*Part panjang, kudu ekstra sabar ya baca part ini..*
*
*
*
Eca duduk bersantai di balkon kamar Ken. Ia lebih suka bersantai dikamar Ken dibandingkan dikamarnya sendiri. Entah ada apa didalam kamar Ken, intinya ada sesuatu dikamar Ken yang membuatnya nyaman.
“Gue suka sama lo Ca! Dari dulu gue udah suka. Maaf kalau gue gak pernah berani dekatin lo. Maaf kalau gue terlalu pengecut. Gue cuma bisa mengagumi lo dalam diam. Tapi gue sayang banget sama lo..”
Ia merasa bersalah pada Caca. Ia menyakiti perasaan sahabatnya. Bagaimana jika Caca tahu bahwa Devan justru menyukainya?
Bagaimana hubungan persahabatan mereka? Ia selalu takut jika hubungan persahabatan mereka itu rusak karena seorang laki-laki. Oleh karena itu ia berusaha tidak menyimpan rasa pada siapapun.
Sekarang, disaat ia menyukai Aby, ternyata Aby sudah milik orang. Disaat ia mulai nyaman berteman dengan Devan, laki-laki itu justru menyukainya.
“Kenapa lo sukanya sama gue sih? Kenapa gak sama Caca aja? Biar kalian itu bisa sama-sama saling suka! Biar hidup gue gak dipenuhi rasa bersalah kayak gini!” ucap Eca pelan.
“Van, bisa gak lo apus perasaan lo ke gue? Kita berteman, kita bersahabat. Jangan pakai perasaan..”
“Van, kalau kayak gini, kita gak bisa dekat lagi, kalau kayak gini gue gak akan mau ditolong lo lagi.”
“Nah minum dulu..” ucap seseorang sambil memberikan secangkir coklat panas kesukaan Eca.
“Abang..” ucap Eca sambil menghapus bekas air mata di pipinya.
“Lo minum dulu. Gue denger semua yang lo galauin, jadi lo bisa cerita ke gue...” Ken ikut duduk disamping Eca.
Eca tersenyum, menyeruput sedikit coklat panas yang dibuatkan abangnya “Makasih bang.”
Ken mengangguk “Jadi lo ada hubungan apa sama si Devan-Devan itu? Terus kalau Caca suka sama si Devan, kenapa lo ngerasa bersalah?” tanya Ken panjang lebar.
“Gue gak ada apa-apa sama Devan bang, Caca suka sama Devan tapi--”
“Tapi Devan suka sama lo?” potong Ken. Membuat Eca mengangguk lesu “Gue jahat banget ya bang jadi sahabatnya Caca. Gue tahu Caca suka sama Devan, tapi gue malah ngebuat Devan suka sama gue..” ucap Eca pelan.
“Caa..” Ken mengelus pelan rambut Eca “Namanya orang suka, sayang, cinta itu gak bisa milih mau sama siapa..”
“Lo sering baca novel kan? Banyak tuh novel-novel yang ceritanya musuh jadi cinta, cinta jadi musuh. Mereka gak bisa nentuin mau sama siapa sukanya.” Ken tersenyum menatap Eca “Gini deh..” Ken melepaskan tangannya dari rambut Eca.
“Misal nih awalnya gue suka sama Caca, terus gue cerita ke Nadine ‘Hoy Nad gue suka sama Caca’ tapi pada kenyataannya gue gak nyaman sama Caca. Gue lebih nyaman sama Nadine. Lama-kelamaan gue jadi sayang sama Nadine. Terbuktikan gue gak bisa nentuin perasaan gue. Gue gak bisa nahan perasaan gue ke Nadine.”
“Nah ada juga yang bilang, ‘jangan terlalu benci sama orang, bisa saja dihari besok atau lusa orang itu justru menjadi orang yang paling lo cintai.’ Lo bisa lihat sendiri di ftv, atau lo baca di novel-novel kesukaan lo, atau bahkan lo bisa lihat sekeliling lo, itu semua nyata, bukan karangan belaka, bukan mitos atau apapun itu”
“Jangan juga terlalu cinta sama orang, karena bisa aja besok atau lusa orang itu jadi orang yang paling lo benci. Udah jelas, lo gak bisa nentuin mau suka dan benci sama siapa.”
“Jadi menurut gue, lo gak bisa minta Devan buat apus perasaannya, itu haknya dia. Dia mau suka sama lo, sama Caca atau sama siapapun itu terserah dia. Ketika ia tahu bahwa Caca suka sama dia, dia mau nolak atau terima itu haknya dia juga. Bukan urusan lo. Paham gak?”
“Tapi bang, Eca merasa--”
“Abang tau..” Ken menggenggam tangan Eca “Lo merasa bersalah sama Caca kan? Disini gak ada yang salah Ca. Lo gak salah, Devan gak salah, Caca juga gak salah. Cuma anak kecil yang berpikir kalau disini ada yang salah. Namanya cinta ya gak bisa dipaksakan, gak bisa ditebak. Jadi jangan pernah berpikir lagi kalau lo salah!”
“Kalau nanti Caca tahu Devan suka sama Eca gimana bang?” Ken menggeleng, “Itu semua tergantung pilihan Caca sendiri. Dia mau ngebenci lo karena hal yang gak bisa dipaksa, atau dia terima dan dia ikhlas karena dia sadar, cinta gak bisa dipaksa..”
Ken menyeruput sedikit coklat panas milik Eca “Gue minta, gue haus elah abis ngomong panjang lebar. Gak kepikiran mau buat untuk diri sendiri. Yang gue pikirin Cuma lo tadi!” jelas Ken sebelum Eca bertanya.
“Abang gue malam ini sok bijak ah. Alay..” ucap Eca sambil tertawa. Ken nyengir lebar “Gue juga ngerasa gue alay, kenapa gue bisa sok gurui lo banget soal percintaan, hubungan gue aja ancur..”
“Udah lo gak usah mellow gitu. Tapi gue mau tanya deh sama lo dek..” Ken mengubah posisinya menjadi menghadap Eca “Lo ada rasa gak sih sama si Devan-Devan itu?”
Eca tertawa “Ya gak lah bang, lo tau gak sih. Tuh cowok ya jutek banget sama Eca, kak Aby mah cuek nya gak ada apa-apanya. Kalau si Devan tuh, astaga dingin banget, gak pernah senyum.”
“Terus?”
“Jadi Eca pernah minta diantar pulang sama dia kan, gak minta diantar pulang sih, mau nebeng aja. Teruskan Eca buka pintu belakang tuh ya, ekh tuh pintu malah ditutup keras banget sama Devan. Eca kesel, Eca ngomel kan sama dia, ekh dia malah bukain pintu depan disamping kemudi...”
“Seneng?” potong Ken. “Banget bang--” Eca terdiam, merutuki dirinya sendiri, bagaimana mungkin ia mengatakan itu pada Ken. Ken tersenyum “Jadi masih ngelag kalau lo suka sama dia?”
Eca menggeleng keras “Gue gak suka sama dia bang! Lagian siapa yang mau sama cowok aneh kayak Devan? Gak ada senyum-senyumnya. Iya sih dia baik. Setiap Eca butuh dia selalu kebetulan ada didekat Eca jadi--”
“Jadi itu yang namanya jodoh Ecaaa!!!!”
“ABAAAANG!!!”
*
*
“Ini kenapa coba gak ada yang nyapu? Kenapa kotor banget mejanya? Sumpah ya gue kesel lihat meja gue kotor!” teriak Eca saat ia baru sampai dikelasnya.
Beberapa teman kelasnya yang sudah datang heran melihat Eca tiba-tiba marah. Tidak biasanya ia uring-uringan begini. Dia akan memilih diam atau banyak omong sekalian. Tapi gak marah-marah
“Lo kenapa Ca?” tanya Roni, teman sekelas Eca.
“Hari ini gak ada yang piket ya? Kenapa kotor gini? Duh ngerusak mood gue aja!” jawab Eca sebal, ia kemudian mengambil sapu dan mulai menyapu kelasnya.
“Bukannya hari ini emang jadwal lo piket ya?” celetuk Agus.
Eca terdiam, kemudian nyengir merasa tak bersalah “Masak sih jadwalnya gue? Ini hari apa emangnya?” tanya Eca polos.
“Rabu Caaa..” jawab Fendy malas. “Gue kira Kamis.” Sahut Eca santai.
“Fen! Gue piket sama siapa aja? Gue lupa!!” tanya Eca sambil menjadikan sapu sandaran tubuhnya (Kalian bayangin sendiri ya.)
Fendy mengedikkan bahunya “Mana gue tahu, yang penting gue piket hari Senin.” jawab Fendy santai.
“Sama gue, Rio terus Sandy.” sahut Cara. Eca tersenyum “Ra, lo nyapu ya! Gue lagi sakit perut nih. Gak enak banget mau nyapu..” pinta Eca memohon “Lo lagi dapet?” tanya Cara. Eca menggeleng “Enggak sih, gue gak dapet. Mungkin karena gue belum sarapan. Ntar pulang sekolah biar gue deh yang piket. Terserah mau sama Rio atau Sandy. Gue mau ngantin dulu laper soalnya..” Eca berjalan keluar kelas menuju kantin.
Saat ia duduk di meja kantin setelah membeli roti dan susu, seseorang mendatanginya.
“Lo jauhin Devan!!” teriak seseorang.
Eca tersedak, ia lalu meminum susunya dengan cepat “Lo ada perlu sama gue? Kalau iya pelan-pelan ngomongnya. Jangan ngagetin! Gue lagi sarapan.” ucap Eca berusaha sabar.
Moodnya hari ini agak jelek, entah ada apa dengan dirinya. Yang ia rasakan hari ini ia ingin marah pada semua orang.
“JAUHIN DEVAN! DEVAN ITU MILIK GUEEEE!!!!” teriak gadis itu marah.
Eca mengusap-usap telinganya, kemudian berdiri “Gue gak ada urusan sama lo ataupun Devan.” ucapnya dingin.
Eca melangkahkan kakinya menjauhi gadis itu, namun baru beberapa langkah, tangannya berhasil dicekal oleh gadis itu “Lo budek? Lo itu gak seharusnya dekatin Devan, lo udah punya David kan? Terus kemaren gue denger juga lo pacaran sama kapten basket SMA Bangsa. Jadi dua cowok itu masih kurang ya buat lo?” sindirnya.
Eca menatapnya tajam, banyak pasang mata yang menatap gadis itu aneh. Bahkan banyak yang membicarakan sikap nekat gadis itu.
“Tuh cewek berani banget cari masalah sama Eca..”
“Itu cewek yang sering ngejar-ngejar si Devan..”
“Jadi beneran Eca sama Devan jadian?”
“Oke gue dukung lo sama Devan Ca!”
“Cewek gatel ini lagi? Bukannya kemaren udah dipermalukan sama Devan ya?”
“Bosen gue lihat nih cewek!”
“Jadi cewek gatel banget sih? Udah ditolak mentah-mentah sama Devan masih aja ngaku-ngaku!”
“Karin jangan ganggu Devan sama Eca lagiii dong!!!”
“Mau gue sama Aby, sama David itu semua bukan urusan lo!” sahut Eca sambil melepas cekalan tangan gadis itu, Karin.
“ITU JELAS URUSAN GUE CEWEK GATEL!!” teriak Karin. Eca mengepalkan tangannya, namun wajahnya tetap menunjukkan ekspresi datar “Lo barusan nyebut gue apa” tanya Eca dengan suara rendah. Terasa aura Eca mulai menahan amarah.
“CEWEK GATEL! LO CEWEK GATEL!!”
Plaakkk....
“Dengar ya, gue gak kenal lo! Gue juga gak ada urusan sama lo! Jadi jangan pernah nyebut gue cewek gatel lagi!” ucap Eca dengan suara yang jauh lebih rendah dari sebelumnya. Membuat orang disekitarnya merinding.
Eca berjalan meninggalkan kantin dan kembali kekelas. Sedangkan Karin? Ia masih terpaku ditempatnya dengan menahan malu.
*
*
“Lo dari mana?” tanya Nadine. Nadine dan Caca baru saja sampai di kelasnya, namun ia mendengar dari Fendy bahwa mood Eca sedang tidak bagus hari ini.
“Kantin.” jawab Eca pendek.
Nadine menatap Caca, bingung. Bila jawaban Eca sudah sesingkat ini pasti ada yang terjadi barusan. Caca yang mengerti maksud tatapan Nadine segera pergi keluar kelas untuk mencari tahu apa yang terjadi.
“Ca, lo gak papa? Lo gak di apa-apain kan sama Karin?” tanya Intan, sepertinya ia salah satu penonton adegan dikantin tadi.
“Karin? Karin anak IPS?” tanya Nadine. Eca menoleh menatap sahabatnya itu “Lo kenal cewek aneh itu?” Nadine mengangguk “Gue tau aja sih. Itu cewek yang sering ngeganggu si kulkas.” jawab Nadine.
“ECAAAA..” Caca telah kembali kekelasnya, napasnya ngos-ngosan entah apa yang barusan ia lakukan.
“Karin gak ngapa-ngapain lo kan? Gila ya tuh cewek berani banget ganggu lo!” cerocos Caca kemudian duduk di bangku depan Eca.
“Tadi Karin tiba-tiba aja nyamperin Eca yang lagi sarapan dikelas.” jelas Intan. Eca mengangguk, “Udahlah, biarin aja. Gue juga gak kenal siapa dia.” ucap Eca bebarengan dengan bel tanda pelajaran pertama dimulai.
*
*
Eca berjalan santai dengan menggunakan Headphone sambil membaca cerita wattpad yang berjudul Frasa (buat kalian aku rekomend cerita Frasa diwattpad karyanya @helicoprion_).
“Ca lo gak ngantin?” panggil Caca sambil memegang bahu Eca. Eca melepaskan headphonenya, kemudian menautkan kedua alisnya “Apaan?”
Caca menghela napasnya “Lo gak ngantin?” Eca menggeleng, “Gue malas nanti ketemu cewek aneh lagi. Gue mau ke taman aja baca wattpad.” jawab Eca. Caca mengangguk, ia kemudian pergi bersama Nadine menuju kantin.
“Kalau gue jadi Aksa, udah gue santet itu si Sania. Ganggu sahabat gue.” gerutu Eca.
Eca menghempaskan pantatnya di bangku taman. Ia kembali memasang headphonenya kemudian melanjutkan membaca cerita itu. Sampai sekitr 15 menit ia asyik membaca, sesuatu terasa mengganggunya.
“Duh, gue kenapa sih, kenapa ngerasa risih bangeeett..” gumam Eca sambil terus memperbaiki posisi duduknya.
Eca berdiri, kemudian duduk kembali, berdiri lagi, duduk lagi, berdiri lagi, duduk lagi, begitu seterusnya. Hingga yang kesekian kalinya ia merasakan ada sesuatu yang aneh di roknya.
Eca segera melepaskan headphonenya dan menoleh kebelakang berusaha melihat sesuatu yang aneh pada roknya.
“Sial! Gue lupa tanggal!” umpat Eca kesal. Eca merutuki dirinya sendiri, bagaimana ia bisa lupa bahwa hari ini adalah hari tamunya akan datang.
“Duh gimana yaaa..”
“Kalau gue kekelas, aneh. Gue telpon Caca sama Nadine aja kali ya..” gumam Eca lagi, ia segera mengeluarkan ponselnya dan berusaha menghubungi Nadine dan juga Caca.
“NOOOO!!!” teriak Eca saat ia melihat ponselnya berkedip kemudian mati menandakan batreinya habis. “Ah siaaal! Apes banget gue..”
“Lo kenapa?” tanya seseorang. Eca terkesiap, ia segera memutar tubuhnya. Ia terkejut melihat siapa yang menghampirinya. Kenapa harus Devan sih yang ada disini?
Kenapa harus orang yang ingin ia hindari yang ada disini?
“Ekh.. ada.. Devan..” sapa Eca gugup sambil memutar tubuhnya, agar noda yang terdapat diroknya tak terlihat.
“Lo kenapa??” tanya Devan lagi.
“Gu.. gue? Gue gak papa.. iya gue gak papa!” jawab Eca pelan sambil nyengir. Eca menoleh kesekelilingnya, tidak ada orang disini kecuali dirinya dan juga Devan. Taman sekolah berada di gedung belakang sekolah. Beda jalur dengan kantin, dan ruangan-ruangan lain.
“Yakin? Siapa tahu gue bisa bantu?”
“Gue pms!”
“Pms apaan? Lo daftar jadi pns?”
“Devan..” Eca menggeram kesal.
“Oh lo menstusi?” tanya Devan polos.
Eca melongo semakin kesal “Hah? Menstusi apaan??”
“Itu loh, tanda baligh” jawab Devan sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
“Menstruasi Devan dodolll...” sungut Eca kesal.
“Yaudah nih..” Devan melepaskan jaketnya kemudian melingkarkan jaket yang ia kenakan ke tubuh Eca “Lo pake ini dulu.”
“Lo ada rok baru di loker?” tanya Devan. Eca menggeleng, matanya mulai berkaca-kaca menahan tangisnya “Rok gue dirumah..”
“Lo kenapa nangis?” Eca menggeleng sambil mengusap kasar bekas air mata yang tiba-tiba aja ngalir di pipinya “Gue malu.”
“Lo tunggu sini aja jangan kemana-mana. Gue pergi dulu, 10 menit gue kesini lagi. Jangan kemana-mana!!” Devan mengucapkan kalimat itu dengan tersenyum tipis, tanpa sadar Eca mengangguk mengiyakan perintah Devan.
“Lo mau kemana??” teriak Eca. Namun Devan sudah berjalan jauh dari tempat Eca. Eca duduk lagi dibangku dengan beralaskan jaket pemberian Devan. Eca memegang lengan jaket Devan, kemudian mengingat kejadian barusan saat Devan tersenyum padanya.
“Ternyata lo bisa senyum juga..”
*
*
“Nihh!!” seru Devan sambil memberikan sebuah kresek pada Eca. Eca tertegun saat melihat apa yang ada didalam kresek yang diberikan Devan. “Lo.. lo beliin ini buat gue?” tanya Eca kaget. Jadi karena hal ini Devan nyuruh Eca buat nungguin dia?
“Udah buruan sana lo ke toilet. Gue udah beliin rok baru buat lo. Itu juga ada minuman yang bisa kurangi kram perut lo. Kata bunda gue, cewek kalau lagi pms sering kram perut.” jawab Devan santai.
Eca menatap Devan penuh selidik “Tuh lo ngerti bahasa pms, kenapa tadi kayak babi bego?”
Devan mengedikkan bahunya “Sengaja!” jawab Devan kemudian pergi meninggalkan Eca sendirian.
“SIAL!!” umpat Eca. Eca segera pergi ketoilet dengan jaket Devan yang masih terikat dipinggangnya.
Eca selesei mengganti roknya dengan rok yang baru dibelikan Devan. Setelah ia membersihkan rok dan juga jaket Devan, ia segera kembali kekelasnya.
“Jaket siapa?” tanya Nadine saat ia melihat sahabatnya itu balik dari taman belakang.
“Rok lo baru? Rok lo kenapa memang?” tanya Caca lagi.
“Gue bocor, dan gue gak tau kalau gue lagi dapet. Gue lupa tanggal!” jawab Eca kemudian duduk dibangkunya. Kedua sahabatnya itu mengerubungi bangku Eca.
“Apa? Kalian mau nanya apa lagi? Jaket? Ini jaket Devan.” jawab Eca pelan. Ia kemudian terdiam dan menatap Caca yang kini sedang menatapnya datar.
Astaga lo bego banget Ecaaa...
“Ma.. maksud gue, tadi gue pinjem jaket dia, soalnya Cuma dia yang kebetulan ada di dekat gue.” jelas Eca pelan. Caca mundur beberapa langkah “Kebetulan? Kemaren waktu lo diganggu sama Ary, Devan kebetulan nolongin lo, waktu lo kemarkas Ary juga Devan kebetulan nolongin lo, dan sekarang? Kebetulan lagi? Ca! Gue udah bilang, gue suka sama Devan! Kenapa lo ngedeketin Devan?” sungut Caca.
“Ca, gue gak ngedeketin Devan. Gue gak ada apa-apa kok sama Devan. Lagian ngapain gue ngedeketin cowok yang disukai sahabat gue.” ucap Eca pelan. Ia merasa bersalah pada Caca, karena lagi-lagi Devan yang menolongnya.
“Kalau lo memang anggap gue sahabat, lo jauhin Devan! Jangan pernah lo berurusan lagi sama Devan, apalagi pakai alasan kebetulaan.!!” Caca keluar kelas dengan membawa tasnya, sudah dipastikan ia akan membolos di jam-jam selanjutnya.
Eca menunduk, merutuki dirinya sendiri “Lo gak salah Ca, gak ada yang bisa nebak apa yang terjadi didepan. Gak ada yang tahu kenapa lo selalu dipertemukan sama Devan. Gak usah khawatir sama Caca, nanti gue yang bantu jelasin ke Caca..” jelas Nadine.
*
*