David memasuki rumah bergaya Jepang modern itu dengan wajah merah menahan amarah “KARIN KELUAR LO!?”
“KARIN!!!!” teriak David.
Karin turun dari kamarnya, menatap David yang kini sedang menatapnya tajam.
“LO GILA? KENAPA LO NABRAK ECA?” teriak David. Karin segera berlari dan menarik David untuk ikut masuk kekamarnya.
“BRENGSEK LO!” umpat Karin sambil mengunci pintu kamarnya.
“Lo yang brengsek! Lo tau kan Eca itu gebetan gue?” sungut David.
“Gue tau, sangat tahu malahan. Tapi lo bisa lihat di rekaman black box gue. Gue itu mau nabrak Caca, tapi Eca tiba-tiba muncul dan yang gue tabrak jadi dia!” jelas Karin.
“Kenapa lo gak injek rem hah? Kenapa lo gak berhenti sebelum mobil lo nabrak tubuh Eca?” sungut David masih tak terima dengan hal yang terjadi pada Eca.
“Udah deh lo gak usah berisik! Gue juga bingung, kalau Devan tau gue yang nabrak Eca, bisa makin jauh Devan dari jangkauan gue!”
“Kalau Eca sampai kenapa-napa, gue yang akan seret lo kepenjara!!” ucap David sambil menunjuk wajah pucat Karin.
“Gak bisa! Gue juga akan seret lo! Kita ngerencanain ini sama-sama Dav! Kenapa cuma gue?”
“KARNA LO UDAH NABRAK ORANG!”
“Apa bedanya sama lo yang mau ngeracuni anak orang?”
David menarik rambutnya frustasi “Aaahhhhhhh anying!! Pokoknya kalau sampai Eca kenapa-napa lo harus tanggung jawab. Lo harus lakuin sesuatu!” teriak David.
“Lo harus bantu gue dulu, supaya jejak gue aman. Supaya polisi atau siapapun gak bisa nangkap gue!?” pinta Karin.
“Gue akan lakuin itu. Yang terpenting lo harus lakuin sesuatu! Sialan!!!” umpat David kemudian pergi meninggalkan Karin dikamarnya sendiri.
Karin tersenyum sinis, “Kalau sampai Eca kenapa-napa gue akan melanjutkan rencana gue Dav. Gue akan singkirin siapapun yang ngeganggu gue sama Devan. Gue juga akan pastikan lo terima akibatnya karena berani cari masalah sama keluarga Suzuragi!” ucap Karin sinis.
*
*
*
Sekarang Nadine sedang berada diruang perawatan Eca. Ia bersyukur apa yang ditakutkan Devan tidak terjadi. Tapi tetap saja ia berharap-harap cemas karena sahabatnya itu tak kunjung sadar.
“Kaki Eca patah. Karena bamper mobil depan pas kena kakinya. Kepalanya gak papa, dia cuma syok aja. Kata dokter itu penyebab dia belum sadar.”
Nadine menangis mengingat ucapan Ken setelah dari ruang dokter itu. Baru aja Ken keluar daari rumah sakit, kini giliran adeknya yang terbaring dirumah sakit.
“Caa,, bangun giihh gue bosen nih nungguin lo. Lo gak bosen apa yak baring gini? Lo tau gak, tadi Devan panik banget waktu tau lo kecelakaan. Gue rasa dia jauh lebih baik dari Aby Ca. Gue bakal dukung hubungan lo sama Devan kalau lo emang punya perasaan juga sama dia.” ucap Nadine sambil menggenggam tangan sahabatnya itu.
Tiba-tiba seseorang membuka pintu kamar ruangan Eca. “Mau apa lo?” sungut Nadine saat tahu siapa yang masuk.
“Gue mau jenguk Eca..” ucap Caca pelan, ya orang itu adalah Caca.
“Lo mau jenguk dia atau mau ngebunuh dia? Gue yakin lo pasti masih punya rencana busuk lagi kan?” tanya Nadine.
Caca menggeleng, ia putus asa sekarang. Tidak ada yang percaya lagi dengannya.
“Nad, maafin gue kali Nad. Gue udah ngaku salah. Gue salah lebih milih Devan daripada sahabat gue sendiri. Gue salah karena waktu itu gue nyebrang gak lihat jalan. Tapi kan itu musibah, wajar kali. Gak ada yang tahu kalau kejadiannya bakal kayak gitu!!”
“LO BILANG ITU MUSIBAH?” teriak Nadine. Ia berjalan mendekati Caca, namun langkahnya berhenti saat mendengar suara parau dari tempat tidur Eca “Bang Ken...”
“Eca...” ucap Nadine kemudian kembali mendekati tubuh sahabatnya itu “Na... dine...” ucap Eca pelan.
“Gue dimana?” tanya Eca pelan. “Lo Dirumah sakit Ca, lo lupa tadi lo nyelamatin Caca dari kecelakaan..” jawab Nadine.
“Caca baik-baik aja kan?” tanya Eca pelan.
“Gue disini Caa..” jawab Caca. Ia berjalan mendekati sahabatnya itu, Nadine mengalah membiarkan Caca berbicara pada Eca “Caa, gue minta maaf ya udah jahat sama lo. Udah nampar lo, udah--”
Eca menggeleng kemudian tersenyum “Lo baik-baik aja kan? Ada yang luka gak? Gue ngerasa ngdorong lo kenceng banget tadi hehe..”
Caca menangis lagi, bagaimana bisa Eca masih bersikap baik padanya, padahal Caca sudah menamparnya dan membentaknya berkali-kali. Eca bukan tipikal orang yang gampang memaafkan seseorang, namun jika itu sahabatnya, ia bahkan rela berkorban.
“Ca, lo gak mau marah sama gue? Lo gak mau nampar gue juga? Lo harusnya bersikap seperti Eca yang ke semua orang. Lo harus balas orang itu Ca, lo harus balas orang yang udah nampar lo, ngebentak--”
Eca lagi-lagi menggeleng “Lo sahabat gue Caa, lo bukan mereka. Lo bukan orang-orang yang gak gue kenal. Lo bukan orang yang baru sehari dua hari gue kenal. Gue gak bisa bersikap kayak gitu ke lo!”
“Gue baik-baik aja kok. Kalian gak usah khawatir..” ucap Eca pelan.
“Bang Ken dimana?” tanya Eca..
“Dia lagi ke bagian administrasi tadi.” jawab Caca pelan. Eca mengangguk, memejamkan matanya.
“Kaki gue kenapa?” tanya Eca terkejut karena kakinya sakit saat ingin digerakkan.
“Kaki lo patah Caa.. maafiin gue ya Caaa.. maaafffff...” tangis Caca kembali pecah melihat sahabatnya itu terdiam saat tahu kakinya patah.
Eca mengangguk “Gue mau tidur!” ucapnya pelan namun terdengar dari suaranya bahwa ia menahan marah.
*
*
Wendy kini menatap datar gadis dihadapannya. Gadis yang membuatnya terbaring lemah di tempat tidur.
“Maaf Wen.. gue gak bermaksud untuk--”
“Lo gak bermaksud untuk ngeracuni gue gitu? Tapi lo bermaksud untuk ngeracuni Devan? Sama aja babi! Lo bilang lo suka sama Devan, tapi lo tega nyakitin dia? Lo tega buat dia merintih gitu?” sungut Wendy. Perempuan itu kini menunduk semakin dalam menyembunyikan air matanya yang terus mengalir di pipinya “Gue cuma mau Devan ngebenci Eca dan Devan jauhin Eca..” ucap Caca.
Wendy menggeleng lalu tersenyum sinis “Lo gak akan bisa ngebuat Devan ngebenci Eca. Karena mau gimanapun, Eca adalah orang yang buat Devan bangkit selama ini. Lo gak tau kan? Bahkan Eca aja gak tau soal ini. Setiap Devan down dan kangen nyokapnya, ia selalu jadiin Eca motivasi. Eca udah ada di dihidup Devan jauh sebelum lo, Eca dan Nadine tau dia, sebelum kalian lihat keberadaan dia, sebelum kita saling kenal.”
“Devan sayang banget sama Eca sama seperti dia sayang nyokapnya. Mau lo berusaha gimanapun lo gak akan berhasil jauhkan Eca dari hidup Devan. Jadi gue saranin lo nyerah dan lo ngalah. Lo lepasin Devan, kalau lo sayang dia harusnya lo biarin dia bahagia dengan pilihannya sendiri.”
Caca menunduk “Maafin gue Wen..”
“Jangan cuma ke gue minta maafnya, lo juga harus minta maaf ke Devan. Lo tau kan seberapa marahnya dia waktu tau rencana busuk lo itu? Lo juga udah ngasih harapan palsu ke Devan. Dia pikir Eca beneran sayang sama dia!?”
Caca mengangguk, ia kemudian pamit undur diri dari rumah Wendy “Sorry gue gak bisa anterin lo sampai depan. Badan gue masih lemes..” Caca mengangguk mendengar ucapan Wendy.
Wendy tersenyum, kemudian memanggil ketiga sahabatnya yang sedang bersembunyi di kamar mandi didalam kamarnya “Woy, keluar buruan! Betah amat di kamar mandi!”
Joni, Firman dan juga Devan keluar dari tempat persembunyiannya. Devan menatap Wendy datar “Lo habis ngapain semalam di kamar mandi? Tong sampah lo banyak tissue nya..”
“Ah anjir!” umpat Wendy.
“Gila seh Wendy kagak ajak-ajak!” sahut Joni.
“Lo mau maen bareng sama dia?” celetuk Firman.
“Kagak lah babi!?” sungut Joni.
“Akting gue gimana tadi?” tanya Wendy pada ketiga sahabatnya. Devan hanya mengedikkan bahu “Gue gak mau mikirin tuh cewek aneh. Lama-lama kayak Karin tingkahnya.”
“Lo ngerasa aneh gak sih sama Karin? Tumben banget kan seharian ini dia gak ganggu lo? Gue lihat dia sibuk banget sama ponselnya..” sahut Firman.
Devan melirik kemudian tersenyum meremehkan “Lo aja gak tau apa yang dia lakuin ke gue tadi!” jawab Devan.
“Gimana kabar Aby?” tanya Wendy.
“Aby ribut besar sama Stella, gue gak tau apa masalahnya. Gue tanya ke Fahri sama Hendra, mereka juga gak peduli. Kayaknya Aby masih diam-diaman sama dua sahabatnya itu.” jawab Joni.
“Kalau Aby balik lagi ke Eca gimana? Lo bakalan serahin Eca ke Aby?” tanya Firman.
“Yaahh gue rasa--”
*
*