Musim Kedua; Bagian 10

MALAM tadi—seisi semesta dinilai, hanya berpihak kepada dua manusia yang haus akan rasa egois; sebab mereka sungguh ingin menghentikan waktu, guna melepas rindu satu sama lain. Tak peduli jika neraka tengah menanti, sebab apa yang diinginkan keduanya adalah sebuah dosa besar. Menamakan kenikmatan dunia dengan sebutan surga, mungkin sedikit pantas—sebab dua anak cucu adam yang mulai terbelenggu dalam masa lalu itu, perlahan menampilkan kobaran gairah yang sempat dipendam jauh dalam benak.

Pun sejak awal bumi diciptakan, mungkin saja keberuntungan memang sedikit banyak di berikan pada seorang Nam Jungkook. Dimana ia tak perlu bersusah payah meluncurkan rayuan, demi mendapatkan satu kecupan ringan dari sang sumber kerinduan. Lebih dari itu, Lee Jian dewasa yang ia ketahui—kini telah berubah menjadi sosok agresif dengan pesona mematikan, berhasil membekukan desiran darahnya dalam sepersekon selepas kecupan beruntun telah diberikan diatas bibirnya yang seketika membeku.

" Empat tahun itu—waktu yang cukup lama juga, bukan?" suara bergetar gadis yang rona wajahnya telah berubah merah padam itu serta merta menceloskan lubuk hatinya. Memilih bungkam, hingga Jian kembali mengimbuh, "Kau menikamku, dan meninggalkanku. Lalu kembali datang setelah empat tahun, lantas membual jika kau juga kecewa—karena aku tak lagi muncul, setelah kecelakaan mobil yang menimpa mu. Apa itu berarti ada sebuah kesalahpahaman diantara kita, eoh?"

Jungkook bungkam—memilih merunduk, seraya menghirup dalam-dalam aroma alkohol dari nafas gadisnya yang begitu kentara. Hingga sisi wajah basah itu menempel pada dada bidang pria yang menyambut dengan sebuah rengkuhan hangat, rancauan Jian nyaris menewaskan Jungkook; sebab jantungnya berdegub semakin menggila, "Aku ingin membencimu, dan bersumpah tak mempercayaimu. Sayangnya—aku tetap saja mejadi gadis idiot, yang masih mengharapkan seorang Nam Jungkook—entah diempat tahun lalu, detik ini, esok hari, atau—" kalimatnya terjeda. Mendadak mendongakkan wajah, guna menatap garis rahang pria yang masih dibungkam telak oleh seluruh lontaran kalimat gadis yang langkahnya perlahan mundur sedikit demi sedikit.

"Ingin tau kenapa aku memanggil Eunwoo, jagoan?" airmuka Lee Jian berubah riang. Sekilas membuang wajah, sebelum dua lengannya lantas terkalung pada tengkuk Jungkook seraya mengikis jarak; tepat diatas wajah pria yang tak hentinya menampilkan sorot sendu. Sungguh, ia lebih menyukai gadisnya yang bersikap dingin nan acuh—dibanding seperti saat ini. "Itu karena—Nam Eunwoo itu, kuat. Seberapa gilanya kita menyakiti ia saat didalam rahim, bocah itu tetap saja tangguh. Oh, tentu saja kau masih ingat betul bagaimana bergairahnya hubungan kita diempat tahun lalu, bukan?" terang Jian seraya terkekeh sinting. Sedikit berjinjit guna mengecup sekilas bibir Jungkook, hingga belah bibirnya kembali terbuka, "Bukankah dulu kita mengisi hari-hari kita, hanya dengan bercinta hm? apa kau pernah berfikir, jika aku akan begitu kecanduan akan hal itu?"

Mendengar penuturan panjang lebar dari gadis yang seluruh jemarinya mulai menyentak satu persatu kancing blouse, hingga mengekspos bagian tubuh atasnya tanpa segan—tak pelak membuat wajah Jungkook lekas berpaling, "Kenapa? jangan bertindak seolah-olah kau ini pemula, Jung. Jelas kau tau betul apa yang harus kita sepakati, seperti sebelumnya. Jadi, ingin mendominasi, atau didominasi?" gamblang Lee Jian, bersama kepalanya yang sengaja dimiringkan. Sekilas mengecap lidah, tatkala Jungkook malah merunduk bersama bahunya yang turun, "Baiklah, aku yang akan memutuskan. Karena kulihat kau tengah merasa bersalah—akulah, yang akan mendominasi permainan ini. Jadilah pria yang baik, Nam Jungkook-ssi." tepat didetik terakhir kalimat gadis itu terselesaikan, Jian sungguh menarik tubuh Jungkook untuk dijatuhkan pada ranjang. Begitu terburu untuk merangkak diatas pria yang hanya termangu, tatkala material basah tengah berusaha menginvansi area ceruk leher hingga beralih memagut bibir Jungkook. Begitu sengaja membuat tubuhnya menekan tubuh pria dibawah kungkungannya, hingga menciptakan leguh pertama yang terdengar begitu menggelitik—lantas menciptakan seringai kemenangan dari gadis yang berbisik, "Kookie-nya noona, kenapa sejak dulu masih sama hm? sedikit di berikan rangsangan saja, sudah meleguh. Aigoo, menggemaskan."

Frustasi secara seksual setelah begitu lama menahan diri, Jungkook mendadak bangkit. Lantas berhasil merubah posisi, hingga membuat dirinya menjadi pemimpin permainan. Menyisakan ia yang begitu lamat ketika menatap wajah gadis yang berada dibawah kendalinya dengan terengah serta memburu, "Kita hentikan—aku tidak mau menyakiti noona, lebih banyak lagi."

Seakan enggan menerima keputusan sepihak yang diberikan Jungkook, tak pelak menciptakan sebuah rematan kuat pada pakaian pria yang kembali menaruh tatap pada iris sayu gadisnya, "Hyperseksual. Kemungkinan aku memiliki gejala itu—jadi Kim Nam oppa meresepkan beberapa obat untuk membantu meredakan hormon ku yang bisa kapan saja meledak. Harusnya kau merasa bersalah akan hal ini Jung, bukankah semua ini terjadi karena ulahmu? jadi sudah sepatutnya, kau memberikan apa yang aku ingin—" kalimat Jian seketika dibungkam oleh pagutan pria yang seluruh jemarinya mulai bergeriliya; guna menanggalkan seluruhnya, atas ijin Jian yang tengah berada di bawah pengaruh alkohol.

Sampai keduanya mulai tenggelam dalam gairah satu sama lain, Lee Jian sungguh tak menyadari—jika ia baru saja menyulut api, hingga membakar habis sisa nalar Jungkook. Memanfaatkan dengan baik keberuntungan yang jatuh diatas kepala, untuk menghujam tubuh gadisnya dengan pergerakan mengggila. Pun fikir pria itu, ia ingin menghabiskan tenaganya, hingga fajar tiba. Namun hal tersebut berakhir ia urungkan, mengingat segudang kesalahan yang tengah ia pikul serta rasa manusiawi yang sejujurnya sedikit dikelabuhi oleh egonya. Itulah alasan, mengapa seorang pria dewasa seperti Jungkook tak hentinya mengulum senyum dihadapan Jian sepanjang pagi, seraya mengamati pergerakan kecil gadisnya dengan saksama.

Hingga apron yang membalut tubuh kekar Jungkook lantas menjadi fokus Jian, yang juga tak mengalihkan pandangan dari pria yang serta merta begitu percaya dirinya dalam memotong beragam macam sayuran, "Kau ingin menghancurkan dapurku?" ejek Jian. Cukup tepat sasaran sebab sepuluh menit lalu Jungkook yang berhasil menyajikan secangkir Americanno malah menambah ia yang juga ingin menyediakan sarapan, dengan dalih karena dirinya tengah merasa begitu bahagia.

Tentu saja Jian tau betul, alasan mendasar apa yang lantas membuat Jungkook merasa demikian. Sejurus mengamati pergerakan lumayan dari kali terakhir Jian melihat ulah Jungkook dalam menghancurkan dapur rumahnya di Seoul, empat tahun lalu—tak pelak menciptakan kedua sudut bibir gadis itu yang lekas tertarik tipis, seraya menganggukkan kepala, "Ku rasa, kau mulai sedikit berubah menjadi bocah yang lebih berguna dibandingkan dulu." kembali dicecar, tak lantas membuat Jungkook naik pitam. Pun ia hanya memberikan respon untuk menilik sekilas ke arah gadisnya, seraya menyombongkan bagaimana sebuah dimple menawan—mendadak, membuat Jian tersedak oleh salivanya sendiri. "Apa aura yang ku miliki sekarang sudah berubah, noona? Ah—ternyata benar kata orang di luaran sana, yang bilang kalau pria akan menjadi lebih dewasa dan bertanggung jawab—ketika memiliki istri dan anak." enteng Jungkook seraya mendongak, hingga menyipitkan iris. Tak pelak menciptakan satu pukulan telak dari Jian yang diberikan pada puncak kepala pria itu secara cuma-cuma.

"Enak saja kalu bicara! aku bukan istrimu lagi, bodoh—" seru Jian.

"Baiklah, aku akan menjadikan noona menjadi, istriku lagi dalam waktu dekat—karena noona baru saja memprotes tak menjadi istriku. Oh benar, sekali lagi noona tak memberikan penyangkalan perihal hubungan Eunwoo dan aku, bukan? Aigoo—senangnya, telah diakui menjadi ayah dari jagoan kecil kita." konyol Jungkook sekali lagi, serta merta membuat tapak tangan Jian hendak mengudara; guna melayangkan satu pukulan untuk kali kedua, sebelum sebuah suara menyela,

"Tenyata ini arti dari firasat burukku sejak semalam. Oh, bagaimana mungkin kalian berdua, terlihat kembali akrab? Konyol sekali." []

--o0o--