.
.
Selasa, 17 September 2019
Bel masuk sudah berbunyi sekitar 15 menit yang lalu, tapi guru yang mengajar belum juga datang. Layaknya kelas lain ketika tidak ada guru, begitu jugalah yang terjadi di kelas ini. Tentu saja mereka senang, pelajaran fisika yang membingungkan itu dapat mereka lewatkan untuk hari ini.
Aku bukan tipe murid baik yang rajin dan pintar, jadi tentu saja aku memanfaatkan waktu ini. Aku bermain kesana kemari, menjahili siapa saja yang aku lihat, dan tertawa. Salah satu hobiku adalah tertawa.
"Nada!"
Aku memberhentikan langkahku, kemudian menoleh kepada manusia yang memanggil namaku. Dia Angel.
"Apa?"
"Sini dong, gue malas kemana-mana" anak dajjal yang satu itu memang selalu merepotkan. Tapi aku tetap menurut. Aku duduk disampingnya
"Eh tau gak" Ucap Angel seraya memukul bahuku.
Dan disinilah cerita panjang akan terjadi. Aku dan Angel bercerita banyak hal, banyak hal lucu yang kami tertawakan bersama.
Asik bercerita, dua teman ku yang lain datang. Percayalah, mereka berdua adalah biang gosip yang tau apa saja yang terjadi dan informasi dari mereka cukup terpercaya.
"Kemarin gue sama Rita ketemu Revan di jalan" Ucap Via.
Biar kuceritakan sedikit. Via, Rita, Angel, Revan dan aku berasal dari SMP yang sama. Menurut rumor yang aku dengar Revan menyukai Via. Karena the power of gibah, aku mempercayainya. Dan dari apa yang Via ceritakan, aku simpulkan Revan betul-betul menyukai Via. Tapi aku tidak tau apakah Revan masih menyukai Via sampai sekarang atau tidak.
"Terus?" tanyaku. Jujur saja semenjak SMA, ketertarikanku terhadap kegiatan gibah semakin bertambah.
"Dia liatin gue terus, untung aja dia ngeliatinnya gak sampe jatuh"
"ohhh" ucapku, mataku jadi mencari-cari sosok Revan. Revan sedang bermain bola kasti dikelas dengan yang lainnya.
Ada sesuatu yang aku sadari, aku sedikit iri kepada Via. Aku ingin diperhatikan olehnya.
Aku tidak mendengarkan lagi kalimat-kalimat lainnya yang disampaikan oleh Via. Mataku kini sibuk memperhatikan mereka yang didepan, asik bermain kasti. Aku memperhatikan Revan saja sejak tadi, entahlah semakin dilihat dia semakin, ehmmm keren mungkin.
Aku tidak tau bagaimana mengatakannya.
Sibuk memperhatikan Revan, pandanganku bertubrukan dengan mata hitam milik Revan
Deg
Hanya sedetik, kemudian Revan mengalihkan pandangannya ke depan. Hanya sedetik namun mampu membuatku tak karuan. Damn you Revan.
"Guys malam ini jangan lupa datang ya, kita mau ngecat kelas buat hari ultah sekolah, waktunya tinggal 3 hari"
Suara sang ketua kelas menggema dan dibalas dengan anggukan dan jempol dari semua yang berada dikelas. Begitu juga aku, Walau sejujurnya aku cukup malas.
Malam hari
Aku sudah duduk disini sekitar 15 menit yang lalu. Aku hanya memperhatikan yang lainnya. Jika ada yang lucu aku tertawa, seperti itu terus.
"kerja kek lo" tegur salah satu temanku
"hmm, entar aja malas"
Dari pintu kelas aku melihat Revan dan Marcell membawa satu ember kecil cat berwarna biru dan tempat cat serta roll nya. Daripada aku dicibiri karena tidak bekerja aku memilih bergabung dengan mereka.
Revan menuangkan cat biru itu kedalam tempatnya dan Marcell mencelupkan rollnya dan meniriskannya kemudian Revan mengambil alih roll itu. Aku yang tetap tidak melakukan apa-apa, mencolek sedikit cat itu kemudian mengoleskannya ke tangan, pipi, dan leher ku sedikit-sedikit agar nanti pulang ke rumah mama percaya aku ikut mengecat kelas.
"Hahahaha" aku berbalik begitu mendengar suara tawa. Revan tertawa dengan bebasnya. Aku tentu saja kebingungan
"lo ngapan sih?"
Aku tersenyum. Ternyata dia menertawakan aku "biar emak percaya kalo gue habis ngecat"
"yaampun segitunya" Revan masih tertawa dan aku hanya sedikit tertawa kaku saja. Aku terkejut ketika tiba-tiba Revan menarik tanganku dan menaruhnya diatas meja.
Revan mengecat lenganku dengan roll yang ia pegang. Alhasil lenganku menjadi warna biru.
"Revan ihhh, lo apa-apaan sih. Kotor banget ini woi" Aku tentu saja protes, aku berniat membuat bukti ke mama kalau aku ikut mengecat bukannya mandi cat.
"biar emak lo gak curiga"
Melihat Revan yang tertawa memang ada energi yang berbeda, bukannya tambah marah aku malah tetawa melihat dia tertawa.
"yah gak gini juga bambang" Ucapku seraya memukul pundak Revan. Revan hanya menghindar setiap pukulan yang aku berikan.
Sekarang hanya satu pertanyaanku. Apakah kini aku betul menyukainya?. Maksudku, apa betul aku menyukai Revan?