DETIK pertama gadis itu mengerjab, ia sadar jika angannya telah menghilang ke masa lalu. Kembali disesatkan oleh labirin kebohongan, hingga berakhir menginginkan pengulangan dari dosa yang bahkan telah ia kubur dalam-dalam. Pun diluar sana tak ada hujan, yang dapat menyembunyikan tangisannya kali ini. Seakan memaksa jika ia memang tak dapat menghindari kenyataan, yang tengah menanti jawaban dari kegelisahannya selama ini.
Sebagaimana kuat gadis itu menyibukan diri, geraman frustasi dari bibir merekahnya tetap saja lolos secara berulang. Merasa begitu tersiksa akan sekelumit kerinduan yang mulai mencekik akal sehatnya secara perlahan, "Nam Jungkook itu—brengsek, Lee Jian. Sadarlah," monolog gadis yang lantas meringkuk, seraya menyembunyikan wajahnya diatas lutut yang berbalut setelan pajamas berbahan satin. Sesekali meremat surai panjangnya, seraya menghirup nafas begitu rakus. Tak berhenti sampai di situ saja, gadis yang mendadak meluruskan punggung selepas mendengar suara katel— lantas memukul sisi kepalanya sekilas. Berusaha mengumpulkan kesadaran, akan kesalahan Jungkook yang tak seharusnya terhapus begitu mudah.
Pergerakan lincah Lee Jian yang meraih beberapa bahan untuk diraciknya dengan cekatan, tak pelak menyatukan sepasang alisnya. Biasanya, ia hanya membuat dua cangkir—satu, susu hangat untuk Eunwoo. Dua, americanno untuk dirinya sendiri. Menyisakannya yang langsung mendengus kesal, tatkala satu cangkir berisi cappuccino telah tersaji.
Menepis segala gemelut resahnya, Lee Jian lantas mengambil langkah gamang untuk mendekat pada dua pria yang tengah tenggelam dalam euphoria permainan—sampai tak menyadari kehadiran gadis yang telah menempatkan diri pada ujung sofa, "Cangkir susu hangatnya, akan mommy pecahkan jika Eunwoo tak segera menghentikan permainan."
Sontak bocah gembil bermata bulat yang berada dalam pangkuan Jungkook, lantas mendelik hingga ia segera merangkak turun—mendekati meja, untuk menyentuh sisi gelas sebelum bergumam, "Tapi ini masih panas, mommy."
Seakan mengerti raut tak suka yang di tunjukan oleh Lee Jian, serta merta membuat si jagoan kecil lantas kembali merangkak naik. Duduk di atas pangkuan Jian bersama gelayut manja, sebelum sebuah kecupan mendarat singkat di atas bibir merekah mommy-nya, "Jangan merajuk pada Eunwoo, mommy! Eunwoo tidak mau mommy sedih."
Belum sempat Lee Jian membalas pernyataan jagoan kecilnya, secepat kilat tubuh gempal Eunwoo lantas telah berpindah tempat—untuk kembali menempatkan diri pada pangkuan Jungkook, yang langsung saja dilanjutkan tepuk riang dari keduanya, "Sesuai perintah, sir! Eunwoo telah merayu mommy, dengan satu kecupan; agar menghentikan kemarahan mommy. Sekarang—mari kita lanjutkan permainan, daddy!"
Menghela nafas tak percaya, seketika tubuh Lee Jian meringsak mendekat. Nyaris membuat jantung Nam Jungkook merosot jatuh, tatkala sisi paha keduanya telah bersentuhan secara tak sengaja. Terlebih aroma harum yang menguar dari tubuh gadisnya, terasa begitu kentara— menyisakannya yang menelan saliva secara berulang.
"Yak! Kenapa memanggil orang asing dengan sebutan daddy, eoh? jangan buat orang lain menjadi salah paham, Eunwoo-ya." seru Lee Jian, lantas bersiap meraih tubuh mungil bocah yang langsung menanggapi, "Sesuai perjanjian, mommy. Eunwoo kalah dari daddy di putaran game pertama, jadi—"
"Eunwoo-ya, jangan mau dibodohi oleh si brengs—" sepasang iris Lee Jian mendadak membola, yang begitu berbanding terbalik akan iris teduh Jungkook yang berada tepat dihadapannya. Kedua pasang iris yang bertubrukan itu, tak pelak meciptakan kerjaban secara berulang; guna mengumpulkan kesadaran jika situasi mereka sungguh tak benar. Bagaimana bibir lembab yang begitu dirindukan Lee Jian, lantas kembali menyapa bibirnya dengan sapuan lumatan secara berulang.
"Mommy? Daddy? Apa terjadi sesuatu?" mendengar suara si kecil, serta merta menciptakan satu dorongan pada bahu Jungkook oleh Lee Jian, yang tetap berakhir gagal sebab sisa tenaganya sungguh tak sebanding dengan satu tangan kekar yang tengah menahan tengkuk Jian.
Setidaknya Jian merasa bersyukur, setelah memastikan jika Eunwoo tak menyaksikan aktifitas tak pantas yang dilakukan tepat didepan matanya. Tentunya tidak, jika keduanya tak meleguh—hingga satu gigitan kuat yang diciptakan Lee Jian pada sudut bibir Jungkook, dirasa cukup ampuh guna menghentikan perbuatan gila yang membuat keduanya begitu rakus dalam meraup oksigen.
Selang tiga detik setelahnya, lima jemari Jungkook yang sempat menutupi sepasang iris Eunwoo, lantas merenggang hingga terlepas begitu saja. Menyisakan bocah yang menengadah ke arah Jungkook seraya mengucek matanya, lantas menyelidik, "Kenapa daddy menutup mataku?" enggan menanggapi dengan serius, pria yang memamerkan dua gigi kelincinya lantas berkilah, "Karena tadinya, daddy berniat memberikan Eunwoo kejutan. Sayangnya, itu tertinggal didalam mobil—jadi, hadiahnya akan daddy bawakan esok hari, khusus untuk Nam—Eunwoo."
Mendapati penekanan pada panggilan ‘Nam Eunwoo', tak pelak menyisakan decih kentara pada lidah gadis yang langsung mengujar, "Habiskan susu hangatnya, Eunwoo-ya—" jeda gadis yang kembali menampilkan sorot tajam ke arah Jungkook, "Dan, kau—ikutlah denganku. Mari bicara," tandas gadis yang mulai bangkit, hingga sesekali menghentak lantai.
Begitu merasa geram akan sikap Jungkook yang begitu lancang dengan memberikan ciuman sepihaknya, "Berhenti bersikap seolah-olah kau tak pernah bersalah, Nam Jungkook-ssi." cecar Lee Jian, tak pelak membuat tubuh pria yang mengekorinya mendadak meringsak mundur sanking terkejutnya.
Tatkala langkah Lee Jian berhasil membawa Jungkook untuk berbicara dalam ruang kamar. Ia pun tak sempat menerka apa yang akan terjadi selanjutnya. Hingga tungkai Jungkook mulai meringsak maju untuk mendekat, dengan sigap Lee Jian lantas membuka satu persatu kancing pajamasnya. Tak pelak membuat pria yang sempat melebarkan iris tak percaya, lantas mencengkram dua pergelangan tangan Lee Jian.
"Aku kemari untuk meluruskan sesuatu denganmu noona, bukan untuk—" kalimat pria bersurai legam itu terhenti.
Sejenak mengamati tubuh Jian, sebelum suara ringan gadisnya mengudara enteng, "Lagipula siapa juga yang bersedia tidur denganmu, Jung? bahkan aku memiliki Yoongi atau Tae Oh, yang ketika diatas ranjang—jelas lebih baik, dibanding brengsek sepertimu." kekehan ringan Lee Jian terdengar meremehkan. Hingga terdengar lebih menggelegar, tatkala gadis itu berhasil menanggalkan seluruh kancing pada bagian atas pajamasnya tanpa segan, guna memerlihatkan bekas luka sayatan pada sisi kanan perut ratanya, "Ingat hari dimana kau menggoreskan sebilah pisau disini? bahkan kau tak mengerti, rasanya sekarat diambang kematian selama empat hari penuh, bukan? fikirmu terbaring di rumah sakit itu menyenangkan?"
Merasakan bagaimana nafasnya tercekat, tak pelak membuat sepasang manik Lee Jian mulai mengembun. Lantas mengedar padang ke sekeliling ruang yang ia harap akan menjadi kedap suara, sebab lengking pita suaranya kembali terdengar, "Aku bahkan menerima segala perlakuan posesifmu terhadapku, Jung—tapi bukan berarti, kau bisa semena-mena berlaku kasar hingga nyaris membunuhku! … dan setelah semuanya berakhir, tanpa rasa bersalah kau kembali datang—dan mengacaukan isi kepalaku, begitu? dimana rasa manusiawi mu itu, eoh?"
Melihat bagaimana bahu gadisnya mulai bergetar hebat seraya menyembunyikan wajah pada telungkup seluruh jemari kurusnya, serta merta menciptakan keberanian pada Jungkook yang sebelumnya hanya merunduk, untuk mulai merengkuh tubuh terisak Lee Jian, "Mianhae, jeongmal mianhae—noona, aku sungguh menyesal akan hal itu. Saat itu aku mabuk, dan tak mengetahui jika kau juga tengah mengandung—"
"Pembual! kau memang keterlaluan, Jung. Seenaknya membuatku tersiksa." lirih gadis yang mulai merengkuh tubuh pria yang serta merta membelai surainya begitu perlahan. Kian menenggelamkan wajah basah itu pada dada bidang Nam Jungkook, hingga ia kembali mengimbuh, "Jika kau bersungguh-sungguh ingin meminta maaf, maka tinggalkan aku dan Eunwoo—sama seperti empat tahun lalu."
Mendadak, aimuka Jungkook berubah dalam sepersekon. Selepas mendapati kalimat janggal, yang membuat ia menautkan sepasang alis, hingga beradu tatap dengan iris teduh Lee Jian, "Bukan aku yang meninggalkan noona. Tapi Jian noona lah, yang tak muncul—sejak hari kecelakaan mobil, yang menimpaku. Bahkan aku telah mencarimu kemana-mana, untuk meminta maaf atas kebodohan yang kuperbuat pada malam itu. Tapi kau tetap saja tak kutemukan, meski musim terus berganti. Lebih gilanya lagi, ketika aku mengetahui jika hari ini, Yoongi hyung muncul bersama mu. Itu—sungguh menyakiti perasaanku karena merasa dibodohi dan terkhianati, noona."
Dan didetik terakhir kalimat Jungkook terselesaikan, Lee Jian menerka; apa pernyataan Seok di empat tahun lalu, itu palsu? Ketika ia datang berkunjung ke rumah sakit, lantas bersua;
"Jeon Jungkook pergi ke New Zealand, untuk bertemu dengan Kim Jennie. Ku rasa ia takkan kembali lagi, Jieun-ah. Akan lebih baik, jika kau melupakannya saja." []
--o0o--