Pukul setengah sepuluh para siswa yang mengikuti ekstrakurikuler pencak silat beristirahat sejenak membentuk lingkaran sambil kedua kakinya selonjoran.
Seperti biasa para pelatih akan membuka percakapan dan membahas tentang ke SH an. Karena kebetulan sekolahan mengambil perguruan PSHT atau kepanjangan dari persaudaraan setia hati Terate, yang kabarnya bertolak belakang dengan setia hati winongo.
Entah lantaran apa Yang jelas karena sistem untuk menjadi warga itu sangat berbeda. Untuk menjadi warga atau pelatih PSHT harus memulai latihan yang dimulai oleh polos dengan mengenakan sabuk warna hitam, atau masih tingkatan pertama.
Kenapa harus disebut polos apakah dia sama sekali tidak mengerti tentang seluk beluk dunia bela diri atau pencak silat?
Jawabannya tentu saja bukan. Karena meskipun orang tersebut pernah mengikuti latihan beladiri dari perguruan lain atau bahkan sampai menjadi warga dan pelatih tetap saja disebut polos Sebab Dia masih awam dan sama sekali tidak mengerti tentang seluk beluk PSHT.
Setelah 1 tahun dan naik sabuk, mereka mengenakan sabuk jambon, hijau, putih lalu kafan. Atau warga. Jadi, sebelum mereka diakui sebagai warga telah lebih dulu tahu, seperti apa susah dan beratnya berlatih.
Lain halnya dengan SH Winongo. Di sahkan dulu menjadi warga latihannya belakangan. Jadi, kebanyakan, mereka tidak memiliki kemampuan bela diri yang baik tapi sudah sok-sokan.
Semakin membenarkan kata pepatah bahwasannya padi yang semakin bersih maka ia akan semakin merunduk. Dan tong kosong berbunyi sangat nyaring.
Setelah membahas tentan sejarah SH, sang pelatih mengadakan sebuah permainan untuk para siswa agar tidak merasa bosan. Permainan yang sangat sederhana, tapi cukup menghibur dan sangat seru.
Dimulai dari sebuah tepukan. Jika ada yang kuncrit. Misalkan sang mengatakan tepuk ganda jadi harus bertepuk sebanyak 2 kali tapi dia bertemunya hanya satu kali atau lebih dari dua kali nah dia dinyatakan kalah dan berhak mendapatkan hukuman dari para pelatih untuk berdiri di tengah-tengah lingkaran menghadap teman-teman semua dan menyanyikan sebuah lagu.
Bisa sih seperti inilah aku merasa sangat senang walaupun ini hanya hal receh tapi sangat menghibur sekali setidaknya hal receh ini mampu membuat aku melupakan tentang hal seram yang ada di rumah kontrakan dan juga tidak pernah mendapatkan titik terang atau sebuah jalan keluar.
Lelah? Benar aku sangat lelah sekali. Namun walau demikian tidak ada alasan bagiku untuk menyerah. Adakalanya aku juga ingin mengeluh, dan mencurahkan seluruh isi hati ini yang terasa sesak setiap harinya. Namun harus kepada siapa?
Teman? Aku memang memiliki banyak teman tapi rasanya tidak apa saja membahas hal seperti ini dengan mereka. Bukan berarti aku tidak percaya tapi masalah yang kutanggung ini bukanlah masalah yang seharusnya di tanggung dan dipikul oleh anak seusiaku bahkan aku masih kelas 2 SMP. Tapi, rasanya telah mengerti, seperti apa, pahit dan mengerikannya sebuah rumah tangga ini.
Tapi, tidak apa-apa. Aku yakin setiap hal yang terjadi pada kita pasti akan ada hikmah dibalik semuanya. Termasuk juga yang telah aku alami. Melihat rumah tangga ibuku dan juga teman-temannya yang selalu bermasalah dengan suami yang memiliki kegemaran mabuk judi dan juga bermain perempuan pasti karena mereka salah memilih.
Saat akan memutuskan untuk menikah hanya melihat rupa dan hartanya saja aku yakin jika aku sudah dewasa menikah dengan sosok yang tahu dengan agama orang yang sholeh pasti hidupku tidak akan seperti itu. Karena aku percaya, apa yang telah Tuhan firman kan dalam ayat-ayat suci nya itu benar tidak ada kebohongan sedikitpun di dalamnya.
"Ayo suara kamu maju ke depan!" seru mas Fuad. Salah satu pelatih yang memiliki tanggung jawab dengan SMP ku.
"Hah, kenapa aku di suruh maju?" tanyaku. Tentu saja aku bingung dan merasa heran tidak tahu Apa sebabnya tiba-tiba saja dia telah menyuruhku maju dan juga diiringi oleh Suara kan Suara kan dari teman-teman yang lain yang juga seolah menginginkan aku untuk maju dan berdiri di depan.
"sejak tadi kamu bengong aja konsentrasi suara yang lain tepuk tangan kamu di bisa ya seperti itu ayo maju ke depan nyanyi pokoknya!" ujar mas Fuad lagi.
"Loh, barusan aku tidak ikut tepuk tangan, ya?" gumamku seorang diri.
Memang aku sempat bengong dan melamun aku akui tapi untuk tepuk tangan sepertinya aku terus mengikuti Bukankah selama aku bilang enggak ada yang tepuk tangan atau aku memang berada di dimensi lain seperti beberapa hari yang lalu tidak tahu disuruh apa tahu tahu aku sudah berada di dekat lapangan.
Akunya santai-santai sementara teman yang lain pada sibuk mencari sesuatu dan meneriaki namaku ku kira mereka sedang apa ternyata sejak tadi nyariin aku. Aneh. Entahlah kenapa, setiap sekolahan selalu ada saja hal-hal mistik yang mengitarinya tidak pernah kudapatkan sekali pun, sebuah sekolahan yang tidak angker. Sekalipun itu adalah sekolah madrasah atau tempat anak-anak mengaji tetap aja ada salah satu bagian yang angker dan kebanyakan pasti di toilet aku sendiri juga heran kenapa para hantu itu seneng banget bersarang di panggilan Apakah sengaja bertempat di sana supaya dapat dengan leluasa mengintip para siswa atau guru yang pernah buang air atau mandi?
Karena desakan dari teman-teman dan para kakak pelatih akhirnya akupun maju ke depan. Meskipun hanya beberapa anak, dan tidak sampai 60 anak. Tetap saja, aku merasa deg-degan, malu dan grogi sekali di saat semua pandangan hanya tertuju padaku.
Oh Tuhan... Bisakah aku berdoa dan langsung kau kabulkan dalam hitungan detik? Aku mau pingsan saja! Sungguh tidak sanggup aku rasanya menanggung rasa malu seperti ini.
Tapi, bagaimanapun harus dihadapi karena hanya seorang pengecut lah yang akan berlari dari tanggung jawab. Sedangkan aku bukanlah seorang pengecut.
"Ayo, mau nyanyi lagu apa, Suara!" ujar Andri kakak kelasku. Dia memang paling heboh dan ahli banget dalam menyoraki teman yang maju karena hukuman.
"Suaraku jelek. Lebih baik q dowwer saka keliling lapangan daripada nyanyi," ucapku dengan wajah memelas dan nada bicara memohon.
"Dikasih hukuman ringan cuma nyanyi doang malah minta hukuman yang berat... gimana sih?" ujar mas Fuad sambil tertawa.
"Sumpah, kena mental aku, Mas," ujarku. Dan diiringi tawa oleh teman-teman semua.
Karena terus di desak suruh nyanyi, akhirnya aku pun menyanyikan sebuah lagu yang memang lagi hits kala itu.
"Mengapa aku yang selalu mengalah tak pernahkah sedikitpun berpikir ternyata diriku... "
Penggalan salah satu lagi mirip grup band seventeen yang kala itu sedang naik daun karena lagu-lagu nya yang digemari oleh remaja kala itu.