WebNovelSUARA93.33%

TERANCAM

Kembali Suara mengingat dari setiap kejaida sejak dia kecil taidak ada satupun darimmereka yang mengatakan apa profesi ibunya. Soal bisikan Ghaib dia juga tidak pernah mendengar apapun tentang apa saya yang dia alamai selama ini. Tai, semua ia tahu dengan sendirinya, dalam hati telah bergumam bahwa ibunya bukanlah sosok yang benar. Melalukan pekerjaan yang jelas-jelas haram.

Hal itu dikuatkan dari sejak Suara masih dititipkan pada neneknya. Stiap kali datang, ibunya selalu datang dengan banyak pria dan bergonta-ganti. Mereka menginap dan tidur bersama. Meskipun dulu dia masih kecil dan tidak tahu apa-apa solah itu semua, dia yakin, itu adalah tindakan terlarang.

Apalagi sekarang dia telanh menjadi seorang remaja. Tahu mana yang baik dan tidak. Mana yang diperintahkan dan mana yang dilarang oleh Tuhan.

Saat Suara terdiam merenungi apa yang sebenarnya terjadi padanya, kembali dalam benaknya nampak bayakan sosok yang ia temui di rumah makan mie ayam dan bakso solo tadi. Dia tidak mengatakan apa-apa. Tapi, ekspresinya terlihat begitu marah dan penuh dengan kebencian terhadapanya.

"Astagfirullah!" ucap Suara secara reflek. Dia bingung, panik dan jantungnya berdebar dengan kencang. Dia bisa mengerti maksut dari ekspresi itu. makhluk itu marah padanya karena tidak terima keberadaannya di ungkap oleh suara kepada Yoga. Sebab, tadi dia sudah mengancam akan membunuhnya jika sampai rahsia itu itu bocor.

Suara semakin panik dan bingung sendirian. Selama ini, dia tidak pernah menceritakan tentang apa saja yang dia rasakan dan ia ketahui yang tak bisa dilihat dan dirasakan oleh kebanyakan orang. Pernah satu kali dia berusaha bercerita pada salah satu temannya. Tapi, apa yang ada? Dia dianggap halu, gila dan tak waras karena teropsesi oleh film.

Padahal, Ketika Suara melihat film horror itulah, dia baru merasa bahwa dia tida sendiri denga napa yang dia alami selama ini.

Mungkin itu hanyalah teman. Mereka orang lain. pernah pula Suara bercerita pada sang ibu. Tapi, jawaban ibu juga tidak jauh berbeda. Malah cenderung lebih sadis dan kejam jika hanya untuk membuat dirinya tersinggung dan sakit hati.

'Bagaimana ini? Aku takut jika mahluk jelek dan mengerikan itu benar-benar datang ke sini untuk membunuhku. Bagaimana? Aku tidak tahu caranya melawan mahluk seperti itu. aku harus ngomong pada siapa? Sebentar lagi malam, dan aku tidak punya HP untuk meminta pertolongan siapa saja termasuk mas Yoga. Ya, walau dia sangat menyebalkan, sepertinya Cuma dia satu-satunya orang yang meresponku. Tapi, bagaimana? Kenapa dia sudah SMA dan aku masih SMP. Kenapa kami tidak satu sekolahan yang sama? Bagaimana aku bisa ngadu padanya jika tidak nanti hari Selasa saat Latihan penncak silat?'

Suara semakin bingung dan takt ahu harus berbuat apa. Takut dengan keselamatannya sendiri yang telah terancam dan juga masih belum ingin mati apalagi di tangan makhluk jelek seperti itu, Suara pun berlari ke wartel. Kembali dia menelfon ibunya yang bekerja di luar kota. Tak peduli apapun resikonya. Paling di marahi. Tak tahu mau apa tidak dia pulang. yang penting dia sudah berusaha. Jika nanti mahlkuk itu benar-benar datang meneror an sampai membunuh. Setidaknya dia telah berusaha untuk tetap bertahan hidup.

Suara segera mengambil uang yang dia simpan di bawah bantal tempat tidurnya. Dia berlari segera ke jalan raya, lalu menyebrang pergi ke wartel.

"Halo. Siapa ini?" tanya seorang Wanita dengan suara yang tegs dan sedikit judas. Sementara di belakang sana, terdengar suara music dan banyak orang-orang yang tertawa berteriak dan entahlah… dari gambaran yang ada di benak Suara mereka sedang berpesta pora di bawah alunan lagu dj, bergoyang sempoyongan dan takt ahu malu antara laki-laki dan perempuan bercampu jadi satu.

Di pojokan tempat itu pun juga tak luput dari jangkauan Suara. Beberapa gadis dengan pakaian seksi dan terbuka, dan bahkan sudah tidak benar letak pakaiannya berada, seperti missal, bra sudah berada di perut, sementara celana dalamnya berada di bawah mata kaku duduk sambil diraba-raba oleh pria yang baru saja mereka kenal di tempat itu hanya karena sebuah uang.

"Bisa aku bicara dengan ibuku? Ibuku Namanya Neni," ucap gadis itu lirih. Dia gemetaran dan takut. Sebab, di salah satu sudut, dia juga melihat bayangan ibunya yang juga tengah bermain dengan seorang pria. Melihat dari gelagatnya, mereka hendak masuk ke dalam kamar.

Entah Suara sendiri tidak tahu, kenapa dia memiliki bayangan seperti itu. itu hanya sebatas imajinasi yang semakin kuat karena pernah nonton film-film horror dan supra natural atau hanya sebatas halu saja seperti yang telah teman-temannya katakana? Ah, sayang sekali. Suara juga tidak tahu. Apa jawabannya dia masih belum mendapatakannya sama sekali.

"Oh, kamu cari Neni? Suara, ya?" ujar Wanita itu. Dari nada bicaranya tidak ada sekali tanda-tanda kalau dia keberatan seperti yang dikatakan ibunya padanya setiap kali dia menelfon. Yang mengatakaj bahwa bosnya akan marah jika dia sebentar-sebentar harus melefon dan meminta pulang.

Suara tahu yang marah bukan Wanita yang barusaja menerima panggilannnya yang kata sang ibu adalah bosnya. Tapi, para pria yang sudah ngebet ingin dilayani nasfunya dengan segera. Tapi, terganggu oleh panggilan sang anak yang ingin berbicara. Yang akhirnya pria itu marah dan pergi mencari Wanita lain. maka ibunya pun marah tak trima. Yang harusnya dia dapat uang tak jadi dapat hanya karena dirinya yang menelfon terus menerus.

Apesnya bagi sang ibu… kenapa dirinya menelfon di kala da pelanggan? Tidak pas sedang santai dan tak melayani pelanggan saja yang menelfon?

"Sebentar ya, Ra. Aku panggilkan dulu ibu kamu," ujar Wanita itu. tidak berselang lama, suara yang sama berteriak memanggil sebuah nama yang memang di acari, "Neni! Ke sini sebentar. Anakmu menelfon!"

Suara sudah mulai deg-deg an. Pasti kena omel dan ternyata dugaannya sama sekali tidak meleset.

"Kenapa lagi, sih? Dasar anak tidak berguna! Kemarin aku sudah pulang tapi, kenapa kamu masih saja terus menerus menelfonku begitu? Kamu tuli apa budek, sih? Bilang apa aku kemarin?"

Suara terisak sambil memeangi ganggang telefon. Dia merasa sedih, apakah uang lebih penting jika dibandingkan dengan dirinya? Bagaimana jika dia benar-benar mati oleh makhluk jelek itu? Sang ibu senang, atau tidak?

"Bu… aku takut. Aku tadi ketemu makhluk jelek di jalan dia mengejarku ikut ke rumah kontrakan," isak gadis kecil itu sambil mengurucutkan bibirnya. Berusaha menahan dan menyembunyikan tangisannya. Tapi, hatinya sudah terlanjur sesak dan ia sudah tak mampu untuk membendungnya lagi. Tak ada yang bisa dia lakukan memang selain hanya menangis dan memohon pada sang ibu untuk dimengerti.