9. Sok Cuek

“Vaaannn!!!!” teriak Wendy saat ia melihat sahabatnya itu ternyata nangkring di roftoop sekolah.

“Berisik!” sahut Devan pelan. Wendy berjalan mendekati Devan “Lo tadi dicariin Eca? Udah ketemu?”

“Kok dia bisa cariin lo?”

“Lo kasih pelet ya?”

“Terus ngobrol apa aja sama dia?”

“Gercep nih abang Devan sekarang..”

“BACOT WENDY!”

Wendy menggaruk tengkuknya yang tak gatal “Gue serius Van lo ngomong apa aja sama dia? Gue tadi barusan ketemu Eca lagi. Dia lari ke belakang sekolah--”

“APA LO BILANG??”

“Eca lari kebelakang sekolah. Itu kan markasnya Ary. Kenapa dia bisa kesana coba?”

Devan berdiri dari duduknya, ia menyadari kesalahan besar yang baru saja dilakukannya. Harusnya ia tidak memberitahu dimana markas Ary berada.

“ANJIR!!” umpat Devan kemudian berlari meninggalkan Wendy sendiri.

Devan berlari kearah belakang sekolah, menyusul Eca yang kemungkinan mendatangi Ary. Devan mengepalkan tangannya. Lagi-lagi Ary mengganggu perempuan itu. Padahal kemaren ia sudah memperingatkan Ary untuk menjauhi Eca.

“Ecaaaa!!!!!” teriak Devan. Devan menyusuri gedung markas Ary. Ia harus menemukan perempuan itu. Jangan sampai Ary berbuat nekat pada Eca.

“Eca lo dimana???”

“WOWWW!!!” Ary muncul dengan tepukan tangannya “Gue gak nyangka si kulkas nya SMA Harapan 02 punya tambatan hati..”

“Dimana Eca?” tanya Devan dingin.

“Eca didalam lagi main-main sama anak buah gue. Kenapa?” tanya Ary menyindir.

“MAKSUD LO APA?” “GUE KAN UDAH BILANG JANGAN SENTUH ECA!”

“Lo jangan marah ke gue Van! Gue nyentuh Eca, gue berurusan sama Eca bukan karena lo! Tapi karena urusan gue dan Eca di masa lalu! Jadi jangan geer!!”

“Gue gak peduli apa alasan lo! TAPI GUE UDAH PERINGATKAN JANGAN PERNAH SENTUH ECA!”

“WOWW!!” Ary kembali menepuk-nepuk tangannya “Gue gak nyangka Eca segitu pentingnya ya buat lo?”

“Eca lo dimana??” teriak Devan lagi. Ia berusaha menahan amarahnya. Jangan sampai Eca diapa-apain sama Ary.

“Eca yang nyamperin gue! Jadi kenapa lo sekhawatir ini heh?” tanya Ary santai.

“GUE NANYA DIMANA ECA BANGSAT!”

“Bawa dia keluar!?” seru Ary. Dua anak buahnya membawa seseorang yang diikat tangannya kebelakang. “Lo tau gak? Cewek lo udah bikin rusuh markas gue! Dia udah ngebuat anak buah gue babak belur. Untungnya gue masih ingat kelemahannya. Jadi dengan gampangnya gue bisa jatuhin dia!”

“Kasih perempuan itu ke dia!” pinta Ary. Kedua anak buahnya segera melepaskan Eca dan melempar tubuhnya ke arah Devan.

“Gue peringatkan ke lo! Jangan biarkan perempuan ini kembali kesini atau mengganggu Tika! Kalau sampai gue tau dia menyentuh Tika sedikit saja, gue habisin dia!!” teriak Ary.

Devan segera menggendong tubuh Eca yang lemas. Eca pingsan dengan wajah babak belur. Menurut Devan, Eca sempat berkelahi dengan anak buah Ary. Benar-benar perempuan tangguh.

*

*

Devan mengobati semua luka yang ada di tubuh Eca. Lagi-lagi ia harus bertemu dengan Eca juga dengan luka-lukanya.

“Cewek aneh! Bisa-bisanya lo cari masalah sama Ary! Gak kapok karena kemaren. Lihatkan luka di telapak tangan lo kebuka lagi..” omel Devan.

Devan terus mengomeli Eca yang kini sedang tetidur di kasur mioik Devan. Jangan kalian pikir Devan akan menidurkan nya dikamar yang penuh dengan foto Eca, Devan mempunya dua kamar pribadi diruangan ini. Pertama kamar yang dipenuhi dengan foto Eca dan kedua kamar yang terkadang digunakan untu ketiga sahabatnya. Kamar yang saat ini digunakan Eca adalah kamar kedua yang digunakan untuk ketiga sahabatnya ketika mereka menginap dirumah Devan.

“Gue gak ngerti apa masalah lo, tapi seenggaknya lo hargai gender lo! lo kan perempuan masa iya berantem sama laki sampai begini? Haduh gue kadang heran kalau merhatiin lo dari jauh, lo itu cewek apa bukan sih bisa se bar-bar ini?!”

“Gue cewek kali Van!” ucap Eca tiba-tiba, ia duduk dan tersenyum pada Devan. Devan hanya bisa melongo melihat Eca yang tengah tersenyum padanya. “Lagi-lagi lo tolongin gue. Makasih ya Van..”

“Lo udah sadar?” tanya Devan pelan.

“Gue udah sadar dari tadi. Dari lo keluar ambil p3k buat gue. Sorry ya. Tapi gue kaget waktu denger lo ngomel gitu. Lo ngomong panjang banget dah ah.”

“Gue gak ngomong..” jawab Devan datar.

“Lo tadi ngomong, lo tadi kan ngomel sama gue. Kok gak ngaku?”

“Gak!”

“Gue mau kita kenalan secara resmi. Gue Eca.” ucap Eca sambil mengulurkan tangannya. Sungguh devan ingin sekali membalas uluran tangan itu. Tapi ia terlalu gengsi untuk melakukan itu. “Lo kan tau nama gue. Jadi untuk apa kenalan lagi?”

“Kenalan itu harus resmi. Jangan kayak lo kemaren. Nyebut namanya Kulkas padahal Devan. Nyokap lo itu ngasih nama Devan bagus-bagus dipakai bukan malah diganti kulkas!” omel Eca.

“Lo boleh pulang!” ucap Devan datar.

“Lo ngusir gue?” tanya Eca.

“Gue masih mau istirahat disini. Sebentar aja yah. Jarang-jarang gue bersikap gini sama orang yang baru kenal. Tapi gue tau lo orang baik. Jadi gue juga bisa bersikap baik sama lo..”

“Kenapa lo mau istirahat disini? Kenapa gak pulang aja?”

Eca menatap Devan sambil cemberut “Kenapa lo ngusir gue sih? Lo gak lihat muka gue bonyok begini? Kalau gue pulang bisa habis gue diceramahin sama abang gue.”

“Diceramahin gak bakal abis.” Sahut Devan.

“Gue disini dulu ya, tolong Van. Kalau gue kerumah sahabat-sahabat gue, abang gue pasti bakal jemput gue--”

“Bukannya abang lo baru sembuh?”

“Dia tinggal dirumah om gue yang dokter jadi aman kok. Gue janji gue bakalan izin ke dia. Plis sehari aja!”

“DEVAAAAAANNNNNN YUUUHUUUUU!! KITA MAU MAEEEENNNN!!!!!!”

“Temen-temen lo ya?” tanya Eca. “Jangan keluar! Lo tunggu sini!!” pinta Devan.

Devan segera keluar dan menemui ketiga sahabatnya.

“Berisik.” ucap Devan setelah sampai didepan mereka.

“Kata mbak Sinta lo bawa cewek. Siapa? Jangan bilang lo selingkuh dari Eca ya! Gue gak terima cewek sebaik itu lo selingkuhi!!!”

“Gue juga gak terima! Lo maen-maen gak ajak gue Van!!” sahut Joni dan disambut dengan toyoran dari Wendy “Kotor pikiran lo!!”

“Lo bawa Eca?” tanya Wendy. Joni dan Firman melongo mendengar pertanyaan yang dilontarkan Wendy “Eca disini? Kok bisa?” tanya Joni dan Firman bersamaan.

“Kalian ngapain kesini? Besok aja kalau mau nginap disini..”

“Van. Gue udah izin sama bang--” ucapan Eca berhenti ketika melihat ketiga sahabat Devan sedang menatapnya “Duh gue lupa Van. Sorry!!”

Devan menghembuskan napasnya kasar. Ternyata dibalik sifat cuek dan polosnya, Eca bego juga ya?

“Gue Joni sahabat Devan..” Joni mengulurkan tangannya pada Eca, Eca tersenyum kemudian membalas uluran tangan itu “Eca..”

“Lo ngapain ada dirumah Devan?” tanya Joni. “KEPO!” sahut Devan.

“Kalian mau nginap sini ya? Kalau gitu gue balik aja deh, nginap dirumah--”

“JANGAN!!” teriak Joni, Wendy dan Firman bersamaan.

“Kita tidur di sofa aja atau tidur di kamar Devan yang satunya. Lo bisa tidur dikamar Devan yang lo pakai tadi.” Lanjut Firman.

“Mau gue anterin?” tanya Devan pelan.

“Van, kok lo izinin dia pulang??” bisik Joni.

“Van, ini kesempatan lo elah! Malah dibuang!!” sahut Firman pelan.

“Lo jadi nginap atau pulang? Kalau pulang mending gue anter sekarang!!” ucap Devan datar.

“Gue pulang aja Van. Tapi gue udah minta jemput kak Aby kok! Jadi lo gak perlu anterin gue!?” sahut Eca.

“ABY??” teriak Joni, Firman dan juga Wendy bersamaan.

“Oh oke. Hati-hati!” sahut Devan kemudian berjalan menaiki tangga kearah kamarnya.

“Devan memang gitu ya?” tanya Eca pelan.

Ketiga orang itu mengangguk bersamaan menjawab pertanyaan Eca.

“Dia sebenarnya baik kok Caa.. jadi lo jangan berpikir kalau dia--” ucapan Wendy terpotong dengan getaran ponsel Eca..

Drrttt....

Kak Aby is calling..

“Gue didepan Caa..” suara dari seberang telepon terdengar.

“Oke kak! Done ya kak!!” sahut Eca. Eca mematikan teleponnya kemudian tersenyum pada ketiga orang yang kini sedang menatapnya “Udah dijemput sama doi?” tanya Joni santai.

“Doi kayak apa aja..” jawab Eca.

“Ya udah gue balik dulu ya salam untuk Devan. Makasih udah tolongin gue..” ucap Eca kemudian keluar dari rumah Devan.

*

*

“Lo kenapa bersikap kayak gitu?” tanya Joni jengkel dengan sahabatnya itu.

“Apaa?” Devan justru bertanya balik pada Joni. Kini mereka berempat sedang berada dikamar Devan yang penuh dengan foto Eca.

“Sikap lo begooo!!!!! Kenapa kayak gitu ke Eca?”

“Gak kenapa-napa! Emang gue kudu gimana sama dia?” tanya Devan.

“Yah lo kan naksir sama dia, harusnya lo bersikap manis sama dia!!!” sahut Firman.

“Gue punya cara sendiri untuk tunjukin rasa cinta gue..” jawab Devan pelan.

“Kalau lo keduluan Aby gimana? Kalau mereka jadian duluan gimana??” tanya Wendy.

“Gue gak mau ya lo jadi orang galau aneh lagi!!!?” sahut Joni.

“Gue gak akan galau. Kalau Aby duluan, ya gak papa. Belum tentu dia yang jadi suaminya Eca nanti. Bisa aja kan ternyata gue yang akan jadi suaminya Eca??”

*

*