Sorry

Matahari telah terbit, menampakkan sang surya yang bersinar dengan terangnya. Cahayanya yang begitu menyilaukan masuk mlalui celah jendela yang sedikit terbuka. Kalantha membuka matanya lamat-lamat karena merasa diusik dengan sinar itu. Dia benci dengan sinar matahari. Itu mengingatkannya dengan si keparat Helios.

Kalantha bangkit dari tidurnya dan duduk bersandar pada kepala tempat tidur. Mencoba untuk mengumpulkan kesadarannya. Ia harus segera mandi agar merasa segar. Kalantha bangkit dari duduknya namun,

"Akh.."

Kalantha meringis saat merasa selangkangannya begitu perih. Tubuhnya terasa begitu nyeri dan kepalanya seperti berputar-putar. Ia kembali bersender pada kepala ranjang. Ia lupa, kalau semalam ia telah kehilangan satu-satunya kehormatan yang tersisa dalam dirinya. Sekarang, tak ada lagi yang tersisa. Perasaanya begitu mencelos. Ia pikir itu hanya mimpi, tapi melihat luka di sekujur tubuhnya tak mungkin itu hanya mimpi. Belum lagi dengan noda merah yang menempel di kain putih tempat tidurnya.

Ini mimpi buruk yang paling mengerikan dalam hidupnya. Dan sayangnya, ini bukan mimpi buruk. Ini kenyataan.

Diperkosa adalah bencana paling mengerikan bagi setiap perempuan. Bahkan Hercules ditolak oleh ayah manusianya karena ia berasal dari hubungan terlarang dewa Zeus dan juga Alkmene, ibunya yang seorang manusia. Sekarang, apa dia masih dapat bertahan? Apa dia masih bisa bertahan sebagai dewi? Tampaknya tidak.

Kalantha memejamkan matanya sehingga membuta air matanya yang entah sejah kapan menumpuk jatuh mengenai dadanya. Ketika matanya terbuka, ia sedikit terkejut karena mendapati sosok yang tak ingin dilihatnya malah berdiri dengan tegak di depannya.

Kalantha membenamkan wajahnya di antara kedua lutut, menyembunyikan air matanya dari pria itu. Dia tak mau terlihat lemah di depan orang yang baru saja melecehkannya. Dia harus tampak tegar walau sedikit. Apa Kalantha lupa kalau dia sekarang tengah telanjang.

Kalantha terpekik kaget saat pria itu menggendongnya. "Apa yang kau lakukan?"

"Memandikanmu." Jawabnya gampang.

"APA?" Kalantha terkejut dengan jawaban Leandro yang terdengar begitu datar. Apa pria itu gila?

"Aku bisa mandi sendiri. Lepaskan tanganmu." Kalantha meronta dalam gendongan Leandro.

"Kau bahkan tak dapat berjalan dengan benar." Ejek Leandro dengan seringainya.

"Siapa penyebab aku seperti ini?" ucap Kalantha kesal.

Leandro tertawa mendengar omelan Kalantha dan hal tersebut membuat Kalantha terbengong dalam gendongan pria itu. Ia terpana dengan wajah tertawa Leandro. Seperti itu adalah pemandangan langka yang tak akan dapat ia lihat lagi. Walaupun memang benar, itu langka.

Leandro menghentikan tawanya saat melihat wajah Kalantha yang merona. "Kenapa dengan wajahmu?"

Kalantha langsung salah tingkah saat ketahuan memandangi wajah Leandro. Ia memalingkan wajahnya ke jendela kamar. Tapi wajahnya malah tampak murung.

"Kau benar-benar labil. Tadi kau terlihat seperti orang jatuh cinta, kenapa sekarang wajahmu seperti algojo?"

Kalantha mendengus. "Aku benci cahaya matahari. Itu mengingatkanku pada si keparat itu.

Leandro tersenyum geli karena ucapan kasar dewi itu. Sayang Kalantha tak dapat menyaksikan wajah itu karena terlalu emosi.

"Tutup matamu." Perintah Leandro.

Kening Kalantha mengernyit. "Kenapa?"

"Cukup kerjakan."

Kalantha segera memejamkan matanya namun Leandro langsung menyuruh ia membuka matanya. Pria ini benar-benar bersikap sesuka hatinya pada Kalantha. Namun saat mata Kalantha terbuka, ia sudah berada di tengah hutan.

Kalantha menatap hamparan sungai yang begitu jernih di depannya. Tunggu, apakah itu memang sungai? Karena kalantha dapat melihat air terjun kecil yang berada tak jauh dari situ. Ada begitu banyak kerikil yang membatasi sepanjang aliran sungai.

Kalantha turun dari gendongan Leandro dan menatap kagum pada pemandangan di depannya. "Astaga, aku tak percaya ada tempat seperti ini di negrimu."

"Aku anggap itu sebagai pujian." Jawab Leandro.

Setelah ia rasa cukup untuk memandangi, Leandro kembali menggondang Kalantha masuk ke dalam air. Leandro menurunkan Kalantha di bawah guyuran air terjun yang tak terlalu deras.

Leandro segera memeluk tubuh Kalantha agar tak terjatuh akibat belum bisa menjaga keseimbangan dikarenakan selangkangannya masih sakit. Leandro lalu menggosok tubuh belakang Kalantha dengan lembut. Kalantha meremas tangannya , berusaha sekuat mungkin meminimalisir rasa gugupnya. Bahkan rasa perih di selangkangannya sudah terganti dengan rasa gugup di dadanya.

Astaga, Leandro benar-benar memandikannya. Raja dari penguasa kegelapan memandikannya? Ini terrdengar luar biasa dan sangat mustahil. Kalantha berbalik saat tangan Leandro memutar balik tubuhnya. Dan tanpa rasa bersalahnya, Leandro mengusap tubuh Kalantha. Menggosoknya secara perlahan. Namun tiba-tiba saja tangan Leandro berhenti pada leher Kalantha yang telah berwarna kehitaman.

Leandro mengusapnya pelan.

"Shh.." Kalantha meringis saat Leandro menyentuhnya.

Leandro menatap wajah Kalantha yang meringis. Ternyata sebegitu sakitnya sampai gadis-ralat wanita itu meringis. Padahal Leandro hanya menyentuh permukaannya dengan perlahan.

"Apa sebegitu sakit?" Tanya Leandro dengan wajah datarnya. Namun percaya atau tidak, Kalantha dapat melihat sebuah rasa bersalah terpancar dari mata semerah darah itu.

"Iya, maksudku tidak. Tidak terlalu sakit." Kalantha merasa tak enak karena melihat wajah bersalah Leandro.

Leandro membenamkan wajahnya pada ceruk leher Kalantha. Mencium tanda yang diberikan Leandro kemarin malam. Lidahnya menjilat warna hitam itu dengan gerakan maju mundur. Menciptakan sensasi memabukkan di kepala dan bawah Kalantha.

"Oh, Kalantha. Kau kalah dengan pesona iblis yang telah memperawanimu?"

Dan sialnya itu benar. Kalantha mengerang lagi saat tanpa sengaja gigi Leandro mengenai lukanya.

"Aku rasa sebaiknya kita sudahi mandinya. Kau dalam kondisi tidak baik."

Kalantha menggeleng cepat."Tidak. Aku ingin mandi."

Leandro menggeleng juga. "Kau terluka, Kalantha."

"Tapi ini tidak sakit. Lalu kau sendiri, kenapa kau tidak mandi?" Kalantha balik bertanya karena melihat Leandro masih berpakaian lengkap.

Alis Leandro terangkat, sepertinya menyenangkan untuk menggoda Kalantha. "Aku tidak bisa mandi sendiri."

Alis kalantha bertaut. "Tidak bisa, maksudnya?"

"Biasa para siren lah yang memandikanku. Aku tak bisa menggosok punggung belakangku sendiri."

"HA?" Kalantha terpekik."Jadi kau selama ini di mandikan oleh para siren?"

Leandro mengangguk dengan tetap mempertahankan wajah datarnya. Wajah Kalantha mendadak masam. Ia berusaha berjalan menjauhi Leandro.

"Kau mau kemana?" Tanya Leandro ketika Kalantha berbalik.

"Aku mau mandi sendiri. Atau jika beruntung, aku bisa menyuruh hewan lain menggosok punggungku." Jawab Kalantha ketus.

"Aku sudah menggosok punggungmu."

"Aku tak bisa menjamin kebersihan dari gosokanmu. Kau bahkan tak bisa menggosok punggungmu sendiri, bagaimana bisa kau menggosok punggungku?"

Leandro tertawa kecil. Jadi sekarang dewi itu tengah cemburu? Astaga, ia hanya bercanda. Tapi tampaknya Kalantha mempercayai perkataannya barusan.

"KYA!"

Leandro segera kembali menuju alam sadarnya. Ternyata Kalantha tergelincir karena bebatuan yang begitu licin. Belum lagi rasa perih di selangkangan dewinya yang kembali mendominasi. Leandro dengan gesit menarik Kalantha ke atas. Memeluknya yang tampak megap-megap.

"Apa yang kau lakukan, hah?" bentak Leandro.

Kalantha mengusap wajahnya seraya terbatuk. "Aku tergelincir."

"Kalau begitu kenapa kau menjauh dariku?" geram Leandro.

"Aku... aku.." Kalantha gugup.

"Kenapa?" Tanya Leandro geram.

Bukannya menjawab, Kalantha malah menundukkan wajahnya yang memerah. Ia tak tahu kenapa ia marah. Ia merasa tak suka jika Leandro menceritakan pengalaman mandinya. Entah kenapa. Mungkin karena ia tak suka mandi dengan orang yang pernah mandi dengan orang lain.

"Kau cemburu, eh?" Tanya Leandro dengan seringainya.

Kalantha menggeleng keras. "Tidak. Aku tidak. Aku hanya tak suka dimandikan oleh orang yang juga dimandikan oleh orang lain. Itu membuatku seperti merasa menjijikan." Balas Kalantha cepat.

Leandro menyeringai. "Kau benar. Aku tak perlu mereka untuk memandikanku. Karena aku punya budakku sendiri di sini."

Kalantha merasakan pipinya memanas mendengar ucapan Leandro. Leandro menarik pinggul Kalantha sampai menempel pada dada bidangnya yang masih dibalut pakian.

"Mandikan aku."

"A..Apa?"

"Mandikan aku, Kalantha." Bisik Leandro tepat di telinga Kalantha.

Bulu kuduk Kalantha meremang. Astaga, suara Leandro terrdengar seperti sedang terengah. Nafas Kalantha terputus-putus saat tangannya terulur naik untuk melepas kancing baju Leandro.

Sekali lagi Kalantha di buat terpukau oleh tubuh berotot Leandro. Begitu keras namun lembut. Tangannya gemetar saat menggosok tubuh telanjang Leandro.

"Santai saja."

Bagaimana bisa Kalantha merasa biasa saja saat tubuh itu terasa seperti memanggil-manggil kalantha. Tapi, sadarkah Kalantha kalau matanya kini berubah menjadi warna emas?

Leandro tersenyum melihat Kalantha yang tampak bergairah dengan tubuhnya. Leandro semakin menekan pinggul Kalantha menempel pada tubuhnya. Kalantha meneguk ludahnya saat melihat dada Leandro yang naik turun dengan teratur. Namun Kalantha masih berusaha untuk tak melakukan hal memalukan.

"Lakukanlah. Aku milikmu saat ini."

Bagaikan mendengar mantra, tangan Kalantha terangkat menyentuh dada itu. Membuat pola abstrak yang membuat Leandro menggeram kecil. Bibir Kalantha mengulum pucuk Leandro. Lidahnya juga bergerak sesuai naluri lalu turun menuju pusat dari raja iblis itu.

Leandro menarik tengkuk Kalantha dan menciumnya dengan panas. Di bawah guyuran air terjun membuat kedua orang itu malah semakin bersemangat memagut satu sama lain. Bahkan Kalantha tak sadar, bagaimana cara Leandro melepaskan celana dewa itu padahal sedari tadi dia memagut bibir Kalantha dengan rakus. Astaga, apa kau lupa, Kalantha? Dia raja iblis.

Tanpa sadar, Kalantha membuka kakinya lebar-lebar, mengalungi tangannya pada tubuh Leandro. Seperti memberi kesempatan pada Leandro untuk memasukkan kejantanan pria Itu.

"Kumohon, pelan-pelan." Desah Kalantha.

"Kau tak berhak memerintahku." Jawab Leandro seraya membelai wajah Kalantha dengan lembut. Bibirnya menciumi setiap inchi tubuh Kalantha dan menjilat lekuk leher Kalantha yang masih berwarna kehitaman.

Kalantha mengejang kuat ketika akhirnya Leandro telah masuk ke dalam dirinya. Tubuhnya tersentak kuat seirama dengan hentakan yang diberi oleh iblis itu. Kalantha merasa begitu kesakitan sekaligus nikmat yang belum pernah ia rasakan.

Kalantha berteriak panjang ketika ia merasakan kalau sesuatu yang hangat keluar dari kewanitaanya. Tubuhnya ambruk di dada bidang Leandro yang masih saja terus memompa tubuhnya. Pria itu belum mendapatkan klimaksnya. Hingga beberapa saat kemudian Kalantha merasakan cairan hangat memenuhi dirinya.

Nafas mereka berdua terdengar berderu tak beraturan. Wajah Kalantha sudah sangat merah menahan malu karena terlihat begitu agresif. Leandra mencium pucuk kepala Kalantha lalu sedetik kemudian mereka sudah sampai di kamar Kalantha.

Lenadro meletakkan Kalantha perlahan ke atas tempat tidur tanpa memperdulikan mereka masih sama-sama telanjang. Di selimutinya tubuh kalantha.

"Aku akan kembali membawa pakaian untukmu. Aku harus memakai pakaianku dulu. Tetaplah di sini." Perintah Leandro yang dibalas anggukan oleh Kalantha.

Sekejap Mata, Leandro telah hilang dari hadapannya. Pasti pria itu sudah berada di kamarnya. Kalantha hanya diam dan menatap keluar jendela. Tidak ada apa-apa di luar. Hanya kekosongan. Sama seperti yang ada di hatinya saat Leandro pergi.

Apa? Ia merasa kosong dengan kepergian pria itu? Tak mungkin. Ia hanya butuh teman bicara karena hanya Leandro yang bisa ia percaya.

"Apa yang kau lihat?"

Kalantha tersentak kaget karena Leandro sudah kembali mengenakan baju kebesarannya. Di tangannya ada sebuah gaun berwarna hitam dan senampan makanan yang telah terletak di temat tidur.

"Bangun, dan pakai bajumu." Perintah Leandro lalu berjalan menuju jendela. Kalantha melakukan apa yang diperintahkan oleh pria itu. toh Leandro sedang memandang keluar, bukan dirinya.

Selesai memakai gaunnya, Kalantha hanya menyibak rambut basahnya lalu duduk pada tempat tidur. Tangannya teralih mengambil makanan dan memakannya dengan begitu lahap. Bibirnya tersenyum karena merasakan daging empuk itu.

"Kau seperti anak kecil." Ejek Leandro lalu berejalan mendekat kearah Kalantha.

Tangannya mengusap sudut bibir Kalantha yang kotor akan bekas makanan yang telah dihabiskan dewo cantik itu.

"Kau tinggal di istana, tapi cara makanmu seperti kau berasal dari kaum kami."

Kalantha mendengus. Ia tak suka saat orang lain menilainya hanya karena ia berasal dari istana.

"Kau sendiri?"

"Kenapa denganku?"

"Kau seorang raja, lalu kenapa kau yang menyiapkan gaunku. Kenapa tak kau suruh pelayan lain membantuku?"

"Kau seorang budak. Derajat pelayanku lebih tinggi daripada derajat yang kau miliki." Jawab Leandro santai.

"Kalau begitu derajatmu lebih rendah dari derajatku. Buktinya kau yang menyiapkan ini semua." Cibir Kalantha.

Leandro diam dan menatap Kalantha dengan lekat. Kalantha merasa salah tingkah. Apa tadi dia sudah mengatakan sesuatu yang salah?

"Maaf."

Mata Kalantha seketika melebar. Mulutnya terbuka lebar. Maaf? Permisi, apa pria ini baru saja mengatakan maaf padanya? Pasti ada yang salah dengan pendengarannya.

"Maaf, tuan. Bisakah kau mengulang apa yang kau katakan tadi? Aku tidak terlalu menyimaknya."

"Maaf." Ulang Leandro.

Bibir kalantha terbuka lebar namun seketika ia tutup. "Pasti tadi air masuk begitu banyak ke telingaku." Katanya seraya mengorek telinganya dengan jari kelingking.

"Maaf, Kalantha. Aku bilang maaf." Kali ini Leandro lebih menekan setiap kalimat yang dilontarkannya.

Dan Kalantha dibuat tercengang lagi. "Kenapa?"

"Maaf aku sudah mengambil keperawananmu. Aku tahu, memang itu adalah hakku sebagai tuan dank au adalah budakku. Tapi entah kenapa aku sedikit merasa bersalah karena membuatmu menangis." Ujar Leandro.

Kalantha bersumpah jantungnya seperti ingin keluar. Ada apa ini?

"Bukannya aku ingin mengurungmu disini. Tapi aku tak mau kau dalam bahaya dan menjadi santapan para iblis disini. Kau pasti sudah tahu bagaimana perlakuan kaum kami pada kaummu." Tambah Leandro lagi.

"Aku... aku tak apa. Setidaknya kau sudah memberi aku alasan yang bagus. Lagipula aku membutuhkan bantuanmu untuk membalaskan dendamku." Jawab Kalantha seraya menunduk.

"Apa kau benar-benar ingin keluar?" Tanya Leandro.

"Bukankah kau mengatakan kalau aku tak aman di luar?" Tanya Kalantha balik.

"Aku memang mengatakan bahaya. Tapi jika aku tak ada di sampingmu."

"Jadi maksudmu, aku boleh keluar jika kau yang menemaniku?" Tanya Kalantha mencoba menyakinkan.

Leandro mengangguk. "Jika aku tidak sibuk."

Kalantha mendengus. "Kapan kau tidak sibuk?"

"Aku berjanji akan membawamu ke tempat yang aku yakin, kau akan menyukainya." Ujar Leandro mencoba membuat Kalantha kembali tersenyum.

"Benarkah? Apa itu lebih indah dari sungai tadi?"

"Tentu. Itu adalah tempat kesukaanku. Tak ada satupun yang boleh ke sana tanpa izin dariku."

Kalantha tersenyum gembira. Akhirnya ia dapat melihat dunia luar. Ia pikir ia akan mati kebosanan di kamar mewah ini.

"Tapi, kenapa kau tiba-tiba baik padaku."

Senyuman di wajah Leandro langsung luntur. Kalantha jadi takut karena merasa bersalah. Tampaknya ia sudah membuat sebuah kesalahan. Pria itu akan membunuhnya di sini.

Tapi dugaan Kalantha salah. Ternyata pria itu malah berdiri dan mengusap kepalanya lembut. "Tidurlah. Kau perlu istirahat. Aku akan membahas strategi yang akan kugunakan nanti dalam membantumu membalaskan dendammu."

Leandro lalu meninggalkan Kalantha yang telah bersemu merah. Astaga, apa semesta tengah mempermainkannya saat ini? kenapa dengan hanya perkataan maaf dan ajakan berkeliling membuat Kalantha merasa begitu gugup?

tbc