Worthless Party

Melangkah melewati pintu depan, penampilan Lilith terlihat sangat menggugah selera. Dari bagaimana setiap inci tubuhnya mengeluarkan aura seksi. Paras wajahnya yang sedikit pasi itu tidak menghalangi bagaimana kecantikannya sama sekali.

Apalagi gaun yang dikenakannya seperti memiliki sihir yang dapat memikat siapa pun. Lengkap dengan dua anting kristal merah bersama sebuah asesori Bunga Crysaline menempel di bagian kiri rambutnya.

Ia juga memakai sepatu hak hitam elegan. Cukup tinggi jika ditambah dengan tinggi tubuhnya yang tidak terlalu jenjang.

Tepat di depannya terlihat Ed yang telah menunggu—berdiri tegap dan lengan kanannya yang sejajar dengan ulu hati.

Pandangannya tajam, tapi begitu majikannya itu mendekat, ia pun langsung membungkuk pelan sebelum memberinya hormat.

"Apakah semuanya telah selesai, Nona?"

"Ya. Tidak ada yang perlu aku bawa lagi, anggap saja ini sebagai hadiah untuk mereka"

"Baiklah, Nona. Silakan menaiki kereta kuda yang telah saya siapkan."

Lilith pun mengangguk pelan, lalu berjalan dituntun memasuki kereta kuda itu.

Selain bentuknya yang tidak terlalu mencolok, terlihat dua ekor kuda hitam dengan pijakan kakinya yang berapi sedang menunggu aba-aba dari Ed. Begitu pelayan itu menaiki kursi kusir dan menarik talinya pelan, kedua kuda itu pun meringis sebelum akhirnya berjalan menarik keretanya,

Jalanan yang mereka lewati berupa tanah tandus dengan pepohonan yang telah mati. Beberapa mata tampak mengintip dari kejauhan.

Langit tanpa matahari, di mana sang raja malam selamanya memerintah. Gerobak kereta kuda yang mengantar Lilith kini melaju melewati beberapa pedesaan yang telah hancur. Menuruni lereng gunung dan meluncur ke bawah tanpa ada gangguan apapun.

Kedua roda berputar stabil pada porosnya, menggelinding melewati jembatan pemisah area, dan kini berakhir di sebuah padang rumput malam hari yang sangat luas.

"Nona, tidak lama lagi kita akan segera tiba di Kastil Aswort," ucap Ed sambil memerhatikan sekitar.

Sementara itu dari balik jendela gerobak kereta Lilith sedang menatap ke kejauhan sana. Cahaya matanya yang telah memudar masih terlihat sama dan ekspresi kecewanya pun kembali terlihat bersamaan hembusan napas yang ia keluarkan.

"Ed?"

"Ya, Nona?"

"Apa kau pernah berpikir jika semua ini membosankan?"

Namun, Ed hanya terdiam beberapa saat sambil mengencangkan tali kusirnya lagi.

"Semua itu tergantung, Nona"

"Apa maksudmu?"

"Sebelumnya maaf jika saya lancang. Sudah berapa lama sejak saya telah melayani Nona, tapi apakah Nona sendiri pernah berpikir mengapa saya masih tetap bertahan?"

"Jadi maksudmu kau sendiri tidak pernah bosan?"

"Tidak, tapi itu juga tidak salah"

"Hmmm. Lalu apa yang kau maksud dengan itu?"

"Semua kembali pada diri nona sendiri. Jika Nona menganggap kehidupan ini membosankan, maka semua akan menjadi membosankan. Begitu pun sebaliknya. Terkadang saya juga memikirkan hal tersebut dengan sudut pandang yang berbeda, mencari makna dari apa yang saya lakukan, lalu mengharapkan hal berbeda di hari kemudian."

Mulut Lilith menyungging kecil, "Ya. Mungkin itu ada benarnya,"

Ed yang mendengarnya pun memejamkan mata sebelum ia mengangguk pelan.

[Benar... sudah lama sejak saat itu terjadi dan semuanya telah berubah]

Jalanan berumput hijau keungunan, bersinar redup diterangi oleh beberapa orb kecil yang mengambang. Bukan kunang-kunang ataupun harapan dari lampion malam. Melainkan hanya sekilas masa lalu yang dihiasi oleh kenangan menyenangkan.

Kereta kuda yang ditumpangi oleh salah satu dari permaisuri itu kini melewati sekumpulan rumput malam hari. Bulan pun bersinar cukup terang setidaknya untuk menerangi jalan mereka.

Sebuah siluet raksasa terlihat di depan sana dengan banyaknya cahaya pada bagian sisi dan atasnya.

Terlihat megah? Mungkin. Mewah? Bisa jadi. Atau majestik? Tergantung.

Setelah itu akhirnya mereka pun tiba di sebuah jembatan batu yang mana di setiap sisinya terdapat lampion hijau. Roda yang berputar terdengar berderik, tampilan depan terlihat sangat besar, lalu begitu mendekat bunyi deritan rantai keluar bersamaan dengan sebuah gerbang yang terbuka.

"Yang Mulia Permaisuri Lilith telah tiba!" teriak salah satu penjaga.

Begitu kereta kuda mereka memasuki tempat itu, semua sisi jalan telah dijaga oleh para penjaga dengan postur tegap.

Dada mereka busung ke depan sementara pedang digenggam dan disejajarkan dengan rapi.

Setelah mereka tiba tepat di penghujung jalan, Ed pun memberhentikan kereta kuda dengan pelan. Turun dari kursi kusir lalu membukakan pintu untuk majikannya.

Lilith pun keluar dengan pesona tiada tanding dibantu oleh Ed yang memegangi tangannya. Bersamaan dengan kedatangan mereka terdapat dua kereta kuda lainnya yang sama-sama tiba di sana.

"Jadi mereka juga datang, huh?"

"Ya. Saya juga cukup terkejut karena Tuan Baal dan Nona Nepfhilim ternyata datang," timpal Ed.

Dari kereta dengan ornamen Bunga Tulip ungu muncul seorang perempuan berambut biru. Ia mengenakan jubah biru tua berbulu putih dan pakaiannya berupa gaun berwarna biru laut.

Bersamaan dengan warna pakaiannya itu, rambutnya pun serupa. Pada samping kiri rambutnya yang panjang itu terdapat aksesoris pin bulan sabit.

Kakinya yang jenjang itu kini melangkah mendekati Lilith.

"Ternyata Nona yang satu ini telah keluar dari kepompongnya"

"Jangan terlalu memuji, bagaimana dengan dirimu sendiri?"

Nepfhilim pun tersenyum tipis.

"Salahkan lelaki itu. Kalau begitu aku akan menunggumu di dalam, Lilith," ucapnya sembari berbalik lalu meninggalkan Lilith.

Di sisi lain kemunculan seorang laki-laki berambut putih dan bertanduk dua membuat atmosfer udara di sana sedikit bergetar.

"Hooo. Kukira siapa, ternyata kau juga datang ke tempat busuk ini, huh?"

"Ucapanmu adalah senjata, sebaiknya mulutmu itu dijaga, Baal"

"Ahahaha! Ini sudah kehendak sang raja petir, mulut ini adalah berkah. Camkan itu dan tanamkan baik-baik di dalam ingatanmu, Permaisuri Kegelapan," ucapnya sambil mengibarkan jubah lalu akhirnya pergi menuju ke dalam kastil.

Lilith pun hanya menghela napas, sementara itu Ed yang berada di belakangnya sedang memejamkan mata sebelum ia mengingatkan kembali majikannya akan acara yang akan dihadiri oleh mereka.

"Huhhh. Ternyata sikapnya tidak berubah sama sekali," ucap Lilith.

"Nona... "

"Ya. Aku tahu itu, Ed."

Akhirnya mereka pun pergi memasuki kastil menyusul dua orang lainnya yang tadi mereka temui.

Kastil Aswort adalah salah satu dari kastil tertua di langit kedua. Kastil tua ini adalah tempat pengungsian para pemberontak sebelum akhirnya direbut oleh Aliansi Kerajaan langit pertama dan dialih fungsikan sebagai tempat pertemuan para petinggi Dimensi Ruinsheim.

Setelah akhirnya mereka tiba di dalam, Ed dikagetkan oleh sesosok laki-laki berambut ungu yang sedang menikmati Wine

"Ternyata Tuan Lukas...."

Lukas yang secara tidak sadar mendengarnya pun langsung menoleh. Mulutnya menyungging kecil lalu berjalan mendekati Ed.

"Saya kira siapa yang memanggil nama itu dengan begitu akrab, ternyata Edgar, dan... selamat malam Nona Lilith. Anda selalu tampak luar biasa ketika kita bertemu," tutur Lukas lalu membungkukkan tubuhnya.

"Terima kasih atas sanjunganmu, Lukas"

"Apa yang membuat Anda, sang Permaisuri Kegelapan sendiri datang ke tempat ini?" tanya Lukas dengan senyum tipis.

"Sekedar ingin menikmati pertunjukkan yang ada."

Lelaki berkacamata itu pun memperbaiki posisi kacamatanya, "Begitukah?"

Di sisi lain Lilith hanya tertawa kecil.

"Jika demikian, saya harap Anda bisa menikmatinya dengan tenang"

"Terima kasih, Lukas."

Tidak lama setelah itu muncul seorang laki-laki, ia menaiki podium, dan suara tepuk tangan mengiringinya dengan meriah. Pada saat itu pula perhatian Lilith dan Lukas teralihkan.

"Selamat malam para tamu yang terhormat. Tidak lama lagi acara utama akan segera dimulai, karena itu saya meminta kepada seluruh tamu yang terhormat untuk menduduki kursi yang telah disediakan."