"Ck kalian ini gimana sih!" Zita segera berdiri dari duduknya, "ya udah biar gue aja yang cari sendiri."
Dezan menahan pergelangan tangan Zita, "Lo mau kemana Ta?"
Zita menghembuskan nafas kasar, "Mau cari Zeze kak," dengan cepat ia melangkahkan kakinya.
Tapi sayang, Zita lagi-lagi pergelangan tangannya ditahan, kali ini oleh tangannya Reza, "Bahaya De kalau lo pergi dalam keadaan emosi kayak gini."
"Keselamatan Zeze lebih penting kak, pliss lepasin tangan Zita," Zita terus saja mencoba melepaskan tangannya yang dicekam kuat-kuat oleh Reza, sampai akhirnya terlepas juga.
"De tunggu dulu," ucap Adhi, tapi Zita tidak menghiraukannya ia masih saja tetap melangkah.
"DE, ABANG BILANG TUNGGU DULU!" dengan murka Adhi berteriak keras dan berdiri dari duduknya.
Zita berbalik menghadap Adhi, "Apa lagi sih bang yang harus di tunggu, HAH?"
Zita tahu kalau Adhi sangat marah kepada dirinya, tapi Zita tak mempedulikannya yang sekarang ia pedulikan adalah keberadaan Zeze.
"De gue tau lo khawatir, kita juga sama de, lo jangan pergi sendirian," ucap Adhi.
"Jangan gegabah Zit, ini udah malem lo cewek," ucap Vanya.
"De kita cari bareng-bareng," ucap Rahman.
"De jangan pergi!" Ucap Dani.
Zita berbalik meneruskan langkahnya. Semua perkataan yang mereka katakan tidak dapat mengubah keputusannya, ia masih tetap saja melangkahkan kakinya sampai akhirnya menghilang dari pandangan mereka.
"Arrgghhh dasar keras kepala," Adhi mengacak-acak rambutnya dengan kasar. Sungguh Zita membuat Adhi menjadi frustasi.
"Sabar Dhi, lo gak boleh emosi," Reza merangkul bahu Adhi, mencoba menenangkannya.
Merita pun ikut menenangkannya, "Tenang kak ada kita disini."
"Gue yakin Zita pasti bisa jaga diri sendiri," ucap Dani.
"Iya gue juga yakin. Ya udah buat cari Zeze kita bagi tiga tim aja, gimana?" ucap Dezan.
"Ya gimana baiknya, kita mah ngikutin aja," ucap Dani.
"Oke gue anggap setuju ya. Jadi gini tim satu Dani sama Reza, tim dua Adhi sama Rahman, dan yang terakhir sisanya," ucap Dezan.
"Ye enakan lo lah Zan didampingi dua cewek, gak adil Lo," protes Rahman.
"Huh dasar otak selangkangan, dalam keadaan genting gini masih aja lo mikirin cewe," Adhi menjitak kepala Rahman dengan keras, membuat sang empunya meringis.
"Sakitt woy," ucap Rahman sambil mengelus-elus kepalanya.
"Puas rasain lo dasar playboy," ucap Vanya.
Mereka tertawa mendengar perkataan Vanya, kecuali Rahman yang terus mendengus kesal.
"Apa gak sebaiknya kita kasih tahu dulu kak Raka, biar nanti pas pulang gak bingung nyariin kita," ucap Vanya.
Dezan mengambil hpnya di saku celana, "Ya udah gue telepon sekarang," setelah ditemukan nomor yang akan Dezan hubungi, ia pun segera menghubunginya.
"Kak sekalian aja kasih tahu, siapa tahu kak Raka ketemu sama Zeze di jalan," ucap Merita, Dezan pun mengangguk setuju.
"Dih malah ditolak," ucap Dezan.
"Coba sekali lagi," ucap Rahman.
Dezan kembali menghubunginya, "Ditolak lagi, coba lu yang telepon Dan,"
Dani segera mengeluarkan hp nya mencoba menghubungi.
"Gimana Dan?"
"Sama ditolak,"
"Sialan tuh anak, terus aja telepon Dan," ucap Rahman kesal.
******
Mobil yang dikendarai Ganen berhenti tepat di depan mini market. Ganen melirik kesamping, cewek itu masih saja menunduk, sejak masuk ke dalam mobil ia tidak mengeluarkan satu kata pun.
"Apa kamu mau ikut keluar?" ajak Ganen.
"Hah? Apa?" Zeze tersadar dari lamunannya saat samar-samar mendengar suara seseorang. Pandangannya ia alihkan ke depan, yang pertama kali ia lihat adalah mini market. Segera Zeze mengedarkan pandangannya ke samping melihat seorang pria, meskipun pencahayaan yang remang-remang tapi Zeze sangat yakin bahwa pria itu sangat tampan.
Ganen yang melihatnya pun tersenyum, "Apa kamu mau ikut keluar dengan saya?"
Zeze mengangguk membalasnya sambil tersenyum. Mereka berdua pun keluar dari dalam mobil, lalu masuk ke dalam mini market.
"Pilih lah yang kamu mau nanti saya bayar, saya akan kesana," ucap Ganen sambil berjalan menuju lemari pendingin.
"Eh tunggu, Zeze ikut," Zeze mensejajarkan langkahnya dengan Ganen.
Ganen mengambil satu botol kopi didalam lemari pendingin, "Apa tidak ada yang kamu inginkan?" tanya Ganen.
"A...aku hanya ingin bersamamu," ucap Zeze sedikit gugup menundukkan kepalanya.
Ganen terkekeh kecil mendengarnya, "Bahkan kamu belum tahu siapa saya."
"Zeze tahu kakak orangnya baik," ucap Zeze.
"Bagaimana kalau saya baik karena ada maunya?"
"I..i..itu tidak mungkin kak," Zeze semakin gugup dibuatnya, ada benarnya juga omongan pria itu. Bagaimana jika dirinya setelah pulang dari sini akan dijadikan pembantu atau diperkosa setelahnya dibunuh atau dibuang begitu saja.
Sudahlah itu tidak mungkin, yang penting sekarang dirinya harus terlihat tenang. Bagaimana pun juga Zeze harus berfikiran positif, tidak ada salahnya jika ia berwaspada.
"Mengapa tidak?" Ganen menyerahkan minuman coklat kepada Zeze yang baru saja ia ambil di lemari pendingin, "ambil lah."
"Makasih kak," ucap Zeze sambil menerima botol tersebut.
Setelah itu Ganen pergi ke tempat yang penuh dengan makanan, Zeze pun mengikutinya dibelakang.
"Firasat Zeze tidak pernah salah, bahwa kakak adalah orang yang baik," Zeze melihat ke kanan kiri sambil berjalan mengikuti Ganen.
"Mana bisa hanya mengandalkan firasat saja," ucap Ganen.
Mata Zeze terbelalak kaget saat sekilas melihat makanan yang ia suka, Zeze membalikkan badannya dan segera menghampiri rak yang penuh dengan makanan yang manis-manis.
"Kak Zeze mau ini ya, boleh?"
"Ambil lah sesuka hatimu nanti saya yang bayar," ucap Ganen tanpa berniat berbalik melihat orangnya.
"Terima kasih kak, Zeze janji nanti Zeze ganti uang kakak kok," Zeze mulai mengambil beberapa makanan.
"Tidak perlu, ambil saja."
"Tidak kak, kakak udah banyak bantu Zeze, jadi biarkan Zeze menggantinya nanti," baru saja Zeze akan menghampiri pria itu, tetapi pria itu tidak ada. Zeze melihat arah sekelilingnya, masih tidak ada menemukan pria itu.
Menghilang? Hah yang benar saja! Bagaimana caranya Zeze membayar semua makanan yang telah ia ambil, lumayan banyak. Sekarang dirinya tidak punya uang sepeserpun.
Seharusnya ia tidak mempercayai omongan pria itu. Tidak ada cara lain lagi selain ia harus mengembalikan semua makanan yang ada di tangannya, meskipun ia harus menahan rasa malu karena tidak membeli apapun tapi masuk ke mini market.
Zeze menghela nafas kasar, "Sudahlah me–"
"Nih," Ganen menyodorkan keranjang belanjaan tepat didepan Zeze.
Zeze mendongak menatap pria didepannya, "Sungguh indah makhluk ciptaan mu Tuhan," ucap pelan Zeze tanpa disadarinya.
"Ya sudah kalau tidak mau," ucap Ganen.
"Eh mau kak," dengan cepat Zeze memasukkan semua makanannya ke dalam keranjang.
Ganen memindahkan keranjang yang di pegangnya ke tangan Zeze. "Masih ada?"
"Ganteng sih ganteng tapi gak punya hati," gumam Zeze.
"Kenapa?" tanya Ganen bingung, saat dirinya tidak dapat mendengar jelas apa yang dikatakan gadis didepannya.
"Eh eng... enggak kok kak," Zeze menarik lengan Ganen, "ayo kak ikut aku jangan kemana-mana apalagi sampai kabur, nanti kalau kakak gak ada siapa yang bayarin."
"Kak Zeze mau itu," Zeze menghentikan langkahnya dan menunjukkan makanan yang ia mau.
"Ambil aja."
"Ambilin dong kak," ucap Zeze manja.
"Kamu ya, udah bawel nyuruh lagi," sungguh saat ini Ganen sangat gemas kepadanya.
"Hehe biarin dong kak," Zeze tersenyum saat Ganen memasukkan makanan yang ditunjuknya ke dalam keranjang, "makasih kak,"
Mereka pun melanjutkan perjalanannya. Zeze yang masih setia memeluk lengan Ganen dengan tangan kirinya sedangkan tangan kanannya memegang keranjang belanjaan.
****
Setelah selesai berbelanja, Ganen dan Zeze duduk di kursi yang ada di depan mini market. Zeze terus saja memakan makanannya tanpa memperdulikan Ganen yang sedari tadi memandanginya.
"Oh iya kak, nama kakak siapa?"
"Baru nanya nama sekarang?"
"Hehe maaf kak," Zeze memasang cengirannya, "ya udah siapa kak."
"Ganendra Alvaro."
"Oh, Zeze boleh panggil kakak, kak Endral?"
"Boleh."
"Kakak nggak mau nanya siapa nama Zeze?" ucap Zeze sambil memajukan bibir bawahnya dengan kesal.
"Nggak."
"Loh kenapa?"
"Udah tahu."
"Kapan? perasaan Zeze belum kasih tahu siapa nama Zeze."
"Itu Zeze apa?"
"Ih kak Endral itu mah nama panggilannya," gerutu Zeze kesal.
Drrttt...Drrttt...
Ganen melihat Hp nya yang bergetar, sebuah panggilan telepon masuk dari temannya, ia pun me-reject-nya.
"Kok gak diangkat kak?"
Drrttt...Drrttt...
Hp Ganen Kembali bergetar, ia masih sama hanya me-reject-nya, "Gak penting,"
"Siapa tahu penting?"
"Nggak kok, jadi namanya siapa?"
Drrttt...Drrttt...
"Tebak dong kak kira-kira siapa?"
"Zeze ya? Eum mungkin Zenita Zenit kali."
"Haha kak Endral bisa aja, Zenita Zanet kali kak."
"Itu mah penyanyi dangdut."
"Iya tahu Zeze juga." Zeze menyimpan bungkus makanan sisa ia makan, lalu mengambil makanan lainnya untuk ia makan kembali.
Drrttt...Drrttt...
"Apa sebelumnya kita pernah bertemu?" tanya Ganen.
"Seingat Zeze sih gak pernah kak, baru kali ini aja, emangnya kenapa?"
Drrttt...Drrttt...
"Kayak gak asing gitu lihat muka kamu, ah mungkin hanya perasaan saya saja sudahlah."
Drrttt...Drrttt...
"Jelas gak asing lah, kak Endral suka lihat Zeze di tv kali."
Drrttt...Drrttt...
"Kak sebaiknya angkat saja teleponnya siapa tahu penting?"
Drrttt...Drrttt...
Ganen melihat kearah Zeze sebentar.
"Gak papa kak angkat aja, Zeze gak keberatan kok," ucap Zeze sambil tersenyum.
Setelah itu Ganen pun mengangkat teleponnya, sedangkan Zeze meneruskan makannya.
Tbc....
Salam 💙
Agnes Am