ATDK 2

"Ramdan ?" Beo Sinta

"Ya Sinta, ini saya Ramdan. " Ucap Ramdan, Sinta gelagapan karena ketahuan membeokan nama Ramdan

"O-oh,” Jawab Sinta terbata, sial kenapa harus tiba-tiba gagu sih batinnya merutuk.

“Anda mendapatkan nomor saya dari mana ya kalau saya boleh tahu ?" Tanya Sinta mulai menormalkan ucapannya dan mecoba sopan. Sebenci apapun ia kepada Ramdan, ia tidak bodoh, ia tahu Ramdan sekarang adalah mitra kerjanya. Kenyamanan dalam bekerja sama menjadi hal pendukung utama dalam perjanjian ini sesuai dengan hasil pembicaraan tadi siang.

"Biasa saja bicaranya Sinta ini sudah bukan jam kantor, saya dapat nomor kamu dari sekretaris saya, mungkin dia dapet dari sekretaris kamu"

"Oh okey, ada perlu apa lo sama gue ?" Ucapan Sinta berubah seratus delapan puluh derajat.

Diseberang sana Ramdan tersenyum, belum berniat untuk menjawab.

Karena tidak juga mendapatkan jawaban Sinta mulai gelisah, apa mungkin Ramdan marah karena masih menganggap dia sebagai mitra bisnis ? Tapi tadi dia sendirikan yang nyuruh bicaranya biasa saja.

“Halo ?” Ujar Sinta agak pelan.

“Tadi lo sendiri kan yang nyuruh gue ngomongnya biasa aja, Ramdan. Jadi ya menurut gue harusnya lo ga mar-”

"Sudah saya duga, kamu masih kamu yang dulu" Sela Ramdan sebelum Sinta akan menyelesaikan kalimatnya.

"Maksud lo ?"

"Engga, maksud saya, kamu masih seperti kamu yang dulu.”

“Gue dulu gimana sih maksud lo ?”

“Kamu yang dulu Sinta, kamu yang kalo liat saya perasaan kamu selalu tidak suka kepada saya"

"Emang kalo iya kenapa ? Aduh apaan banget si lo, gue ini lagi kerja ganggu aja deh." Sewot Sinta

"Kamu masih dikantor ? Kamu lembur Sinta ?" Tanya Ramdan

"Ya iyalah orang kerjaan gue banyak ga kaya lo sukanya males-malesan"

"Lebih baik sekarang kamu pulang Sinta"

"Apaan sih, siapa juga elo ? seenaknya merintah gue. Tau ah"

PIP panggilan Sinta putus secara sepihak.

Kemudian Sinta melanjutkan pekerjaannya, beberapa menit berlalu namun Sinta tetap tidak bisa fokus pada pekerjaannya. Dengan keadaan pikiran yang Sinta rasa sudah tidak baik, Sinta memilih untuk pulang kerumahnya.

Sinta membereskan meja kerjanya dan menuju tempat parkir.

"Baru pulang bu ?" Tanya pak satpam kepada Sinta.

Mendengar itu Sinta terlonjak kaget, "Eh bapak ngagetin aja, iya nih pa baru beres" Jawab Sinta

"Ya sudah bu, hati-hati dijalan bu ini sudah malam" Ucap pak satpam

Sintapun mengangguk dan menjalankan mobilnya,

Selama 15 menit Sinta membelah jalanan kota Jakarta malam menuju kediamannya.

"Sinta kamu baru pulang" Ucap Reyno Sunjaya ayah Sinta ketika Sinta hendak melanjutkan langkahnya kelantai dua.

"Iya pa" Kemudian Sinta kembali berbalik menuju kamarnya

"Sinta tunggu, papa mau bicara" Ucap Reyno kepada anaknya.

Mendengar ayahnya memanggil dan menyuruhnya berhenti Sintapun membalikan kembali tubuhnya dan menghampiri sang ayah.

"Iya ada apa papaku yang tersayaaaaaang"

Reyno tersenyum melihat tingkah anaknya yang manis namun terlihat dengan jelas bahwa itu dibuat-buat.

"Gimana udah ketemu sama mitra kerja yang papa bilangin ke kamu ?" Tanya Reyno.

Mendengar kata mitra kerja secara spontan Sinta menegakkan tubuhnya dan menatap ayahnya tajam.

"Papaaaa, papa tau ga. Orang yang jadi mitra kerja kita itu orangnya Sinta gasuka ya" Rengek Sinta.

"Lah emangnya kenapa dia baik, sopan dan berwibawa juga orangnya kan ?"

"Ya iya sih, tapi tetep Sinta gasuka. Kalo bukan demi papa, Sinta gamau ketemu sama dia lagi" Sinta berkata dengan mengerucutkan bibirnya layaknya seorang anak kecil.

"Ya harus dibiasain biar suka kan sekarang udah jadi mitra kerjakan" Goda Reyno pada anaknya

Sinta mendelik “Aaaa papa, tau ah. Sinta mau ke kamar aja ya pah.” Reyno mengangguk.

“Oke, bye papa. Selamat malam.” Ujar Sinta dan kembali melanjutkan langkahnya menuju kamarnya.

Sampai di dalam kamarnya, Sinta langsung menghempaskan tubuhnya keatas kasurnya yang empuk.

“Ah kesel lagikan gue, papa malah ngungkit mitra kerja so itu.” Sinta mencak-mencak

Meskipun Sinta bisa dikategorikan dalam golongan orang yang mudah terpancing emosi, tapi Sinta realistis. Sinta berpikir dari pada terus-terusan emosi, ia memilih meredakan emosinya dengan tidur.

“Ah, tapi harus mandi dulu. sial badan gue lengket padahal mata juga udah lengket banget ini -_-“ Rutuk Sinta, dan akhirnya Sinta bergegas menuju kamar mandi untuk membersikan tubuhnya yang lengket.

Setelah selesai mandi, Sintapun merebahkan tubuhnya dikasur untuk segera pergi kealam mimpi.

***

Keesokan harinya, seperti biasa Sinta turun dari kamarnya dengan pakaian kantor yang sudah siap dan rapi.

Sinta berjalan menuju meja makan yang hanya diisi oleh ayahnya serta satu asisten rumah tangga. Kalau kalian bertanya-tanya mengapa ibu Sinta selalu tidak terlihat disekitar rumah, itu karena beliau sudah pergi kehadapan yang Maha Kuasa satu tahun yang lalu akibat kecelakaan.

"Selamat pagi pa" Ucap Sinta kepada ayahnya yang tengah meneguk kopi seraya membaca koran.

"Pagi kembali anak papa tercinta" Jawab Reyno menutup koran dan menatap anaknya.

"Bagaimana malam kemarin ? Apakah tidurmu nyenyak ?" Tanya Reyno pada anaknya

Sinta tersenyum seraya mengangguk, Reyno tersenyum melihatnya.

"Sinta, papa mau bicarakan sesuatu yang penting kepada kamu"

Sinta yang tengah mengoleskan selai kacang ke rotinya pun berhenti dan fokus menatap ayahnya.

"Ada apa pa ? Ini masih pagi loh, jarang-jarang papa bicara hal penting pagi-pagi" Tanya Sinta

"Ya gapapa, dari pada tidak kesampaian kan?"

"Ish apaan sih pa. Iya papa mau bilang apa ?"

"Sinta, papa tau kamu sudah besar, kamu sudah dewasa bahkan sekarang kamu sudah menjadi seorang pimpinan. Tapi satu yang harus kamu ingat, kamu itu perempuan. Sedari kamu lahir sampe sekarang, bahkan ketika mama kamu meninggal, papa selalu pengen jagain kamu dan bakalan susah buat ninggalin kamu kalo belum ada yang bisa gantiin papa buat jagain kamu." Ucap Reyno membuat Sinta mengangkat sebelah alisnya

"Maksud papa apaan sih ?"

Reyno menatap anaknya lekat-lekat

"Maksud papa, papa sangat sayang sama kamu." Ujar Reyno kemudian mengusap pucuk kepala anaknya dengan lembut. Sinta hanya mengangguk dan tersenyum walau pikirannya berkecamuk akan ucapan sang ayah.

"Yaudah beresin makannya terus pergi kerja yang semangat ya. Inget pesen papa, kamu harus semangat apapun keadaanya. Kamu kuat, papa yakin. Tapi awas kalo makan dijaga jangan terlalu semangat, badan kamu kan udah gendut ini" Ejek Reyno

"Aaaaah papa apaan banget deh" Cemberut Sinta

Sinta dan Reyno – ayahnya pun melanjutkan makannya.

Setelah selesai Sinta pamit pergi ke kantor kepada ayahnya.

Perjalanan hari ini bisa dibilang tidak terlalu padat. Meskipun masih banyak angkutan umum yang berhenti sembarangan untuk menaikkan dan menurunkan penumpang, tapi jalanan masih berjalan dengan lancar. Dua puluh menit Sinta diperjalanan, akhirnya Sinta sampai di kantornya.

Sesampainya di kantor Sinta melanjutkan pekerjaannya yang sempat tertunda kemarin malam.

SINTA POV

Aduh hari ini gue kesel pas inget tugas kemarin ketunda gegara si Ramdan,

"Bu, maaf menggangu tapi tadi saya menerima telepon dari sekretarisnya bapa Ramdan mitra kerja kita yang baru bahwa bapak Ramdan meminta jadwal bertemu siang ini setelah jam istirahat untuk membahas beberapa hal penting bu."

Ah sialan, baru juga dipikirin.