Setelah mandi, perutku trasa lapar. Dengan langkah berat
karena malas dan juga takut, kupaksakan lagi kakiku menuju dapur yang jauh
letaknya dari kamar dan rang tamu karena bangunan rumah yang maha luas tapi
sia-sia. Bagaimana tidak? Bangunan ini seperti dua rumah yang digandeng dengan
dua ruang tamu yang sama luas seperti lapangan golf. Tapi, hanya ada dua kamar
sempit di bagian kanan dan satu kamar di bagian kiri, sisanya ya ruang tamu
itu, kamar mandi dan dua ruangan besar dibalakang untuk dapur.
Baru tiba di tengah-tengah mbale, atau ruang tamu luas itu
aku ingat. Kalau tadi aku tidak masak. Karena tinggal sendiri dan aku masih
sekolah, jadi, habis sbuh ya langsung nyapu halaman, dan rumah saja sudah
memakan waktu lama, belum lagi nyuci baju. Karena jamanku dulu belum ada jasa laundry. Mungkin inilah yang dinamakan anak-anak tapi kesibukannya seperti emak-emak.
Karena tidak ada apapun, aku putuskan untuk keluar membeli
makanan. Sempat terbesit di benakku untk beli mie instan saja. Tapi, aku ngeri kalau harus masak sendiri di dapur. Aku sering mendengar bunyi-bunyian aneh dari
belakang rumah. Entah itu bunyi langkah kaki perlahan, dan merasakan seperti ada sosok yang mengintip di lubang angin. Kadang juga suara dengkuran napas makhluk yang besar dan tinggi. Hiii serem pokoknya.
Awalnya aku di sini tinggal bersama adikku yang masih
berusia empat tahun saat itu. Tapi, sekarang ia berada di kota J. Kota kelahiiku. kot. Sebenarnya aku sedih, tapi karena tak ada pilihan lain, mau
gimana lagi?
Oh, ya. Sebelaumnya aku tinggal bersama ibu adik dan juga
pabak tiriku di desa K. Tapi, karena masalah keluarga, ibuku bercerai dengan bapak tiriku ia mebawa aku dan adikku pindah. Karena tidak terima, lelaki itu terus memaksa datang kesini menggangguku dengan alasan ingin mengajak adikku. Dan memperalatnya agar ibuku mau kembali. Akhirnya, dengan berat hati, adikku dititipkan pada salah satu kakak ibuku di kota J.
Lalu, sekarang, lelaki itu menerorku. Kadang pula datang dan aku tahu, dia menaruh benda aneh dari dukun. Tapi, setelahnya aku tidak merasakan apa-apa. Mungkin yang ia datangi dukun abal-abal. Tapi, pas melet ibuku dulu kok ampuh banget, ya? Oke lah skip.
Tapi, kalau bahas rumah, ini bangunan seppertinya tak setua
dengan bangunan yang aku tempati dulu. Terlihat dari dindingnya yang masih kokoh. Sementara, dinding rumah di desa K yang aku tempati dulu,sudah banyak yang keropos dan rontok. Sebagian dindingnya juga pecah.
Setidaknya, ini masih ada lima rumah di satu pagar wakau jaraknya tidaklah dekat. Jika dirasakan pada malam hari. Kalau
siang hari, enak, antara depan rumahku dan belakang rumah dari anak pemilik rumah yang sudah tiada itu bisa lah buat lapangan bulu tangkis.
Rumah yang kami tempati di desa K dulu itu jauh dari tetangga.
Depan rumah kebun kopi dan ada sebatang pohon rambutan yang sudah tua, karena kalau malam hari kek pohon beringin, dan banyak anak kecil yang bermain ayunan
di ranting-rantinya yang hampir bersentuhan dengan tanah. Saking besar dan tak
terawatnya pohon itu. Tapi, saat musim rambutan tiba, enak. Gak perlu manjat, samabil rebahan di bawahnya aja, bisa metik buahnya, asal mau digigiti semut rang-rang 😅
Nex sama rumah di desa K tersebut. Rumah itu luas, lebih
luas dari rumah yang kuhuni saat ini, timur rumahku adalah kebun nanas, dan
timurnya lagi kuburan. Jadi, saat melihat dari jendela, keliatan tuh batu-batu
nisan berjajar. Lalu belakang rumah, kebun rimbun dengan tanaman perdu liar gak
karuan, ada kolam ikan gak kepake juga di sana, tapi ya gitu, tertutup
rerumputan liar itu tadi, dan seratus lima puluh dari kebun itu adalah
rimbunan bambu yang cukup luas.
Pernah suatu sore pulang ngaji lewat sana, ada suara aneh,
aku takut sih, sempat merinding juga. Kukira bayi bajangnya nangis. Karena kabarnya di situ juga angker, berbagai jenis mahluk halus termasuk nanas Pati katanya juga ada. Eh, ternyata
anak kucing. Lega, tapi tetap saja serem. Bunyinya persis bayi nangis.
Setelah membeli makanan, aku makan tidak menggunakan sendok,
padahal mie ayam dan berkuah. Bomat, aku takut, untung ada satu botol aqua, bisa
lah buat cuci tangan. Habis tadi, baru saja membuka pintu, aku sudah seperti melihat sekelebat bayangan hitam melintas rumah bagian timur, yang gandeng dengan
dapur. Sementara aku menempati bagian barat, yang hanya ada dua kamar dan ruang tamu seluas stadion.
Habis makan aku teringat dengan prku yang banyak. Males,
sih. Tapi, besok ada mata pelajaran itu, jika sampai tidak mengerjakannya, mau kutaruh mana mukaku? Katanya nakal boleh, bandel gapapa, asal pr harus dikerjakan dan banyak yang benar saat mengerjakan soal dari guru, maupun dari LKS. (Jangan dicontoh)
Ketika aku lagi kusuk-kusuknya mengerjaan pr bhs ingris dan
sibuk bolak-balik kamus, tiba-tiba saja pintu rumah yang sudah aku tutup, dan untungnya terkunci seperti ada yang menggebrak dengan keras.
Badanku kaku tak bisa bergerak, jangan kan bergerak, untuk
bernapas saja aku kesusahan sampai beberapa detik. Setelah semua edaran darahku
normal, dengan segra aku beranjak untuk mengintip keadaan luar. Terasa hening seperti tak ada apa-apa. Kulihat juga sudah jam sebelas malam. Lalu, barusan
itu apa? Orang, apa kucing liar? Kalau kucing rasanya tidak mungkin, jika pun
itu orang lalu siapa, dan kenapa? Apakah ada masalah denganku? Aku Cuma anak
kecil kelas satu SMP yang tinggal sendiri di sini. Uang kontrak juga sudah dibayar satu tahun oleh ibuku, aku juga selalu sibuk dengan urusan sekolah dan jarang ada di rumah.
Merasa kian tidak enak, aku buru-buru mengerjakan tugasku,
Bahasa ingris aja yang pertama. Soal matematik dan kesenian, masih lama,
apalagi kesenian hanya satu kali dua jam pelajaran saja selama satu minggu. Jadi, lumayan satai.
Sekitar pukul duabelas kurang, aku sudah berhasil menyelesaikan
pr-ku. Dengan segera aku masuk ke kamar. Walau perut mules pengen pipis aku lupakan, besok saja. Daripada aku dicegat sama sosok yang tak kasat mata
tiba-tiba axis, kan tidak lucu. Berteriak juga mungkin tidak akan ada yang
dengar. Dengan gelisah, aku paksakan untuk tidur, serta tak lupa aku berdoa
agar selalu dalam lindungan sang maha kuasa dan tidak ngompol.
Entah berapa lama aku tidur, aku merasa seperti kejtuhan
benda keras di kaki, lalu perut, dan kepala. Meskipun masih ngantuk kupaksakan
untuk membuka mata yang terasa lengket.
"Tak… tak… tak… "
Aku terkejut saat mendapati banyak batu-batu kecil tapi
bukan kerikil berjatuhan masuk ke dalam kamarku melalui lubang angin-angin di
atas jendela kamar. Kenapa begini? Siapa yang melakukannya?
Saat itu juga terbesit di kepalaku pelakunya adalah bpk
tiriku. Mungkin sengaja menakut-nakutiku agar aku rewel dan ibuku yang bekerja
di Kediri tidak bisa tenang. Agar dia menemui bapakku, dan ia jadikan kesempatan untuk memeletnya lagi, agar mau diajak balikan.
Dia tidak terima diceraikan oleh ibuku. Padahal dia yang
salah, lantas, kenapa sekarang malah menerorku?