Hai, selamat datang dan selamat membaca.
Gue harap suatu hari nanti ketika udah membaca cerita ini dibab terakhir lo berhenti menghakimi perasaan gue.
Sebab gue punya alasan.
Jujur gue pun ragu, untuk bagaimana akhir bab cerita ini nanti. Tapi apapun yang terjadi gue bakal nepatin janji untuk selalu mencintai Erlan, nggak peduli yang harus menjadi risikonya.
-Yura Ayunda-
"Lan, semoga kamu bisa baca ini."
------------------------------------------------------------
09:24
"Hoaaammm!!!" Seorang gadis menguap sembari merenggangkan tubuhnya yang terasa kaku setelah subuh tadi dia baru selesai dengan segala macam aktivitas menguras tenaganya.
Bersamaan dengan itu, seorang wanita paruhbaya masuk ke dalam kamarnya, walau begitu tampilannya masih terlihat modis di usianya hampir setengah abad.
"Oh my God, Baby! Iyuw. Not nice! Anak gadis nggak boleh menguap sembarang gitu." Namun tidak mendapat respon apapun dari anak gadisnya. Sontak wanita paruhbaya itu kesal. Dia sangat disiplin terutama tentang kesopansantunan anaknya.
"YURA!" Ini peringatan awal. Jika beliau tidak lagi berucap dengan nada lemah lembut, tidak ada embel-embel panggilan manis ketika menegur. Berarti beliau akan marah besar.
"Kamu nggak pernah Mami didik jadi anak yang nggak sopan gitu. Kalau orangtua bicara tuh didengerin!" Tetap saja gadis bernama Yura melenggang santai bahkan sampai membanting pintu kamar mandinya. Berpura-pura tuli. Dia sedang malas berdebat.
Keributan ibu dan anak itu sudah menjadi pemakluman orang sekitar mereka.
Selang 45 menit, Yura keluar dari kamar mandi dan telah mengganti piyamanya menjadi seragam sekolah lengkap. Bagaimana pun dia masih peduli dengan pendidikan.
Kagumi, ibunya yang masih setia menunggunya. Dengan tangan dilipat di depan dada, duduk di sofa yang ada di kamar Yura. Tampak beribawa.
"Kamu mau sekolah?" tanyanya mengutarakan keheranannya.
Yura meresponnya dengan sebuah anggukan malas sambil merapikan rambutnya di depan kaca, lalu Yura bergegas mengambil tas sekolahnya.
Kagumi hanya menggelengkan kepala. "Apa anak itu nggak sadar ini jam berapa?" monolognya karena Yura sudah menghilang dari balik pintu beberap detik sebelum dia menegur anaknya itu lagi.
"Pak, anterin saya ke sekolah," cetus Yura ketika sudah di teras rumahnya. Sopir pribadinya itu tanpa 'babibu' langsung bergegas menyiapkan mobil.
Sudah bukan hal aneh bagi Pak Tarno, supir pribadinya. Kalau Yura selalu berangkat ke sekolah kesiangan.
Sepanjang perjalanan, Yura memanfaatkan waktu untuk mengfahal materi. Nanti setelah jam istirahat kedua akan ada ujian fisika. Bagaimanapun, prinsip Yura adalah kejujuran nomor satu dalam hidupnya.
Yura berjalan santai di tengah koridor yang ramai. Jam istirahat baru saja berbunyi sesampainya dia di sekolah.
Sudah menjadi kebiasaan para siswa SMA BIMA SAKTI membicarakannya sepanjang koridor. Bagi Yura haters hanyalah suara-suara sumbang yang menilainya dari satu sisi jadi untuk ala dipedulikan. Dia yang lebih tahu tentang hidupnya dibanding orang lain.
Yura terus berjalan sampai matanya menangkap sosok yang menjadi alasannya tetap kuat tersenyum.
Yura menyunggingkan senyum termanisnya sembari melambaikan tangan pada seseorang. Ada saja yang berkomentar malah makin pedas.
"Itu senyum orang paling bodoh di dunia."
"Gila tuh pacarnya lagi selingkuh di depannya dia malah kayak biasa-biasa aja."
"Itu mah pantas lagi buat cewek kayak dia!"
"Cantik sih, tapi kok goblok."
Yura berjalan riang sambil sesekali bersenandung meski suaranya pas-pasan. Dia sengaja. Menurutnya suara haters lebih sumbang dari suaranya.
Ketika langkah Yura semakin mendekat orang itu langsung menghampiri Yura. Tapi sebelumnya orang itu tidak sendirian, ada lagi satu orang lain. Seorang siswi yang tampilannya tidak jauh beda dari Yura. Modis dan seksi.
"Sayang kamu kok ninggalin aku gitu aja!" rajuk gadis itu.
Erlan tersenyum miring sebelum akhirnya dia membalikkan badannya. Dia mencium pipi gadis itu di depan mata Yura yang kini berdiri tepat di hadapan keduanya.
Yura menatapnya datar namun sedetik kemudian Yura menguasai ekspresinya dan mengubahnya lagi menjadi senyum manis.
Erlan menatap sekilas Yura yang masih mempertahankan senyum manisnya. Dan sekali lagi berbalik pada gadis yang menjadi selingkuhannya. "Oke, waktu lo hari ini udah habis. Kita putus!" cetus Erlan membuat gadis bernama Monika itu melotot. Mukanya merah. Hatinya hancur. Belum juga 24 jam dia merasakan menjadi pacar Erlan. Baru sekali dia rasakan di jemput dan diajak ke sekolah bareng, baru sekali makan di kantin di jam pertama, paling sialnya sekarang malah di putusi.
Monika langsung mencekal tangan Erlan dari belakang saat dia baru saja akan pergi bersama Yura. Namun, bukannya Erlan yang menepis tangan Monika, Yura lah yang lebih dulu.
"Udah deh, terima aja nasib lo yang penting kan udah pernah jadi mantan dari pacar gue." Yura berucap enteng membuat kekesalan Monika bertambah.
"Dasar cewek freak! Tunggu aja pembalasan gue sama lo berdua. Gue pastiin suatu saat nanti lo berdua bakal putus!" Ucapan Monika diamini dalam hati para siswa yang ada di sekitaran mereka.
Yura bahkan tidak peduli. Dia tertawa keras. Sampai mengeluh perutnya sakit karena terlalu keras tertawa.
Semakin memanas-manasi suasana Erlan lalu merangkul Yura sambil berucap gemas, "kamu tuh emang pacar aku yang paling pintar."
Yura menghadiahi cubitan pada pinggang Erlan membuatnya meringis.
"Ya udah yuk! Kita ke kelas aja."
Keduanya berjalan berangkulan, seperti tidak pernah terjadi pengkhianatan dari salah satu di antara mereka.
"Erlan, gue kangen banget sama lo," ujar Yura, Erlan yang tadi serius membaca buku beralih menatap Yura. "Gue juga," balasnya lalu kembali membaca buku dengan serius.
"Erlan!"
"Udah deh nanti lagi manja-manjaannya. Sebentar lagi Bu Tere bakal masuk, kita ada ujian."
Yura mengangguk lalu mengalihkan pandangan sepenuhnya pada bukunya. Dia menunduk dalam hening.
Sampai sebutir air mata tanpa bisa ditahan lolos begitu saja menetes ke bukunya.
"Nggak boleh nangis, cuma hal kecil gitu," ujar Erlan kini menatapnya sepenuhnya dan juga tangannya yang mengangkat wajah Yura. Dia mengusap lembut pipi pacarnya.
Yura lagi-lagi meresponnya hanya dengan anggukan patuh. Kalau seperti ini responnya itu pertanda hati Yura sedang lemah sampai satu dua kata pun tidak sanggup dia keluarkan dari mulutnya yang biasanya cerewet.
🐙🐙🐙
Tenang sebelum kalian marah-marah karena aku yang tiba-tiba nulis cerita baru lagi dan lagi padahal cerita sebelumnya belum kelar nggak perlu khawatir,
Cerita ini aslinya udah tamat hehe
tapi aku bakal tetap update sehari 2 bab :v
yang menulis wattpad pasti tahu alasannya, wkwk
Selamat membaca semoga kalian suka :)