I used sarcarm and jokes to cover up the fact that I'm lonely and have bad anxiety about mostly everything. ~ Vincent
Draco berjalan mabuk sambil menghisap rokoknya ke arah kerajaan milik Abaddon yang sudah tertinggalkan. Rakyat yang berkumpul di sekitar kerajaan Abaddon langsung menatap ke arah Draco yang berjalan memasuki kerajaan itu. Ketika Ia sudah memasuki salah satu ruangan, di sekitar singgasana itu terdapat sebuah meja persegi panjang, tempat berkumpulnya kelima raja, beserta bangsawan lainnya seperti Leo, Ivy, Dion, Razel, Rael, Kelompok Vlad, para keluarga Kingstone, para sahabat bangsawan Charles, dan beberapa bangsawan lain yang tidak Draco kenal sedang mendiskusikan sesuatu, tetapi pembicaraan mereka terpotong karena kehadiran Draco.
"Kau... Dimana Abaddon?" Tanya Colossus
"Kenapa bertanya padaku? Yang jelas aku mengusirnya dari tubuhku. Mungkin dia sedang berada di Deconcytus melakukan sesuatu." Kata Draco acuh tak acuh.
"Kurang ajar sekali, bicaramu!" Bentak Colossus sang raja vampir
"Memangnya siapa kamu disini, hah?" Kata Daxollios sang raja werewold
"Anak itu tidak mungkin, orang yang terpilih."
"Aku adalah kaisar kalian, berengsek." Kata Draco tertawa, sambil duduk di singgasana Abaddon. Kemudian membuang rokoknya.
"Kaisar pemabuk? Yang benar saja!"
"Beraninya kau duduk di singgasana miliknya!" Ucap bangsawan yang lain.
"Berlutut kepada kaisar baru kalian." Kata Draco menyeringai.
"Apa?!" Ucap Collossus tak percaya.
"Aku tidak sudi berlutut kepadamu!" Bentak Daxollios
Draco langsung menghela nafas.
"Kalian benar-benar keras kepala, ya? Mungkin kalian lupa posisi kalian. Baiklah biar kuingatkan lagi posisi kalian... Sekarang berlutut!"
Braaakk!!!
Seketika kedua raja itu langsung berlutut dengan sangat keras, tubuh mereka seakan-akan bergerak sendiri.
Semua yang berada di sana langsung terkejut kecuali untuk ketiga raja iblis, hanya menyeringai puas.
"Kenapa tiba-tiba berlutut? Apa kalian tak bisa menggerakkan badan kalian? Tak bisa bicara, huh? Oh! Aku minta maaf, tapi aku harus melakukan ini untuk mengingat kalian. Bahwa kalian kedua raja bodoh takkan sanggup melawanku." Kata Draco sambil menunjuk ke arah mereka.
Rael dan Ivy langsung menahan tawa melihat kedua raja itu langsung tak berkutik di hadapan Draco. Sedangkan Leo terlalu sibuk untuk meminum anggurnya karena tingkah Draco yang semena-mena.
Kemudian Draco menghilangkan dinding di sekitarnya, sehingga ruangan singgasana itu terlihat terbuka dan bisa dilihat dan didengar oleh rakyat di sekitar kerajaan itu
"Sebagai kaisar, aku bisa melakukan apapun! Untuk itu, aku ingin mengangkat raja baru untuk kerajaan vampir dan kerajaan werewolf!"
Semuanya langsung heboh mendengar perkataan Draco.
"Aku ingin mengangkat Leonard sebagai raja vampir!"
Leo langsung tersedak minumannya ketika mendengar perkataan Draco.
"Tapi aku tak pernah minta sebuah tahta kepadamu." Kata Leo bingung.
"Dia sudah setia pada Abaddon untuk waktu yang cukup lama! Dia juga salah satu orang yang dipercaya Abaddon, karena itu aku ingin mengangkatnya sebagai raja. Dan aku tidak menerima penolakan." Kata Draco sambil muncul di dekat Leo dan memasangkan mahkota kepada Leo.
"Aku tahu kau menginginkan tahta ini." Bisik Draco kepada Leo.
"Aku berubah pikiran. Aku tarik kembali permintaanku pada Abaddon." Bisik Leo tapi Draco tidak menghiraukannya.
Leo pun menerimanya karena tak punya pilihan lain, Ia langsung mengangkat gelas anggurnya kepada yang lainnya dengan senyuman yang terpaksa.
"Bersulang untuk raja baru!" Kata Dion terlihat senang.
Setelah mereka semua bersulang untuk Leo. Draco kemudian Ia kembali duduk ke singgasananya lagi.
"Untuk penguasa wereland! Aku memanggil Leonidas Haxes, putera Astinos Haxes untuk menjadi raja mereka!"
"Leonidas Haxes?!
"Anak dari Astinos itu?"
"Astinos Haxes adalah raja sebelumnya yang berkhianat!"
"Kau sudah gila!"
"Usianya terlalu muda untuk menjadi seorang Lord."
"Bagaimana jika Leonidas Haxes berkhianat!"
"Tamatlah kita."
"Apakah Leonidas bisa menjadi raja yang baik?"
"Bukankah ibu Leonidas adalah manusia?"
"Diam! Aku tidak meminta kalian untuk bicara!" Bentak Draco
"Leonidas, kemarilah ke tahtaku!"
"Seorang werewolf yang terlihat berusia masih muda langsung berdiri dari kursinya, kemudian berjalan ke arah singgasana Draco, dan berlutut di hadapan Draco."
"Leonidas Haxes siap melayani anda, tuan."
"Tidak perlu memanggil tuan. Usiamu ribuan tahun, dan kau lebih tua dariku. Panggil namaku saja."
"Baiklah, Draco."
"Mulai sekarang! Aku mengangkatmu sebagai raja para werewolf dan makhluk lain di wereland!" Kata Draco sambil memakaikan sebuah mahkota kepada Leonidas.
"Sekarang bangkitlah dan kembali ke kursimu. Aku tahu kau akan menjadi raja yang baik." Kata Draco
"Bagaimana denganmu? Apa kau tidak mengenakan mahkota juga? Seorang kaisar bukannya harus dinobatkan?" Tanya Darius yang tiba-tiba muncul sambil memasangkan mahkota ke kepala Draco.
"Kau benar, mungkin sebaiknya setelah ini kita-
"Berpesta? Ide yang bagus!" Potong Rael
"Bagaimana dengan kedua raja yang mengenaskan dan berlutut daritadi itu? Sepertinya mereka ingin bicara." Bisik Diablo yang tiba-tiba muncul didekat Draco.
"Oh, iya aku lupa tentang mereka." Kata Draco sambil melepaskan kekuatannya sehingga mereka bisa berdiri kembali. Kedua raja itu langsung menghilang, entah kemana karena sudah merasa tidak punya muka lagi sebab, dipermalukan oleh Draco.
"Harcos! Awasi mereka berdua jika mereka berkhianat. Panggil teman-temanmu juga untuk mengawasi mereka." Kata Razel kepada cerberus miliknya.
"Baik, tuan." Ucap Cerberus itu sambil pergi keluar dari ruangan.
Kemudian Razel berjalan ke arah Draco dan menyerahkan gulungan kertas. Draco membuka gulungan kertas itu dan terdapatlah peta disana.
"Peta apa ini?" Tanya Draco
"Aku berhasil menemukan sesuatu di antara buku-buku perjanjian itu. Dan akhirnya terkumpullah beberapa puzzle membentuk peta. Ini adalah peta Deconcytus, walaupun tidak semua daerahnya diketahui. Tapi mungkin... jika kau berniat pergi ke sana. Ini akan membantu." Kata Razel
"Silahkan kalian melakukan apa yang kalian mau, berpestalah sesuka hati, atau mendiskusikan perang juga boleh." Kata Draco yang masih memegang peta itu, sambil menghilang menjadi asap.
"Semua di dalamnya kacau. Aku melihat kesedihannya. Anak itu tidak benar-benar menginginkan tahta. Dia hanya ingin cepat-cepat menyudahi semua ini. Dia tak punya pengalaman masa kecil yang membahagiakan, dia mengorbankan semuanya." Kata Darius sambil meminum anggurnya dengan ekspresi yang turut berduka.
"Aku saja tidak siap untuk jadi raja. Aku bisa saja kena imbas Colossus, nanti. Tapi soal Draco, aku yakin dia menjadi kaisar yang baik." Kata Leo
"Bicaramu lama-lama lebih terlihat seperti Ivy daripada Leonard biasanya." Balas Diablo
"Itu mungkin karena mereka berdua terlalu sering bersama akhir-akhir ini." Ucap Darius
"Razel lebih sering bersama Ivy dibanding Leo. Ketika tidak ada yang melihat mereka-
Razel dengan cepat menutup mulut adiknya.
"Mmpphhh."
"Ahahaha... Rael memang suka bercanda." Kata Razel sambil tersenyum paksa kepada mereka.
"Wohohoho! Berarti diantara kalian ada sesuatu." Kata Darius sambil menunjuk ke arah Razel dan Ivy.
"Yang benar saja! Tidak!" Kata mereka berdua bersamaan.
"Midas! Bagaimana denganmu? Kau juga baru saja diangkat menjadi raja!" Kata Razel dengan ekspresi senang, untuk mengalihkan perhatian.
"Entahlah, aku tidak tahu. Tak pernah kupikirkan ini. Selama menjadi bangsawan aku dituntut untuk tidak melampaui Daxollios. Para werewolf dan yang lainnya tidak akan menyukaiku sebagai raja. Untuk menjadi raja yang sah di wereland, selain diangkat oleh kaisar, aku harus bertarung dengan raja yang akan turun tahta." Kata Leonidas
"Mungkin kau harus semena-mena, tetapi melakukan tindakan benar seperti Draco kepada rakyatmu." Kata Dion
"Yang penting adalah jangan terlihat lemah." Kata Demos
"Jangan biarkan mereka menganggapmu sama dengan ayahmu!" Kau jelas berbeda dengan ayahmu!" Kata Rael
"Soal ayahmu tidak pernah bersamamu, aku yakin dia punya alasan yang kuat untuk melakukan itu." Kata Leo
"Midas, saat pertarunganmu nanti. Lakukanlah dengan sungguh-sungguh. Ingat, bahwa ini bukan permainan. Draco percaya denganmu. Kami semua percaya denganmu. Jangan pedulikan mereka yang meremehkanmu, buktikanlah bahwa kau kuat." Kata Leo
"Akan kulakukan yang terbaik. Akan kutunjukkan bahwa orang yang selama ini mereka remehkan lebih kuat dari yang mereka pikir."
***
"Oi! Putera Thomas! Kau sudah dengan soal pembunuhan kepada anak kelas 10, baru-baru ini?" Tanya Christian
"Pembunuhan apa?" Tanya Jacob
"Kau tahu anak Fenton yang bernama Fenton Doughlas Kingstone?" Tanya Christian lagi
"Adik sepupu Draco?"
"Benar sekali, dia lah orang yang dituduh membunuh sahabatnya sendiri." Kata Christian
"Baru saja Draco bebas dari hukum, sekarang sepupunya juga kena?" Tanya Jacob
"Bagaimana dengan hasilnya? Apakah dia terbukti bersalah?" Tanya Jacob
"Ayahnya, Sebastian menemukan pisau hitam di tas milik Fenton sebelum dia sekolah. Lalu, Fenton adalah orang yang terakhir dilihat bersama sahabatnya itu sebelum kematian sahabatnya. Sahabatnya ditemukan tewas di dalam hutan. Kemudian, mereka juga menemukan sidik jari di tubuh mayat korbannya. Tapi Fenton sama sekali menyangkal keras bahwa dia bukan pembunuhnya, jadi apa boleh buat? Mungkin pembunuhnya berada di sekitar sekolah ini, dan mungkin akan membunuhmu." Kata anak bungsu John dengan nada menakut-nakuti Jacob.

"Mungkin saja kau yang akan dibunuh karena terus membicarakaannya, atau mungkin kau yang membunuhnya karena kau ingin tahu rasanya berada di penjara anak-anak." Balas Jacob sambil berlari.
"Bajingan!" Umpat Christian sambil mengejar Jacob

"Akan kuberitahu ayahmu kalau Christian suka berkata kasar, agar kau dihukum!" Ledek Jacob sambil berlari dan menoleh ke belakang unuk menjulurkan lidah kepada Christian yang masih mengejarnya, hingga Jacob tak memperhatikan jalan.
Brukk!
Seketika itu Jacob langsung terjatuh, karena menabrak anak yang lebih tinggi dan lebih tua darinya. Tepat pada saat itu Christian berhenti mengejar.
"Kau tidak apa-apa?" Kata Michael sambil membantu Jacob bangkit.
"Aku tidak apa-apa. Tapi apa yang kau lakukan disini? Ini kan lorong kelas junior? Bukannya kau sudah kelas 11? Dan dimana sahabatmu yang bernama Felix? Biasanya kalian selalu bersama setiap hari." Tanya Jacob
"Felix sedang menjaga Ronald Boston di apartement yang baru disewa olehnya. Dan tujuanku lewat lorong junior yaitu, kebetulan aku sedang istirahat, sedangkan untuk kalian, ini adalah jam pulang sekolah. Jadi aku pikir aku bisa lewat sini, dan menemukan Christian untuk menanyakan sesuatu kepadanya." Kata Michael
"Apa yang mau kau tanyakan?" Tanya Christian
"Apa kau mendapat informasi dari ayahmu tentang keberadaan Draco saat ini?" Tanya Michael
"Yang kutahu dari ayahku, dia sedang sibuk menjadi kaisar di Cycrotonictus. Memangnya ada perlu apa kau dengannya?" Tanya Christian
"Ini tentang sepupunya, apakah benar dia pelakunya? Bagaimana pembunuhan itu bisa terjadi? Dan apa dia baik-baik saja? Ah sudahlah, lupakan apa yang kukatakan." Kata Michael sambil menggelengkan kepalanya dan bergegas pergi.
"Bahkan temannya saja tahu, ada pembunuhan di sekolah senior itu." Bisik Christian
"Mana kutahu? Yang kutonton hanya video games, bung." Balas Jacob
Michael pun kini sudah kembali ke dalam kelasnya, dan langsung duduk ketika melihat gurunya sudah di dalam kelasnya.
"Kita akan memulai kelas. Apa kalian melihat Draco?"
"Dia sedang punya urusan di luar kota." Ucap Michael
"Baiklah, kalau begitu saya akan mulai kelasnya."
Sementara itu Cody baru saja keluar dari kelasnya dan sedang menuju lorong sekolah yang sepi, sambil asik menelfon Mason, temannya.
"Kau sungguh akan bolos?" Tanya Mason
"Yup! Akan kutunggu kau di belakang sekolah. Jangan lupa bawa rokok ganjanya. Aku akan mampir ke vanding machine dulu. Untuk membeli soda." Kata Cody sambil mematikan telefonnya dan memasukkan uang ke dalam sana, beserta menekan tombol minumannya. Seketika Ia terkejut, ketika melihat di pantulan vending machine, bahwa ada bayangan seseorang yang muncul di belakangnya. Dengan serentak Cody langsung berbalik, tetapi Ia tidak menemukan apa pun. Ia pun langsung mengambil sodanya, tetapi tangannya malah tertarik masuk ke dalam sampai ke lengannya.
Cratt!!
Darah langsung muncrat dimana-mana. Seakan-akan ada yang memakan tangan Cody, disertai teriakan Cody yang mencoba melepaskan tangannya. Ia terus berteriak dan berteriak, hingga akhirnya Ia bisa menarik lengannya yang sudah tinggal separuh itu. Setelah itu Ia bangkit dan berlari sambil menahan rasa sakitnya. Kemudian tiba-tiba kakinya ditarik oleh bayangan gelap dan diseret masuk ke dalam salah satu loker, dan loker itu langsung menutup dan mengunci sendiri dari luar.
Brak!! Brakk!! Brakk!! Brak!!
Cody mencoba menendang-nendang loker itu, namun loker itu tetap terkunci. Ia pikir, Ia sendirian di loker itu, namun tidak. Sebuah tangan yang memeiliki cakar tajam langsung menyekam mulut Cody dari belakang loker itu.
Setelah itu terdengar teriakan hebat dari loker itu, disertai darah yang mengalir terus-terusan dari loker itu. Tentu saja para senior-senior langsung heboh karena teriakan itu. Dan beberapa diantara langsung keluar kelas, dan mencari suara itu berasal. Seluruh lantai penuh dengan darah Codyd, dan tak lama kemudian teriakan itu berhenti. Michael dan Laura yang berada di tempat itu langsung terpatung melihat tulisan di sekitar loker siswa dengan darah bertuliskan: "ORANG YANG AKAN KELUAR SEKOLAH AKAN MATI!"
Laura lansung menutup mulutnya dengan kedua tangannya ketika meliha ada sebuah tangan di vending machine. Sementara itu Michael langsung berjalan maju ke arah loker yang paling banyak yang mengalirkan darah. Setelah itu Ia langsung membuka pintu loker yang mengalirkan banyak darah. Jaden, Harvey, dan teman-teman yang dibelakang Michael langsung terkejut bahwa kini mayat Cody sudah terpotong-potong, organ tubuhnya pun beberapa ada yang keluar. Beberapa siswa disana langsung muntah ketika melihat kejadian itu.
Sementara itu Mason yang masih tak mengetahui apa yang terjadi, sedang menikmati rokok ganjanya di belakang sekolah sambil menunggu Cody yang tak kembali daritadi. Ia pun langsung mengambil ponselnya dan menelfon Cody.
Victor yang masih berfikir siapa pelaku dari kematian Cody ini masih saja mematung melihat mayat Cody. Setelah itu Victor dan siswa-siswa disana dikejutkan oleh suara panggilan telefon dari ponsel milik Cody yang tergeletak di dekat vending machine. Victor langsung mengangkat dan menerima panggilan telefon itu.
"Cody! Dimana kau? Kenapa lama sekali?" Tanya Mason
"Mason?"
"Victor? Dimana Cody? Kenapa ponselnya ada padamu?"
"Mason... Dimana kau sekarang?" Tanya Victor dengan ekspresi serius.
"Di belakang sekolah sambil merokok ganja untuk menunggu Cody. Ada yang salah?" Tanya Mason
"Cody sudah mati. Cepat masuk ke dalam sekolah sekarang sebelum kau terbunuh!" Ucap Victor
"Apa maksudmu? Lihat dia sudah datang dan duduk di salah satu mobil yang berada di parkiran."
Deg!
"Masuk ke-
Tut!
"Sial! Mason!"
"Jaringan ponsel kita mati, ada yang meretasnya. Listrik di sekolah ini juga tidak bekerja." Ucap Jayden
"Berengsek!"
Sementara itu, Mason menghampiri Cody yang dari kejauhan sedang duduk di mobil.
"Yo! Cody dimana sodaku? Kau tahu? Victor membuat lelucon bahwa kau sudah mati dan aku harus masuk ke dalam sekolah sekarang juga. Lalu-
Kaleng soda yang berlumuran darah itu menggelinding sampai membentur pelan, dan berhenti di kaki Mason. Mason pun langsung mengambil kaleng soda itu.
"Cody, dari siapa ini?" Tanya Mason kepada sosok yang sedang duduk di mobil, tetapi sosok itu tak lagi ada disana.
"Cody?"
Srett! Kedua kaki Mason langsung terikat oleh tali kawat baja.
"Cody! Ini tidak lucu!"
Brummm!!! Mobil itu langsung melaju dengan cepat. Tali kawat baja itu ternyata juga terikat dengan mobil ford mustang tua sehingga Mason langsung terjatuh ke aspal dan terseret di aspal itu.
Mobil itu terus berputar mengelilingi sekolah disertai teriakan Mason yang terluka.
"Mason!" Teriak Victor dari jendela kelas.
"Sial! Aku akan turun!"
"Kau mau bunuh diri?" Tanya Jayden
"Jika tak ada yang menghentikannya, dia akan mati!" Bentak Victor
"Bagaimana kau menghentikannya? Mobil itu tak akan berhenti sampai Mason mati! Dan yang kedua, kita sama sekali tidak membawa senjata apapun!" Balas Jayden
"Aku sudah cek semuanya, tidak ada jalan keluar. Sekolah ini terkunci." Kata Michael
"Satu-satunya jalan keluar dari sini adalah lewat jendela, itupun terlalu beresiko. Kita tidak bisa keluar darisini. Kita hanya bisa tetap bersama untuk saat ini." Kata Hayden
"Anggota Blood Angels berada di kelas ini." Kata Michael
Seketika itu Victor menatap anggotanya satu per satu.
"Sial! Carlos hilang!"
"Sssttttt!!! Kalian semua diam!" Kata Michael sambil menutup mulut Victor
"Kalian dengar itu?" Seketika itu suasana menjadi lumayan hening. Dan terdengarlah teriakan remaja aki-laki.
"I-itu Carlos!" Ucap Brandon dan Cameron secara bersamaan.
Mereka semua langsung berpencar mencari suara itu berasal, dan akhirnya Michael, Victor, Jayden, dan Laura mendengar suara teriakan itu semakin jelas dari arah ruang basket. Victor langsung mendobrak pintu itu, tetapi hasilnya nihil. Pintu itu terkunci dari dalam, sedangkan Michael pergi ke arah pintu yang lain tapi pintu itu tergembok.
"Jayden! Cepat ambilkan pemadam api!" Teriak Michael sambil mencoba membantu Victor mendobrak pintu itu.
"Mike! Hentikan! Suara itu sudah berhenti sejak tadi!" Kata Laura
"Apa?!"
"Dia tidak mungkin mati, kan?" Kata Victor
Tak lama kemudian Jayden kembali sambil menyerahkan pemadam api kepada Michael.
Victor dengan cepat mengambil pemadam itu dan memukulkannya ke gembok yang terkunci itu berkali-kali sampai gembok itu hancur, dan menendang pintu itu sampai terbuka. Betapa terkejutnya mereka bahwa kepala Carlos digantung tepat di bawah ring bola basket, sedangkan tubuhnya terikat di tiang bola basketnya dengan berbagai tusukan dan sayatan pisau di seluruh tubuhnya.
"Sialan!" Umpat Victor sambil membanting alat pemadam apinya.
"Kita harus mencari yang lain. Kita harus tetap bersama." Kata Jayden
"Mungkin aku tahu sesuatu." Ucap Michael dan Victor secara bersamaan.
"Kita harus tetap bersama terlebih dahulu. Lalu kita akan mendengar teori kalian." Kata Laura.
Mereka pun segera keluar dari ruangan lapangan basket dan segera bertemu dengan yang lain.
"Kalian menemukan Carlos?" Tanya Richard dan Ethan secara bersamaan.
"Dimana Ezra?!" Kata Scott panik
"D-dia kabur lewat jendela. Dia bilang dia tak mau mati, dan peduli setan dengan peraturan tidak boleh keluar dari sekolah." Kata Ethan
"Perhatikan kelompok kalian dengan benar!" Bentak Victor
"Kita semua akan mati, dibunuh satu per satu!" Kata Austin
"Aku akan kabur lewat jendela juga." Kata Scott sambil menuju jendela kelas.
BUG!
Scott langsung terkejut di hadapannya ada mayat Mason yang kini wajah dan tubuhnya sudah hancur karena terseret di aspal.
Di bajunya ada kertas bertuliskan "Jika kau bisa menebak siapa yang mati berikutnya, cobalah selamatkan dia jika kalian tidak takut mati."
"Sial! Jika menurut teoriku benar. Mereka dibunuh berdasarkan urutan kelompok terakhir yang masuk ke dalam The King's Blade, yang tak lain adalah kelompok Victor. Orang yang terakhir masuk kelompok Victor adalah Cody, dan dia adalah orang pertama yang dibunuh. Lalu setelah itu Mason, kemudian Carlos, dan setelah itu Ethan. Kemudian target selanjutnya adalah Ezra, Richard, dan yang terakhir adalah Victor. Orang itu membunuh berdasarkan kelompok terakhir." Kata Michael
"Sial! Berikutnya aku yang mati?!" Pekik Ethan
"Aku tidak mau mati!"
"Lalu bagaimana dengan teorimu, Victor? Apakah teorimu sama dengan Michael?" Tanya Jayden
"Aku menemukan bagaimana cara mereka mati. Mereka mati berdasarkan cara membully mereka dan hobby mereka. Cody sangat gemar membeli minuman dan makanan lewat vending machine karena itu lengannya bisa berada disana. Lalu cara dia mati adalah terkunci di dalam loker dengan keadaan dipotong-potong, Cody sangat gemar membully anak-anak disini dengan mengunci mereka di dalam loker. Lalu Mason sangat menyukai mobil dan dia sangat gemar membully anak dengan mengikat kaki anak yang diganggunya dengan terbalik, itu sebabnya kita menemukan mayat Mason di gantung tepat di kaca kelas. Setelah itu Carlos... dia sangat suka bermain bola basket, dia adalah kapten dari tim basket sekolah kita. Dan ketika dia bermain basket dia pasti akan menyempat-nyempatkan diri untuk melemparkan bola basket ke kepala anak-anak yang diganggunya. Terkadang ketika ruangan lapangan basket itu sepi, dia akan mengunci anak-anak yang akan dihajarnya sampai habis disana, karena itu kita meemukannya mati di lapangan bola basket. Setelah itu Ezra, dia sangat gemar bermain football jadi dia lari lewat jendela, dan kemungkinan menuju lapangan football untuk mengambil senjata yang Ia sembunyikan disana. Tetapi kemungkinan Ia berada di kamar mandi, karena Ia suka membully anak-anak di kamar mandi." Kata Victor
"Kalau begitu apa lagi yang kita tunggu! Cepat ke kamar mandi!"
"Tapi kita harus berpencar. Karena tidak hanya ada satu kamar mandi disini." Kata Richard
"Baiklah, kita akan bagi kelompok dengan cepat. Kelompok pertama adalah Aku, Michael, Laura, dan Jayden. Lalu kelompok kedua berikutnya adalah Ethan, Richard, dan Austin. Kelompok terakhir adalah si kembar Cameron dan Brandon, ditambah Harvey serta Scott." Kata Victor sambil langsung bergegas pergi mencari Ezra.
Setelah sekian lama mencari, tanpa disadari matahari mulai terbenam, hari mulai gelap dan mereka masih belum menemukan Ezra. Ketika Laura berlari, Ia sekilas melihat sesuatu terseret dengan cepat dari lapangan football. Laura pun memberhentikan langkahnya dan melihat ke kaca di dekat tangga untuk melihat apakah ada sesuatu di lapangan football tersebut atau tidak.
"Jangan berpencar!" Kata Michael sambil menghampiri Laura karena sadar Laura tidak bersamanya.
"Ada darah di seluruh lapangannya." Kata Laura pelan.
"Apa?" Tanya Michael tak percaya sambil melihat ke arah lapangan football. Ternyata Laura benar, lapangan yang harusnya berwarna hijau kini beberapa bagian menjadi merah.
"Apa yang kalian tunggu?" Tanya Victor yang bersama dengan Jayden sambil menghampiri Michael dan Laura.
"Kita harus pergi ke kamar mandi dekat lapangan football. Secara harfiah, kita masih tidak keluar dari sekolah. Ada lorong yang masih meghubungkan kita untuk pergi ke sana." Kata Michael sambil bergegas menuruni tangga, yang akhirnya diikuti oleh ketiga temannya itu.
Sementara itu Ethan yang berada di kamar mandi dengan berlumur darahnya masih saja berteriak kesakitan dan masih saja diseret sampai ke salah satu pintu kamar mandi. Kedua tangannya terikat, sementara kakinya terikat dengan sebuah tali yang berpusat pada salah satu lubang di langit langit kamar mandi disana. Ia ditarik sampai tergantung terbalik sampai berada di atas langit-langit kamar mandi itu.
Di waktu yang sama Ethan bersikeras pergi ke ruangan baseball ditemani oleh Austin untuk mengambil tongkat pemukul untuk menjaga diri, sedangkan Richard menolak dan memilih untuk menunggu di luar dengan alasan jika dia masuk ke tempat baseball, maka dirinya juga ikut celaka. Karena Ethan sangat menyukai baseball, dan Ia menjadi tim baseball sekolah maka Richard berfikir bahwa dia akan mati di ruangan baseball itu.
"Apa kau sudah menemukan tongkatnya? Kita harus cepat pergi darisini." Kata Austin
"Sudah." Kata Ethan sambil melemparkan tas hitam ke arah Austin. Austin pun dengan cepat menangkapnya.
Ketika Austin baru saja melangkahkan kaki keluar dari ruangan. Ethan langsung terjatuh, sehingga hal itu membuat Austin menoleh ke arahnya . Dalam sekejap Ethan langsung terseret dengan cepat. Austin pun langsung melemparkan tas hitam itu keluar, dan bergegas mengejar Ethan
Malam pun sudah tiba, sementara itu Richard masih bersembunyi di balik tembok. Kemudian Ia langsung mengintip untuk melihat keadaan.

Tiba-tiba cakar hitam besar itu langsung mencekiknya dan menyeretnya pergi menuju kegelapan.
Austin yang saat ini telah kehilangan jejak Ethan, dan hanya mengejar Ethan berdasarkan suara teriakannya saja. Kini Ia telah berhenti di area kolam renang, karena Ia sudah tidak lagi mendengar teriakan Ethan. Dan kolam renang ini adalah tempat teriakan terakhir Ethan.
"Ethan?" Tanya Austin sambil berjalan mendekati kolam renang yang tidak terisi air itu.
Brakkk!!
Austin langsung terjatuh ke dalam kolam renang yang tidak berisi air itu, namun Ia pingsan karena kepalanya menghantam dinding kolam renang. Setelah itu bagian atas kolam renang itu langsung tertutup sehingga bisa dikatakan saat ini taka da jalan keluar bagi Austin. Tak lama kemudian, air sedikit, demi sedikit keluar untuk memenuhi area kolam renang itu.
Disaat yang sama pintu kamar mandi telah didobrak berkali-kali dari luar.
Brakkk!
Pintu kamar mandi pun berhasil dibuka oleh Michael dan Victor. Mereka akhirnya mendapatkan Ezra yang masih saja menjerit dan telah digantung terbalik di atas.
"Ezra!"
Mereka terlambat, Tali Ezra dipotong dari atas sehingga kepala Ezra menghantam lantai kamar mandi hingga darah keluar dari kepalanya dengan sangat banyak.
"Dia dibunuh, tepat di depan kita. Dan berikutnya adalah Ethan." Kata Jayden dengan wajah yang pucat.
"Kita harus mencari mereka."
Bzzzttt!
Televisi di luar kamar mandi dan di seluruh sekolah pun terbuka, dan menampilkan tubuh Ethan sudah terbakar di dalam oven pemanggang kue di kantin sekolah. Dan di dalam pemanggang oven itu ada tulisan. "Kalian terlambat."
Ketika mereka keluar, mereka menemukan tas hitam tergeletak dari ruangan baseball.
"Mati karena dipanggang?" Tanya Victor kepada dirinya sendiri.
"Ethan suka membully anak dengan membakar tangan anak-anak yang diganggunya.
"Jeez! Apa ini menjadi hukuman neraka?!" Kata Jayden sambil mengacak-acak rambut pirangnya.
"Austin hilang." Ucap Jayden
"Tidak ada waktu untuk mencari Austin! Cepat pikirkan hobby dan cara membully Richard!" Kata Michael kepada Victor
"Hobbynya bersembunyi setelah itu Ia langsung keluar dari tempat persembunyiannya dan menarik anak-anak yang dibullynya ke dalam hutan. Dia juga suka menyakiti beberapa anak dengan pisau." Kata Victor.
"Tapi kita tidak boleh keluar. Dan Richard juga pasti terbunuh di dalam sekolah seperti yang lainnya." Kata Jayden
"Rumah kaca sekolah!" Kata Michael sambil bergegas pergi ke sana.
Tak lama kemudian mereka menemukan rumah kaca di sekolah.
"Sial! Baterai ponselku habis!" Kata Victor
"Punyaku juga habis." Ucap Laura dan Michael secara bersamaan.
"Apa tidak ada yang punya senter?" Tanya Michael
Brakkk!!! Prang!!! Prang!!! Prang!!!
Suara pecahan pot di dalam rumah kaca terdengar jelas di telinga mereka
"Gunakan ponselku dan nyalakan flashlight di ponselku. Dari tadi ponselku sama sekali tak gunakan." Kata Jayden sambil menelan salivanya, beserta memberikan ponselnya kepada Victor. Seketika itu Victor langsung mengambil ponsel Jayden dan membuka pintu rumah kaca di depan mereka. Rumah kaca itu sangat gelap dan disana ada bayangan sosok sedang berdiri di pojok rumah kaca. Victor langsung mengarahkan cahaya dari ponsel yang Ia pegang ke arah sosok itu, dan nampaklah Richard sedang berdiri dengan mengarahkan pistol di dagunya. Wajah dan tubuh Richard sangat mengerikan terlihat ada beberapa tusukan dengan darah yang masih mengalir dari sana. Richard sama sekali tidak punya mata seperti ada yang menongkel keluar bola matanya.
"Richard, serahkan pistolnya kepadaku. Kau tahu kau tak bisa melihatku, tapi kau bisa mendengarku. Serahkan pistolnya Richard." Kata Victor sambil mendekati Richard diam-diam.
"Hahahahaha! Kalian semua akan mati!"
DOR!
Seketika itu darah langsung muncrat mengenai wajah Victor dan bersamaan tubuh Richard tergeletak.
"D-dia seakan-akan dihipnotis, seperti ada yang mengendalikan pikirannya. Tidak mungkin manusia melakukan semua ini, kan?" Tanya Jayden
"Target selanjutnya adalah aku." Ucap Victor yang langsung terduduk di bawah.
Cameron, Brandon, Scott, dan Harvey baru saja sampai di depan pintu rumah kaca dengan panik, dan makin terkejutlah mereka ketika melihat mayat Richard dengan darah yang berlumur di rumah kaca.
"Dimana Austin?" Tanya Michael yang sudah putus asa.
"D-dia terkunci di kolam renang. Kami tiba bisa mengeluarkannya. Air kolam renangnya saat ini sudah terisi setengah. Beberapa menit lagi Austin akan mati." Kata Harvey dengan wajah pucat.
"Lalu jika Austin akan mati, kenapa Victor tidak mati?" Tanya Scott
"Itu karena kemungkinan saat Ethan pergi ke ruangan baseball, Austin ikut bersamanya. Ingat bagian tulisan, Cobalah selamatkan dia jika kalian tidak takut mati?" Kata Michael
"Karena ingin menyelamatkan Ethan, Austin juga akan terbunuh. Tapi tetap saja, setelah Austin mati. Aku berikutnya yang akan mati." Kata Victor
"Bagaimana dengan siswa lain?" Tanya Laura
"Mereka semua berkumpul di kelas masing-masing, dan tak ada yang mati kecuali kelompok Victor." Kata Harvey
"Menurutmu, siapa pelakunya?" Tanya Cameron
"Draco?" Tebak Brandon
"Dia tidak mungkin melakukan itu karena sibuk menjadi kaisar di Cycrotonictus. Dan Draco adalah mafia peringkat utama, dia tak mungkin melakukan pembunuhan dengan mengulur waktu sampai berjam-jam dan dia juga tak mungkin mengotori nama baik kepala mafianya. Jika dia membunuh orang, dia akan membunuh orang tersebut di tempat sepi. Jika, dia membunuhnya di keramaian, maka dia akan langsung membunuh semua orang yang melihatnya disana dengan cepat." Jelas Michael
"Apakah mungkin Fenton? Kalian ingat sepupu Draco yang diduga membunuh sahabatnya sendiri?" Tanya Victor
"Ya, aku dengar beritanya, tapi saat ini dia kan sedang ditahan di kantor kepolisian? Dia akan dibebaskan jika para polisi sudah menemukan bukti." Kata Jayden
***
Draco akhirnya pulang ke mansion dengan wajah lelah, namun Ia sudah melihat paman Sebastian sedang duduk di depan pintu utama dengan berfikir keras. Tapi ketika mlihat Draco datang, pamannya langsung menyapanya.
"Hei, Drac. Selamat atas tahta barunya. Maaf paman tidak bisa hadir ke penobatanmu karena paman harus mengurus sesuatu. Bagaimana dengan keadaan Leonidas?"
"Midas menang saat bertarung melawan Daxollios. Paman baik-baik saja?" Tanya Draco
"Fenton diduga telah membunuh sahabatnya di sekolah, dan dia menyangkal keras kepada polisi bahwa dia bukan pelakunya, aku hampir saja mempercayainya sampai aku menemukan pisau hitam di sakunya." Kata Sebastian
"Memangnya apa yang salah dengan pisau itu?" Tanya Draco
"Saat itu adalah hari ulang tahun ayahmu yang ke 17, pagi itu paman menemukan ada jalan rahasia di bawah mansion ini dan menuju pada kotak kayu. Di dalam kotak kayu itu paman menemukan pisau hitam itu, saat itu paman masih anak-anak dank arena penasaran, paman akhirnya mengambil pisau hitam itu dan menyimpannya. Setelah itu paman memaksa ayahmu untuk bermain baseball di bukit, awalnya ayahmu menolak tetapi lama-lama Ia mau juga, tetapi bola yang kupukul malah melesat jauh dan terjatuh di dalam danau kematian. Kakekku pernah bilang pada kami bahwa kita harus menjauhi danau itu karena di dalam danau itu terdapat buaya besar yang akan memasangsa siapapun yang kesana. Ayahmu menganggap remeh ucapan kakek, dan ayahmu juga tidak percaya dengan adanya buaya itu. Jadi dia bersikeras untuk masuk ke sana, jadi aku memberikan pisau hitam itu kepada ayahmu untuk berjaga-jaga. Tak lama kemudian ayahmu kembali dengan melemparkan bola kepadaku sambil berkata "Lihat, tidak ada buaya kan? Ayah hanya menakut-nakuti kita!"
"Lalu apa yang terjadi setelah itu?" Tanya Draco
"Buaya itu datang dan menyerang ayahmu dari belakang, kemudian membawanya ke dasar danau. Aku sangat panik dan khawatir, jadi aku hanya bisa mencari ayahmu dari atas jembatan karena aku tak berani turun ke dekat danau. Beberapa menit pun berlalu, ayahmu berhasil berenang ke tepi kembali dengan beberapa luka dan darah di tubuhnya. Ayahmu bergulat dengan buaya dan berhasil membunuh buaya itu dengan pisau hitam yang aku berikan. Aku pun menghampiri ayahmu dengan panik. Tapi tak lama kemudian seorang penyihir muncul dan menyerang kami. Dia bilang buaya itu adalah sarana untuk menampung jiwa-jiwa jahat dan kami malah membunuhnya. Dia pun marah dan menanyakan kepada kami di mana jiwa-jiwa itu. Kami berdua sama sekali tidak tahu dengan apa yang dia maksud karena usia kami masih sangat muda. Yang aku ingat adalah aku diserang olehnya sampai menghantam pohon dengan amat keras hingga tulang lenganku patah. Dan saat ayahmu ingin dibunuh olehnya aku tidak sengaja mengeluarkan petir dari langit dan menyambar penyihir itu, setelah itu ayahmu menusuk penyihir itu dengan pisau hitam yang kuberikan, dan ayahmu mengeluarkan api untuk membakar penyihir itu."
"Kami pulang ke rumah, kakekmu marah besar kepada kami seolah-olah dia tahu apa yang sudah kami perbuat tanpa kami perlu memberitahunya. Kakekmu langsung merampas pisau hitam itu dan menyembunyikannya. Yang kuingat kakekmu berkata bahwa jiwa-jiwa jahat itu berpindah kepada pisau itu, dan pisau itu bisa melukai orang yang lebih kuat dari manusia. Dengan kata lain pisau itu bisa melukai bangsawan dan menghambatnya untuk menyembuhkan diri. Ditambah lagi pisau itu kini menampung jiwa jahat, dan siapapun yang ditusuk sampai mati oleh pisau itu, maka jiwanya akan terperangkap disana bersama jiwa-jiwa jahat. Lalu aku menerima kabar dari kepolisian bahwa semuanya orang di kantor kepolisian mati terbunuh, dan Fenton menghilang." Kata Sebastian
Deg!
"Sial! Itu artinya dia sudah mendapatkan kekuatannya dan saat ini dia sedang tertelan oleh kekuatannya, ditambah lagi... pengaruh pisau itu. Dari mana dia dapat pisau itu?" Tanya Draco
"Paman tidak tahu."
"Sudah jelas pengaruh Collins. Ingat saat aku bilang kepadamu saat kita masih menjadi buronan dan aku sedang mencari Robert? Aku menemukan sepupumu sedang berbicara dengan orang yang mencurigakan." Kata Luke yang kini sedang berdiri di samping Sebastian.
Draco langsung berfikir sejenak, setelah itu dia memejamkan matanya.
"Fenton... dimana kau?" Kata Draco yang masih memejamkan matanya.
Sekilas Draco melihat tempat gelap berlumuran darah, kemudian Ia sekilas melihat lorong sekolahnya, dan melihat apa yang sudah dilakukan adik sepupunya itu, setelah itu Ia melihat Victor sedang berteriak kesakitan terkena tegangan listrik yang dikeluarkan oleh bayangan hitam itu, Ia juga sekilas melihat wajah teman-temannya yang panik mencari cara untuk menyelamatkan Victor. Draco pun langsung membuka matanya.
"Dia berada di sekolah, melakukan pembunuhan kepada kelompok Victor. Paman, tolong minta bantu Razel untuk mengatasi masalah ini. Terlalu banyak saksi pembunuhan. James bisa dituduh lagi atas kejahatan yang Ia tidak lakukan. Mereka harus melupakan kejadian ini." Kata Draco sambil menghilang pergi menyisakan asap.
"ARRGGGHHHH!"
Victor terus berteriak karena tegangan listrik yang terus-terusan mengalirinya.
DUAR!!!
Draco muncul dengan mengeluarkan ledakan fotonnya untuk menyerang Fenton.
"Baru saja kutinggal beberapa hari. Aku sampai lupa tentang Luke yang bicara tentang sepupuku yang mencurigakan. Seharusnya aku tidak menganggap ucapan Luke sembarangan." Kata Draco sambil menggerakkan tangannya di dekat Victor dan seketika itu luka Victor pulih.
Fenton langsung bangkit dan menyerang Draco tetapi dengan cepat Draco menangkisnya.
"Fenton, kau tak perlu melakukan ini. Seharusnya aku tak menceritakannya kepadamu soal mereka yang menghajarku. Kau melakukan ini Karena aku menceritakan tentang mereka kepadamu, kan?" Kata Draco sambil mengeluarkan bayangan hitam yang mengikat Fenton yang berwujud bayangan itu hingga tidak bisa bergerak.
"Aku tahu mereka jahat, tapi tak semua dari mereka jahat. Victor, sama sekali tidak melakukan kesalahan padaku. Aku mengerti kau ingin menjadi pahlawan saat ini, tapi di mata mereka kau menjadi musuh, dan monster bagi mereka." Kata Draco sambil berjalan mendekati Fenton.
"Kau benar, aku kesakitan di dalam. Tapi bukan berarti aku harus membunuh orang yang menyakitiku. Aku tahu rasanya membunuh, kau bukannya menjadi tak bersalah dalam sekali membunuh, tetapi kau menginginkannya lagi dan lagi sampai akhirnya kau juga kelepasan membunuh orang yang tidak bersalah. Benar-benar ciri khas keluarga Kingstone. Keluarga kita sudah diambang kehancuran, jangan membuatnya makin hancur." Kata Draco sambil menyerap seluruh bayangan kegelapan yang berada di tubuh Fenton, hingga adik sepupunya itu menjadi manusia normal. Ia pun dengan cepat membuat adik sepupunya menghilang dan meneleportkannya ke mansion Kingstone.
"Bagaimana dia bisa menjadi seperti itu?" Tanya Michael
"Collins melakukannya untuk menimbulkan perpecahan lain lagi diantara kita. Dia juga ingin mencemarkan nama baik James. Dialah pemilik sekolahan ini dan belum lama Ia bebas dari hukum. Collins ingin orang-orang mencurigainya lagi." Kata Draco
"Baiklah itu menjelaskan." Ucap Victor dengan ekspresi datar.
"Kau tidak marah ataupun berduka?" Tanya Laura kepada Victor.
Bagus... dia bertindak seperti dia tidak melihatku, baiklah kami akan berpura-pura saling tidak melihat satu sama lain. Batin Draco
"Menangis ataupun marah pun tak akan membuat mereka kembali hidup. Jadi untuk apa?" Tanya Victor
"Bagaimana denganmu, Mike?"
"Kita harus membubarkannya agar kejadian seperti ini tidak terulang lagi." Potong Victor
"Apa?!" Pekik Brandon dan Cameron Kenward
"Ini yang terbaik." Ucap Michael
Draco pun langsung melangkah pergi.
"Hei Drac!" Panggil Victor
Draco pun memberhentikan langkahnya dan menoleh ke arah Victor.
"Terimakasih." Ucap Victor
Draco pun membalasnya dengan anggukan, setelah itu Ia melanjutkan langkahnya.
***
Draco baru saja muncul di dekat pintu kamar hotel Razel dan menemukan Ivy terbaring di atas ranjang dan Razel baru saja naik diatas Ivy.
Draco langsung berdehem sebelum Razel melepas jasnya.
"Sial!" Umpat Razel sambil langsung bangkit sambil merapikan jasnya begitu pula dengan Ivy yang merapikan pakaiannya.
"Apa yang kau lakukan disini?" Tanya Razel
"Tenang saja Razerus aku akan pura-pura buta melihat hal tadi. Aku butuh bicara dengan Ivy Hunt. Aku hanya ingin bilang anggota The Black Cobra sedang menunggu ketuanya di lobby. Lebih baik aku yang ke sini daripada salah stau dari mereka, kan?" Kata Draco dengan sedikit senyuman miring.
Ivy pun dengan cepat pergi dari kamar itu dan segera menuju ke lift.
"Tidak, ada alasan lain kau lebih memilih disini daripada bersama mereka, kan?" Tanya Razel sambil menyeringai kepada Draco
Draco berdehem lagi.
"Aku hanya tidak nyaman berada di dekat gadis." Ucap Draco
"Benarkah? Bagaimana dengan gadis bernama Laura?" Tanya Razel sambil tertawa tidak percaya.
Draco langsung menghembuskan nafas panjang.
"Ini bukan soal Laura, gadis itu malah menganggapku tidak ada dari tadi. Tapi yang membuatku tidak nyaman adalah ketika mereka menatapku. Terutama gadis bernama Cassie Alexxandra yang pernah kuselamatkan dari The Black Hawk mungkin sekitar setahun yang lalu. Gadis itu tak berhenti menatapku dan menanyakan sesuau pertanyaan kepadaku." Jelas Draco sambil langsung duduk di ranjang hotel itu.
"Mungkin Cassie suka padamu. Wanita memang rumit." Kata Razel sambil tertawa.
"Tidak mungkin dia suka padaku hanya karena aku menyelamatkannya, kan? Maksudku Charlie juga menyelamatkannya juga. Kenapa dia tidak suka kepada Charlie saja?" Kata Draco
"Dia tidak mungkin menyukai Charlie karena dia terlalu tua untuknya, maksudku Charlie berusia 25 tahun. Ditambah lagi Charlie sudah memiliki pacar. Yang pasti gadis sepertinya akan menyukai anak seumurmu." Kata Razel sambil menuangkan botol vodka ke gelas kecil.
"Uggghh... Perempuan memang memiliki selera yang aneh." Kata Draco sambil menjatuhkan kepalanya di kasur itu.
"Vodka?" Tawar Razel sambil memberikan gelas kecil itu kepada Draco.
"Berikan aku sebotol." Ucap Draco yang sedikit membuat Razel menaikkan alisnya.
"Aku sudah minum itu sejak usiaku 13." Kata Draco
Waktupun berlalu.
Jayden dan Harvey masih saja duduk di bagian ruang tunggu di bandara. Namun, tiba-tiba bandara itu mereka berubah menjadi bagian lorong berpagar, dan di luar pagar terdapat taman indah yang sepi. Dan lantas membuat mereka terkejut.
Kalian sungguh akan pergi sendirian? Aku kira kalian bersama Carolyn?" Tanya Draco yang tiba-tiba muncul di depan mereka.
"Carolyn akan menyusul kami nanti." Kata Harvey
"Dengar, aku mungkin tak terlalu mengenal kalian. Soal kejadian kemarin,, aku sangat minta maaf. Ini seharusnya tidak terjadi jika aku menjaga sepupuku dengan baik. Terutama aku minta maaf atas kematian Austin. Lalu... aku hanya ingin bilang jaga diri kalian baik-baik." Kata Draco
"Tidak apa-apa, kami mengerti. Kau yang lebih memiliki banyak musuh yang seharusnya lebih hati-hati. Aku harap kau memenangkan perangnya. Terimakasih sudah menyelamatkan kami, Drac." Kata Jayden sambil tersenyum.

Draco langsung menghilang bersamaan dengan sekitar mereka yang berubah menjadi duduk di salah satu bangku yang berada di pesawat yang sudah lepas landas.
Sementara itu Brandon dan Cameron duduk di salah satu bangku dengan satu tas hitam yang Ia bawa sambil menunggu Scott datang dari kejauhan.
"Apa yang kalian tunggu?" Tanya Draco kepada Brandon
"Scott." Jawab mereka bersamaan.
"Bagaimana kau bisa muncul begitu saja dengan asap di sekitarmu?" Tanya Scott yang baru saja datang dengan membawa kopernya.
"Aku hanya membayangkan wajah kalian dan berkonsentrasi untuk mengetahui kalian berada. Jaga diri kalian baik-baik." Kata Draco
Draco langsung menghilang sambil mengubah sekitar mereka menjadi berada di dalam kereta rel listrik yang sudah melaju. Brandon dan Cameron yang tadinya duduk di bangku berubah menjadi duduk di bangku kereta listrik. Sedangkan Scott yang tadinya berdiri di dekat Draco berubah menjadi berdiri di dekat Brandon dan Cameron.
Disaat bersamaan Michael sedang duduk di bangku taman sekolah sendirian sambil melamun.
"Hei Mike, bagaimana keadaanmu?" Tanya Laura sambil duduk di samping Michael dengan ekspresi sedih yang Ia sembunyikan.
"Aku dan Victor membubarkan kelompok masing-masing, menurutku kami itu yang terbaik. Kita semua akan berpisah, untuk kebaikan masing-masing. Mereka semua pindah ke sekolah yang berbeda. Hidup sebagai anak SMA biasa. Dan bersenang-senang, layaknya anak alin. Aku dan Felix memutuskan untuk tetap bersama, meski kami tidak tahu apakah akan pindah sekolah atau tidak. Bagaimana denganmu? Aku dengar The Black Cobra memutuskan untuk berbuat hal yang sama? Kelompokku memutuskan untuk pindah dengan beberapa kelompokmu seperti, Harvey dan Jayden akan pindah bersama Carolyn Joyce. Saudari kembar Harvey, memutuskan untuk pindah dan tinggal bersama dengan Kenneth Changretta. Lalu Casey Alexxandra memutuskan untuk pergi bersama Madelyn Chevelle dan Rebecca Shirley. Sedangkan, Cameron dan Brandon Kenward si kembar itu juga akan pindah bersama Scott. Bagaimana dengan ketuamu, Ivy Hunt?"
"Dia bilang dia akan tinggal bersama Razel Columbus."
"Dia saat ini jadian dengan pangeran dari dunia kematian itu?" Tanya Michael
"Yah begitulah, Ivy bilang cintanya rumit." Ucap Laura
"Kau akan tinggal bersama siapa? Apakah kau akan menetap disini?" Tanya Michael
"Entahlah, aku tidak tahu. Mungkin aku dan ayahku akan tinggal bersama dengan Ashline, Kenneth. Tapi Kenneth akan selalu bersama ayahnya, itu berarti jika ayah Kenneth tidak keberatan dengan adanya ayahku." Kata Laura
"Aku mengenalmu Laura, mungkin aku tidak terlalu mengenalmu, tetapi aku tahu kau dari tadi menahann untuk tidak menangis. Aku juga menebak, kau menahannya saat bersama ayahmu kan? Lebih baik dikeluarkan daripada ditahan."
Air mata Laura pun langsung keluar membasahi pipinya. Sedangkan Michael langsung memeluk Laura.
"Soal Draco ya? Kurasa dia hanya tak ingin kau terkena dampak buruk karena dekat dengannya. Mungkin dia takut kau terluka. Akhir-akhir ini kulihat hidupnya kacau tanpamu, aku dan Felix pun hanya bisa membiarkan melakukan apa yang dia mau karena dia saat ini merasa bukan dirinya." Kata Michael
"Itu bukan urusanku, Mike! Dia tak pernah menghargai apa yang aku lakukan! Aku terlalu mencintainya. Kenapa aku mencintai seseorang yang bahkan tak mencintai kita? Bahkan kita rela melakukan apapun terhadap orang itu, tetapi orang yang kita cintai sama sekali tidak peduli? Dia malah menganggap semua yang aku lakukan untuk nya tidak ada apa-appanya bagi dirinya. Dia juga malah menjadi sangat dingin, terhadap semuanya." Kata Laura
"Terlalu banyak penderitaan dan masalah yang Ia alami. Beri dia waktu." Kata Michael
"Bukan hanya dia satu-satunya orang yang menderita saat ini."
"Memang hanya bukan Draco yang menderita, kita semua juga. Tetapi penderitaan Dracolah yang paling berat, dia mengemban banyak tanggung jawab, dan banyak masalah lain yang Ia coba untuk tidak pedulikan... Dengar,untuk apa dia membunuh Richard Craig, jika bukan untukmu huh?!"
"Aku tidak tahu, Mike! Mungkin dia bisa saja hanya ingin melakukannya karena Ia punya dendam oleh Richard Craig!"
"Yang benar saja! Jika itu karena dia dendam karena dibully oleh kelompok Richard, maka Draco sudah menghabisi satu kelompok itu termasuk Victor yang bahkan tak bersalah kepadanya! Dia adalah orang yang langsung menghabisi semuanya jika itu untuk dirinya." Kata Michael
"Jangan beri aku harapan, Mike!"
"Kalau begitu aku akan tinggal bersamamu, jika itu membuatmu merasa lebih baik. Felix juga kemungkinan ikut bersamaku, itu pun jika Lucas Changretta tak keberatan mempunyai tambahan lagi di rumahnya." Kata Michael sambil memeluk Laura
"Kalian benar-benar romantis. Selamat Laura kau sudah menemukan pengganti cintamu. Michael adalah pilihan yang tepat, dia memang baik. Jadi aku tak perlu repot-repot meladeni kebaikanmu yang didasari dengan cinta kepadaku. Akan kutunggu undangan kalian beberapa tahun lagi." Kata Draco sambil menyeringai.
"Aku membencimu Draco! Kau tak pernah merasakan apa yang aku rasakan! Hatimu sudah mati karena orang-orang itu. Apalagi yang kau harapkan darimu?"
"Tidak ada, kan? Baguslah! Karena aku tak perlu melihat wajahmu lagi disini. Selamat tinggal Laura." Kata Draco dengan wajah yang tak bersalah.
Seketika itu Laura yang menangis langsung pergi meninggalkan mereka berdua.
"Setega itukah sifatmu?" Tanya Michael dengan raut marah
"Aku melakukan apapun yang aku mau." Ucap Draco dengan wajah datarnya dan mengeluarkan bayangan hitam yang membentuk disekitar mereka dan mengelelingi mereka.
"Kenapa kau melakukan ini, Drac?"
"Karena semakin lama aku bersama dengannya, aku semakin sadar bahwa dia terlalu berharga. Dia terlalu berharga hingga aku tak sanggup jika aku kehilangannya. Dunia kami berbeda sekarang, aku bukanlah lagi mafia melainkan kaisar Cycrotonictus yang punya banyak masalah keluarga, Laura bukan lagi gangster melainkan anak SMA biasa yang tinggal dengan ayahnya. Saat Ia menjual jiwanya kepada Demos, aku sadar bahwa gadis sepertinya pantas mendapatkan yang lebih baik daripada aku. Tanpanya hidupku kacau. Mungkin setelah perang Cycrotonictus, aku akan pindah ke Malibu High School, masuk ke sekolah baru, berteman dengan teman-teman baru, menjadi mafia lagi untuk melupakannya. Kau tahu? Seperti menyuap semuanya seperti biasa? Balap liar, menyerang kelompok lainnya, mengurus penjualan narkoba dan minuman beralkohol, berpesta di club, sekaligus mabuk disana, menghabiskan waktu di bar." Kata Draco
"Kenapa kau harus menghancurkan hatinya terlebih dahulu? Bukankah kau bisa mengatakan ini kepadanya?" Tanya Michael
"Dia tak akan peduli, dia malah akan lebih ingin bersamaku. Jika Collins mengetahuinya, dia akan mati. Aku harus mengorbankan perasaanku, aku harus membiarkan Laura membenciku daripada aku harus kehilangannya. Jika aku kehilangan Laura, bisa-bisa aku melakukan hal yang lebih bodoh dari ayahku. Aku bahkan tidak tahu, hal buruk apalagi yang kulakukan jika aku kehilangannya. Aku melihat ayahku kehilangan orang yang dia sayangi mati, dia bahkan membenci saudaranya yang dimanipulasi oleh Collins karena itu. Menghancurkan hatinya adalah satu-satunya cara untuk membuatnya menjauh dariku untuk sementara. Jika dia menjauh dariku selamanya itu pun tak masalah, Itu malah bagus... Karena mungkin dia mendapatkan manusia lain yang lebih baik daripada kaisar bodoh ini, dia akan menghabiskan hidupnya dengan kebahagiaan, seperti memiliki keluarga dan menua bersama orang yang tepat. Dan aku hanya akan cukup mengawasinya dari jauh dan ikut bahagia jika dia bahagia. Dia adalah duniaku, meski aku tak bisa memilikinya." Kata Draco
"Drac... Segitu besarkah yang kau korbankan selama ini? Pertama masa kecilmu, kehidupan normalmu, membiarkan kebencian datang padamu, membiarkan kebahagiaanmu hilang, mengemban tanggung jawab yang tak pernah kau inginkan, memimpin peperangan yang kau bahkan tak inginkan, menghancurkan hati gadis yang selama ini kau cintai, jika aku jadi kau aku pasti akan bunuh diri karena tak tahan dengan semuanya. Tapi aku sangat bangga padamu kau masih mampu bertahan." Kata Michael
"Tidak juga, aku sudah mati sebelumnya dan aku selalu merasa ingin mati lagi dan lagi. Tapi jika aku mati, semuanya tambah menjadi kacau, mereka membutuhkanku." Ucap Draco
"Kau benar. Kau memang tak harus membuktikan cintamu kepadanya, tetapi cukup menjaganya tanpa sepengetahuannya. Kau sedikit berubah, waktu kita masih-anak-anak... kau masih memikirkan dirimu sendiri. Sekarang kau lebih mementingkan yang lainnya. Kau akan menjadi kaisar yang baik, Drac." Kata Michael sambil tersenyum
"Mike, sebelum kita berpisah... Aku ingin kau berjanji kepadaku untuk menjaganya."
"Aku berjanji, Drac. Tapi sungguh, aku tak pernah menyangka bahwa Draco Kingstone bisa jatuh cinta, hahahahaha." Kata Michael sambil merangkul Draco.
"Bajingan."
***
Semua pekerjaan kembali seperti semula. Robert sibuk membangun mobil dan senjata-senjata yang akan digunakan dalam misi.
John sibuk masuk ke dalam tempat-tempat yang punya koneksi-koneksi besar dan berbisnis disana untuk menyerang The Black Hawk.

James sibuk berkelahi dengan orang-orang yang punya urusan dengannya.

Lucas sibuk pergi ke tempat yang penuh dengan orang-orang berbahaya seperti dirinya dan membuat kesepakatan dengan mereka.

Ray sibuk merekrut para kriminal-kriminal baru yang berbahaya, dan bahkan merekrut musuhnya sendiri untuk memancing mereka agar membunuh para anggota The Black Hawk.

Thomas sibuk berkelahi dengan pasukan The Blach Hawk. Sedangkan Vincent meledakkan markas-markas The Black Hawk.
Sementara itu Luke masih mengatasi urusan anak-anak buahnya yang berkhianat. Dan sibuk membunuh para pendiri The Black Hawk.
Luke langsung mengambil minyak dan menuangkannya kepada orang yang digantung terbalik dari atas gedung sampai ke talinya
"Tidak! Tolong jangan bunuh aku! Aku sudah memberitahukan kepadamu lokasi mereka semua!"
Luke hanya menatap orang yang sedang tergantung itu.

Kemudian Ia menyalakan batang korek apinya dan mendekatkannya pada tali itu.

"Aku tidak berjanji kepadamu untuk tidak membunuhmu." Kata Luke dingin sambil meletakkan korek apinya ke tali yang mengikat orang tersebut. Seketika itu juga api langsung menjalar dan membakar tubuh orang tersebut.


Kemudian tali yang digunakan untuk menggantung orang itu langsung terputus karena terbakar dan bersamaan orang yang terbakar itu terjatuh dari gedung itu.


Setelah itu Luke langsung menghilang dan muncul ke dalam area parkiran yang sepi dan disana sekelompok orang sedang melakukan transaksi senjata. Mereka yang menyadari kedatangan Luke langsung menembaki Luke, tetapi peluru-peluru itu tidak mempan bagi Luke. Memang tubuhnya sudah berdarah dan menyisahkan lubang-lubang bekas peluru itu. Tetapi dengan cepat peluru yang masuk ke dalam tubuhnya itu langsung keluar dengan sendirinya dari tubuhnya, dan lukanya langsung pulih seketika.
"Kalian seharusnya meyerangku dengan bazooka." Kata Luke menyeringai sambil mengeluarkan kedua pistolnya dan dengan cepat menembaki kepala mereka. Dan dalam hitungan detik semua orang yang berada disana sudah mati dibunuh oleh Luke. Semua kepala mereka berlubang akibat tembakan Luke.
"Perhentian berikutnya dimulai." Kata Luke sambil meletakkan bom disana dan melangkah pergi sambil mengaktifkan bomnya.
DUAR!
Gedung parkiran itu meledak beserta bangunan itu runtuh.
"Wow, Robert... bommu adalah yang terbaik.
"Apakah tuan harus meledakkan gedung itu?" Tanya anak buahnya
"Tidak harus, tapi aku ingin membuktikan siapa yang berkuasa disini, ditambah lagi kalian tidak perlu membereskan mayat mereka, kan?" Kata Luke sambil menyeringai dan melanjutkan langkahnya.
"Jadi inikah pasukan kelompok The Black Hawk yang berada di London? Menyedihkan." Tanya Luke
Tangan kanannya bersama dengan anak buah yang lainnya langsung berlari masuk ke gedung untuk melindungi diri ketika melihat ada pasukan yang lainnya di atas gedung yang menembaki mereka.
Luke dan sisa anak buahnya yang masih belum sempat melarikan diri langsung dihujani tembakan. Tapi Luke masih berdiri disana dengan berlumuran darah.

"Kalian menyedihkan."
Para pasukan itu langsung menembakkan bazookanya ke arah Luke yang mengenainya dengan cepat.
"Dia sudah mati?" Tanya salah satu dari pasukan The Black Hawk ketika berhasil mengenai Luke sampai terhantam ke arah gedung, beserta tertimpa runtuhan gedung itu.
"Kalianlah yang mati berengsek!" Kata tangan kanannya sambil menembaki mereka dengan machinegun dari belakang sambil dibantu oleh anak buahnya yang masih hidup dengan menembakkan thompsonnya.
Setelah itu Luke langsung bangkit dari reruntuhan gedung sambil mengambil snipernya tanpa periskop bidik dan langsung menembaki semua musuhnya yang berada di gedung dengan cepat. Dalam hitungan detik pasukan yang berada di area itu langsung mati. Luke kini sudah pulij total dari lukanya dengan cepat, hanya saja darahnya masih melekat di jasnya.
"Aku butuh jas baru." Ucap Luke kepada tangannya sambil melemparkan snipernya.
"Siapkan mobilnya dan pergi ke perhentian berikutnya." Kata Luke lagi.
Waktupun berlalu dan mereka telah tiba di suatu ruangan tempat satu anggota utama The Black Hawk sudah disekap oleh anak buah Luke.
"Kami menyisakan anggota utamanya untuk anda, kami juga sudah menyuntikkannya cairan kuning itu kepadanya."

"Bagus, biarkan aku tangani yang satu ini." Kata Luke
Luke langsung mengeluarkan foto orang yang sudah dibunuhnya dengan cara dibakarnya tadi dari balik jasnya dan menunjukkan pada orang yang disekap oleh anak buah Luke di rumahnya sendiri itu.
"Kau mengenalnya bukan? Salah satu penghubung yang memiliki seluruh informasi beberapa anggota The Black Hawk? Aku memang sedikit kesulitan untuk mencarinya. Tapi pada akhirnya aku mendapatkannya berkat Ronnald Boston yang kini berpihak pada kami." Kata Luke sambil menyeringai.
"Tidak mungkin dia semudah itu mengatakan semuanya kepada orang yang seharusnya sudah mati sepertimu!"
"Masa? Dia kabur dengan mengkhianati orang-orang yang memiliki kelas diatasnya. Dan buktinya ia langsung buka mulutnya tuh? Ketika aku cabut beberapa giginya, memotong jarinya, lalu menggantungnya terbalik di atas gedung." Kata Luke
"Nostra Santino akan hancur! Dan masing masing dari kalian termasung penghianat Ronnald Boston akan mati!"
"Kau mau mengulur waktu agar ada yang menyelamatkanmu? Coba saja karena The Black Hawk yang akan hancur sekarang. Apa lagi yang kau harapkan? Kau berharap pada pria yang kugantung diatas gedung itu? Hahahahahahaha... jangan bodoh. Jika kau mau mencarinya dia sudah hangus terbakar dan mungkin tulangnya sudah hancur setelah jatuh dari ketiggian gedung itu. Sekarang kau mau menyusulnya?" Tanya Luke sambil menodongkan pistol ke kepalanya.

"Apa bedanya? Kau akan membunuhku meskipun aku mengatakan rencana Collins."
"Lebih baik aku membunuhmu dengan cepat karena itu tak akan terasa sakitnya karena jika aku membunuhmu perlahan rasa sakitnya akan sangat terasa. Seharusnya kau bersyukur aku telah membunuhnya setelah dia mengkhianatimu. Dan ditambah lagi aku sudah tahu kelemahan kalian para makhluk campuran yang dibuat oleh Arthur." Kata Arthur
"Tidak semuanya, kalian akan mati besok di tangan Collins, dan-
DOR! DOR! DOR! DOR!
Luke langsung menembaki kakinya sehingga orang itu langsung berteriak kesakitan.
"Jangan membuang waktuku. Cepat katakan jika kau tak mau bagian tubuhmu yang lainnya berlubang." Kata Luke
"Persetan denganmu!"
DOR! DOR! DOR! DOR! DOR!
Luke langsung menembaki bagian kakinya lagi, dan seketika orang itu makin menjerit.
Setelah itu Luke langsung membuang pistolnya dan mengeluarkan pisau dari balik jasnya dan menusuki tubuhnya.
"ARGGHHHHH!!!"
Jleb! Jleb! Jleb! Jleb! Jleb! Jleb! Jleb! Jleb! Jleb!
"Collins memiliki ribuan pasukan robot yang akan membunuh kalian! Tentara bayaran, orang-orang bayaran, hasil orang-orang yang dimanipulasi, dan makhluk campuran semuanya ada di dalam masing-masing tentara robot itu. Hanya itu yang kutahu!"
Deg!
"Berapa ribu pasukan robot?"
"Aku tidak tahu, hanya Arthur yang tahu!" Teriak orang itu.
"Tugasmu sudah selesai." Ucap Luke sambil mengambil pistolnya dan mengarahkan ke kepala orang yang sudah sekarat itu.
DOR!
Wajah Luke beserta jasnya langsung terciprat oleh darah musuhnya itu.
"Tuan Davis tadi menelfon dan menyuruh anda untuk datang ke salah satu kamar di apartement yang disewanya. Ini soal putera anda." Kata Tangan kanannya.
"Siapkan jasku yang lain." Kata Luke
Beberapa menit pun berlalu, Luke sudah sampai ke kamar apartement yang disewa oleh sepupunya untuk sementara itu, dan Ia menemukan tempat itu sudah berantakan dan sebagian perabotan hancur. Kemudian Ia menemukan Davis dengan bekas cakaran di wajah Davis.
"Kau baik-baik saja? Apa yang terjadi?" Tanya Luke


"Anakmu marah padaku karena kau tak kembali dan berubah menjadi makhluk campuran, lalu menyerangku. Tenang saja, puteramu sudah tertidur lelap di sofa. Tapi apa yang sebenarnya terjadi Luke? Bagaimana kau bisa hidup? Dan bagaimana kalian bisa lolos semudah itu dari hukum?" Tanya Davis
Luke langsung menghembuskan nafas panjang dan menjelaskan apa yang telah terjadi kepada sepupunya itu.
***
Draco baru saja membuka pintu kamar apartement pamannya dan menemukan pamannya sedang menegak whiskeynya berkali-kali.
"Paman baik-baik saja?" Tanya Draco
"Fisik paman baik-baik saja, tapi pikiran paman tidak. Bisa-bisanya paman lagi-lagi terjatuh ke dalam jebakan Collins lagi. Pertamanya aku tak bisa menjaga istriku dengan baik sehingga istriku mati di tangan Collins dan aku hampir kehilangan anak-anakku saat itu. Dan lucunya aku bilang kepada May bahwa aku akan melindunginya, namun ternyata aku judtru membunuhnya bersama Sam yang pernah menjagamu sejak kecil. Lalu aku membunuh kekasih Charles, stelah itu aku membunuh sahabat Charles. Aku sungguh-sungguh bodoh. Aku benar-benar minta maaf padanu karena sudah membunuh mereka. Mereka pasti juga berarti bagimu." Kata Steven seakan-akan tidak punya harapan lagi.

"Paman tidak sengaja melakukannya. Paman tidak perlu minta maaf. Ini bukan salah paman. Collins memang kuat, tetapi setidaknya paman bisa mengambil sesuatu dari pikirannya." Kata Draco
"Charles membenciku." Ucap Steven sambil meminum whiskeynya.
"Dia butuh waktu, dan itu bukan salah paman."
"Sedikit demi sedikit keluarga kita hancur... Bagaimana jika Charlie membunuh orang yang sangat kau cintai, meskipun itu tidak disengaja?" Tanya Seteven serius sambil menatap ke arah Draco
Draco langsung diam sejenak.
"Aku hanya ingin membuat paman merasa lebih baik. Tapi yang kutahu tidak ada keluarga dan orang yang sempurna. Paman benar, keluarga Kingstone hancur sejak awal. Aku tidak tahu, apakah bisa memperbaikinya atau tidak. Yang jelas pasti ada suatu cara untuk memperbaiki kerusakan itu. Di dalam keadaan terpuruk pun, milikilah sedikit harapan. Ketika kita sedang berdiri di tengah kegelapan dan tersesat, tapi dengan satu api lilin saja kita akan bisa bertahan."
"Aku tak bisa bertahan sendirian, Draco. Aku selalu saja diselamatkan. Jika aku sendirian, aku benar-benar tidak tahu apa yang terjadi pada nasibku dan anak anakku." Kata Steven
"Aku berjanji akan lebih sering di samping paman... agar paman tidak merasa sendirian lagi."