Sang bocah kecil yang mengaku periang A.K.A. Nheil kini jatuh berlutut dengan tatapan kosong. Seperti telah mendapatkan pukulan telak, ekspresinya membeku dalam keheningan sesaat itu.
Di saat ia ingin bangkit dan berusaha untuk menyerang kembali, Val terlebih dahulu telah mengikatnya dengan aura merah.
"Dasar pembunuh!" ketusnya dengan nada kesal.
Sebenarnya aku heran siapa yang pembunuh di sini. Namun, kekhawatiranku bukan berasal darinya, melainkan dari Val yang kini mengeluarkan aura pembunuh.
"W-whuoaa! Tenang, tenang dulu. Semua bisa diselesaikan dengan cara yang lebih baik," tuturku sambil menahan lengan kanannya.
"Rekanmu tidak salah, tapi cara berpikir seperti itulah yang bisa membawamu kepada kematian," tukas si perempuan misterius.
"Dengan cara membunuh?"
Sayangnya ia sama sekali tidak merespons perkataanku dan langsung menghampiri Nheil. Mau bagaimanapun aku melihatnya ia tetaplah seperti anak kecil biasa. Aku tidak tahu seperti apa latar belakang ataupun pengalamannya selama ini.
Namun, ada satu hal yang mengganjal bagiku. Itu adalah alasan dibalik perbuatannya.
"Percuma saja aku berbicara denganmu!"
Sang perempuan misterius itu pun mengangkat lengan kanannya. Sekumpulan percik api meletup di sekitarnya dan perlahan berkumpul menjadi sebuah percikan besar yang siap melahap Nheil.
Aku pun mengepalkan tangan kananku dengan bayang-bayang sedang menggenggam lengannya itu. Dalam sekejap percikan itu pun lenyap akibat aura es yang mengelilinginya.
"Apa yang kau inginkan? Apa kau ingin ikut bersamanya terkubur dalam apiku?" tanyanya dingin.
"Persepsimulah yang aneh. Hanya karena kau benar bukan berarti kau memiliki hak untuk mengadilinya begitu saja," jawabku lalu mendekati Nheil. "Dari awal aku memang tidak mengerti dengan logika dunia ini"
"Logika... dunia ini?"
Perempuan misterius ini yang berdiri tepat di sampingku mulai melangkah mundur dengan wajah kebingungan. Aku sudah tahu pasti ia juga akan kebingungan dengan pernyataan seperti itu.
Jika aku berkata Ruinsheim mungkin ia tidak akan sebingung saat ini ataupun Fanarya juga. Karena pada dasarnya kedua dimensi atau ranah tersebut masih dalam satu dunia yang bernama Vestarya ini.
"Apa yang kau inginkan?!"
Nheil yang sedari tadi berusaha untuk meloloskan diri kini terdiam pasrah dengan wajah ketus dan tatapan tajamnya yang mengarah padaku. Ia menatapku seakan aku adalah seorang musuh yang harus dibasmi.
Entah. Namun, perasaanku mengatakan jika ia memanglah hanya seorang anak kecil kesepian yang ingin bermain. Meskipun terbilang caranya bermainnya terlalu ekstrem.
"Mengapa kalian menghentikanku?! Jika begini aku tidak bisa menepati janjiku padanya!"
"Nah. Ini baru menarik"
"Apanya yang menarik? Dasar monster! Dasar tidak berperikearunaan!"
"Apa aku pernah mengatakah jika aku adalah seorang Aruna?" tanyaku usil dengan seringai kecil.
"Eh?! J-jadi kau bukan Aruna?"
Aku hanya tersenyum tipis tanpa menjawabnya.
Setelah itu aku pun menghela napas dan merendahkan tubuhku agar bisa melihat jelas bagaimana sosok bocah kecil yang mengaku periang ini.
"Sebelum aku menjawab pertanyaan itu. Beritahu aku janji apa yang kau buat"
"A-aku tidak bisa memberitahukannya—ughh"
"Raven, aku merasa ada sesuatu yang mendekat," celetuk Luk dengan nada periang.
Di saat seperti ini kau masih bisa mengeluarkan nada seperti itu? Benar-benar ajaib.
Kunang-kunang yang sebelumnya kulihat meredup kembali bersinar—berkedip-kedip. Mereka semua berkumpul menjadi satu kesatuan yang utuh atau lebih tepatnya membentuk sesosok makhluk.
"Mengapa kau keluar... Mona," ucap Nheil lirih.
Setelah semua kunang-kunang itu pergi. Tepat di hadapanku muncul sesosok Aruna, ya aku menyebutnya Aruna karena itulah sebutan manusia di dunia ini. Aruna ini bercahaya layaknya bukan Aruna itu sendiri.
"Wuhhh! Ternyata roh pembawa pesan!" celetuk Luk.
Ia pun langsung pergi melayang dari atas kepalaku menuju roh tersebut. Kemudian melayang-layang di atasnya seperti ngengat. Apakah sebahagia itukah ketika entitas makhluk penjaga sepertinya bertemu dengan roh pembawa pesan?
"Sebelum itu bisakah kalian mendekat? Kau, kau, kau dan juga perempuan misterius di sana," tutur makhluk kerdil bersayap putih yang menyerupai kucing.
"Apa kau menunjuk diriku?"
"Ya! Siapa lagi jika bukan dirimu?"
Sang perempuan misterius hanya mengangguk pelan lalu menghampiri kami—aku, Val, Luk, dan juga Nheil.
"Master!"
"Lagi-lagi kau menyebutnya?"
"Umm. Sepertinya aku lebih nyaman jika memanggilku Master."
Dari dalam irisnya yang tak gundah itu aku bisa melihat kesungguhan. Mungkin aku terlalu menganggapnya sepele dan mungkin juga bagi Luk panggilan itu merupakan sesuatu yang penting baginya.
"Huhh. Terserah... sebaiknya kau bisa menjelaskan ini, Luk"
"Tentu saja!"
Tubuh mungilnya pun kembali menjadi sosoknya yang majestik. Beberapa pilar cahaya pun muncul ketika kaki kanannya mengentak tanah. Menyinari seluruh penjuru tempat ini dengan cahayanya yang hangat.
Kemudian disusul oleh beberapa Rune yang membentuk pentagram. Garis-garis mulai terhubung menjadi jalinan formasi sihir dan pada saat itulah Luk melebarkan sayapnya.
"Sekarang aku telah menyesuaikan resonansi antara frekuensi Dunia Vytair dan Dunia Roh. Bagaimana jika kau mulai menceritakannya, gadis kecil?"
"Gadis kecil?"
Sosok roh sebelumnya yang tanpa bentuk fisik itu kini perlahan menjadi jelas. Bagaimana bentuk wajahnya, tinggi badannya, pakaiannya, dan juga hal-hal lain yang menyangkut tentang dirinya.
"Terima kasih, Penjaga Roh yang baik," ucapnya dengan senyum lebar.
"Ternyata kau adalah salah satu Penjaga Cahaya"
"Bahkan di kalangan orang sepertimu, tampaknya aku terkenal, eh?"
Baik Luk dan perempuan misterius ini sepertinya memiliki sesuatu yang tidak bisa mereka jelaskan. Namun, apa yang membuatku khawatir adalah sikap Val yang diam. Ia hanya berdiri di sampingku memerhatikan mereka berdua seperti melihat sesuatu yang tidak ingin dilihatnya.
Sontak aku pun ingin menjitaknya, tapi terhenti ketika melihat tubuhnya gemetar. Bahkan seorang keturunan bangsa Vhamps kasta tertinggi saja masih bisa gemetar, mungkin aku menilainya terlalu tinggi.
"Aku tidak tahu apa yang kau rasakan saat ini, Val," ucapku lalu membuang napas, "tapi jika seandainya suatu saat kau merasa tidak nyaman, aku dengan senang hati akan mendengarkan ceritamu lagi"
"R-Raven... "
"Kuharap kau bisa berdamai dengan masa lalu, karena sekarang bukanlah waktu yang tepat untuk memikirkannya."
"Terima kasih"
"Jangan terlalu dipikirkan."
Kembali pada rasa penasaran sang perempuan misterius itu kepada Luk. Aku pun menepuknya dan mengingatkannya ada hal yang lebih penting daripada mengurusi makhluk kerdil seperti dirinya.
"Baiklah. Bisakah kau menceritakannya kepadaku, Mona... 'kan?"
"Ya. itu adalah namaku. Jadi mau dari mana Kakak ingin mendengarnya"
"Bagaimana dari awal saja?"
"Baiklah. Satu lagi, aku mohon jangan salahkan Nheil. Ia tidak berbuat salah apapun, akulah yang memintanya melakukan hal ini"
"Kalau begitu mengapa tidak langsung saja menceritakannya?"
"Umm."
Setelah itu ia mulai bercerita tentang kejadian awal dari malapetaka yang terjadi pada kota tempatnya tinggal atau kota yang menjadi tempat singgahku.
Pada awalnya kejadian ini telah lama terjadi, bahkan lebih lama dari penyerangan Albaz dan para Ortuos tiga bulan yang lalu.
Ia yang pada saat itu tengah diculik tidak sengaja bertemu dengan sebuah entitas yang menyebut dirinya sendiri sebagai Mephisto. Entitas ini akan mengabulkan semua permintaannya dengan dua buah syarat.
Pertama adalah menyerahkan hidupnya setelah ia puas dengan apa yang ia dapatkan dan kedua adalah memberinya persembahan berupa ribuan roh orang tak bersalah.
Mona yang pada saat itu panik dan tidak tahu harus berbuat apa-apa akhirnya menyetujui syarat itu. Permintaan pertamanya adalah melenyapkan orang-orang yang menculiknya, kemudian membebaskan anak-anak lainnya tanpa melukai mereka sedikit pun. Sedangkan permintaan keduanya adalah memberikan kebahagiaan pada kota tempatnya tinggal.
"Saat itu ia hanya tertawa lalu membungkuk pelan dan akhirnya menghilang. Aku tidak tahu apa yang terjadi selanjutnya karena setelah itu aku tidak sadarkan diri. Namun, keesokan harinya aku mendengar para penculik itu mati tergantung di menara jam kota"
"Menara jam? Aku sama sekali tidak melihatnya"
"Menara jam di kotaku adalah menara yang spesial. Menara itu hanya akan muncul pada waktu perayaan tertentu dan kebetulan saat itu adalah perayaan masa panen buah. Sayangnya ketika menara itu muncul, orang-orang telah berharap mendengar bunyi dentang masa panen, tetapi apa yang mereka temukan adalah mayat-mayat para penculik yang tergantung terbalik."
Aku merasa ada sesuatu yang ganjal, mengapa mereka digantung secara terbalik?
"Aneh? Sepertinya aku tahu, tapi aku tidak yakin ini bisa dianggap sebagai sesuatu yang aneh."
Setelah itu ia merendahkan tubuhnya, lalu menulis huruf X dan tiga buah garis di tanah. Bukankah ini adalah persamaan angka 13 dalam bahasa romawi?
"Aku tidak tahu apa maksudnya, tapi setelah dua minggu berlalu, semua orang di kota menghilang, dan hal terakhir yang aku lihat adalah bangunan di sekitarku hancur semua. Tidak ada lagi yang aku tahu, karena begitu tersadar aku sudah menjadi seperti ini"
"Ini adalah batasnya, maafkan aku, Master," tutur Luk.
"Tidak apa. Terima kasih karena kau mau berbagi kisahmu dengan kami semua di sini," ucapku ramah.
"Tidak masalah, Kakak...."
Tidak lama kemudian semua sihir Luk perlahan menghilang. Sosok roh pembawa pesan itu pun ikut menghilang bersamanya.
Setelah itu aku berbalik ke arah Nheil yang masih terikat oleh kekuatan Val.
"Bukankah kau sudah puas dengan cerita Mona tadi?"
"Sebelum semuanya jelas, aku tidak akan melakukan apapun. Kecuali jika kau menginginkannya, maka perempuan cantik ini akan dengan senang hati melakukannya. Bukankah begitu, Val?"
Ketika aku menoleh, sekujur tubuhnya penuh dengan aura pembunuh meski wajahnya terlihat senang, dan mulutnya tersenyum manis.
"Ekkk! K-kumohon apapun itu aku akan menceritakannya, tapi jangan berikan aku kepada perempuan mengerikan itu," ucap Nheil dengan wajah memucat.
"Kalau begitu kita dengarkan ceritamu kali ini, Nheil."