang memperhatikan Luk ketika terbang?

"Singkatnya... kondisi kota saat ini sedang dalam masa kritis. Di mana pasukan Devaria bersama sekumpulan Ortuos menyerang menggempur kota ini dari segala arah. Beberapa kesatria yang sedang bertugas kewalahan dan terpaksa mundur. Karena itulah sekarang semua orang berada di sini, mereka mau tidak mau harus menetap di tempat ini dalam waktu yang tidak menentu"

"Bagaimana kau bisa mengetahuinya?"

"Mengapa kau tidak menggunakan kedua telinga itu untuk mendengarkan percakapan orang di sekitarmu, Luk?"

"Ughh... Raven, itu menyakitkan," balasnya dengan wajah yang murung.

"Sedangkan tempat ini atau mungkin bisa kubilang kastil ini adalah peninggalan dari seorang raja yang dibiarkan kosong selama beratus-ratus tahun. Sayangnya tempat ini tidak pernah ada yang menempati karena titah sang raja tersebut, pada akhirnya berkat titah tersebut semua penduduk yakin, dan percaya bahwa suatu hari raja mereka akan datang kembali untuk menyelamatkan kota ini"

"Aneh, tapi ini sungguh nyata"

"Bagaimana pendapatmu, Val?"

"Hmm. Jika kita membicarakan Aruna, mungkin itu bisa saja terjadi. Karena keajaiban dan juga dongeng legenda adalah sesuatu yang selalu mereka harapkan"

"Hmm. Pertanyaanku adalah di mana pasukan itu berada? Saat kita berada di luar kota, aku sama sekali tidak melihat keberadaan mereka"

"Pertanyaan yang bagus, Luk"

"Walaupun mereka tidak terlihat, bukan berarti mereka tidak ada," timpal Val.

"Aku tahu itu, tapi tetap saja itu membuatku penasaran, dan lagi mengapa anak itu bisa melihatku?"

Aku pun langsung melirik Val dan mendapatinya sedang tersenyum tipis seakan-akan telah mengetahui hal itu.

"Lagi-lagi senyum itu. Memang tidak bisa diharapkan. Apa kalian tidak keberatan jika kita pergi berkeliling tempat ini lagi?"

"Aku akan mengikutimu ke manapun kau pergi, Raven"

"A-Aku juga sama!"

"Kalau begitu sudah diputuskan."

Ini akan menjadi semakin menarik.

Sebelum kami pergi memeriksa kastil ini untuk ke sekian kalinya. Kami juga sudah sepakat selama masalah ini belum selesai, baik aku, Luk, dan Val tidak akan mengganggu penduduk kota ini. Karena itulah kami berada dalam kemampuan Val.

Menjadi tak terlihat bukanlah hal yang mudah, apalagi harus sampai menghindari kontak fisik dengan orang-orang di sini.

Setelah itu Kami berjalan menelusuri lorong-lorong kastil, melihat luasnya setiap ruang yang berada di tempat ini. Kastil usang yang telah lama ditinggal oleh rajanya sendiri. Berbeda sekali dengan bayangan yang selalu kupikirkan.

Tempat ini tidak terlalu megah atau mewah. Hanya sebuah kastil sederhana dengan berbagai barang yang unik. Mungkin semua barang yang ada di tempat ini hanyalah barang kesukaan sang raja.

Lukisan demi lukisan kami lewati, sepanjang lorong yang kami lewati selalu diselingi oleh jendela batu berlubang. Bebatuannya juga terlihat berlumut dengan beberapa bagiannya yang menonjol.

Suasana di tempat ini mengingatkanku pada sebuah tempat yang sangat tua di kotaku. Selain itu juga, dilihat dari lilin-lilin yang terpajang di dinding kastil tua ini masih berfungsi, aku membayangkan seperti apa tempat ini jika dalam kondisi primanya.

Setelah kami selesai menelusuri setiap inci kastel. Kami pun memutuskan pergi ke luar untuk memastikan sesuatu.

Tepat sebelum kami pergi menuju bagian luar kota, aku bisa melihat ada beberapa penjaga dengan pakaian lusuh.

Mungkin mereka adalah pasukan sukarelawan, mungkin juga bukan. Namun, yang pasti aku yakin mereka pasti kaget jika melihat kami tiba-tiba.

Aku pun meminta Val agar menghilangkan kemampuannya dan membuat kami kembali terlihat secara perlahan-lahan.

"Si-siapa kalian!?" tanya mereka panik sambil mengacungkan tombak kepada kami.

Mungkin karena pakaian kami yang terlihat lebih segar dari kebanyakan orang-orang di sini membuat mereka terlihat waspada.

Namun, sebelum aku berusaha menenangkan mereka. Luk terlebih dahulu menampakkan sosoknya yang garang kepada mereka. Menggeram layaknya kucing dalam mode tempur, taring panjangnya terlihat mengancam.

Para penjaga itu pun semakin menciut dan berusaha menyerang kami, tapi aku lebih dahulu menghentikan Luk agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan.

"Whoaa! Tenanglah, Luk. Jika bisa kita selesaikan dengan damai mengapa tidak?"

Sebenarnya saat ini aku benar-benar memerlukan informasi yang akurat. Karena orang-orang ini telah melihat kami, mungkin inilah saat yang tepat untuk menanyai penduduk sekitar tentang keadaan kota ini.

"Sebelumnya maaf. Kuharap kalian tidak apa-apa," ucapku lalu mengulurkan tangan.

"A-ahh. Ya, tidak masalah. Tapi... apa-apaan makhluk itu?"

"Ahh. Dia? Kucing besar ini hanyalah rekanku, tidak perlu ada yang dipermasalahkan lagi, 'kan?"

"Ughh...."

Walaupun aku telah memperjelasnya, kemungkinan besar mereka masih meragukanku, "Bagaimana jika kita pergi ke tempat yang aman dulu?"

"T-tapi kami—"

Aku pun langsung mengentak tanah dan memunculkan sebuah dinding es yang menutupi gerbang kota seutuhnya,

"Apakah dengan ini kalian bisa tenang?"

"Whuoaa!"

"Hebat sekali. Anak muda kau sebenarnya siapa?"

"Yahh... kita bisa mengesampingkan itu terlebih dahulu. Jadi?"

Mereka pun saling memandang satu sama lain, lalu setelah beberapa saat akhirnya semua mengangguk.

"Baiklah. Kita bisa pergi ke rumahku dulu."

Lalu kami semua pergi menuju sebuah rumah yang cukup besar, tapi begitu masuk ke dalam. Keadaan ruangannya saja membuatku kehilangan kata-kata. Tempat ini benar-benar seperti telah dirampok atau bahkan terlihat lebih seperti di acak-acak oleh sesuatu yang entah apa itu.

Lemari hancur, dinding dipenuhi oleh cakaran dengan bekas darah. Lantai pun bahkan berdebu dengan beberapa perabotan lainnya yang berserakan di mana-mana.

"Sebelumnya perkenalkan. Aku hanyalah seorang pengelana yang sedang lewat dan ingin bermalam di kota ini.

Sedangkan mereka adalah... ahh, umm... bagaimana aku mengatakannya. Mungkin pelayan?"

"Pelayan?" tanya salah satu mereka.

"Ya. Perkenalkan saya adalah pelayan tuan muda," ucap Val lalu membungkuk dan mengangkat roknya sedikit ke atas.

"Kalau aku—"

"Arghhh! Makhluk ini bisa berbicara?!"

"Sudahlah kalian tidak usah takut. Mungkin kelihatannya cukup garang, tapi sebenarnya dia ini baik," potongku cepat dengan senyum canggung.

Lalu tiba-tiba saja pintu terbuka.

"Mengapa kalian berada di sini? Bukankah saat ini adalah giliran kalian untuk berjaga, huh?!"