Menyebalkan

Nosa, Nosa, siapa ya? Dalam hati Kaylila bertanya-tanya. Sementara netranya masih menatap lekat sosok itu, mencoba mengingat-ingat. Sedangkan Nosa segera mengulurkan tangan kepada Kaylila.

"Nah, itu dia Om. Nosa terlalu pemilih. Saya juga bingung mau mengenalkan yang seperti apa."

"Halo mbak, apakah moodnya sudah lebih baik? Saya menantikan telpon dari anda tapi tidak kunjung ada panggilan, itu artinya anda baik-baik saja."

Nosa mengulurkan tangannya pada Kaylila yang masih bengong mengingat-ingat siapakah gerangan pria tampan ini.

Yah, si pria itu, yang menabrakku siang tadi. Si pria tampan, ah, iya, mengapa aku lupa, padahal baru tadi siang aku sempat mengomelinya. Batin Kaylila. Kaylila mengulurkan tangannya. Jabatan tangan Nosa sangat mantap, penuh kepercayaan diri.

"Lho, saling kenal ya?"

Pak Wibisono dan Pak Sasongko tampak terkejut melihat Nosa menyapa Kaylila. Kaylila hanya menunundukkan kepala, malu, atas apa yang terjadi siang tadi.

"Ga sengaja ada aksiden tadi siang. Tapi sepertinya tidak terjadi sesuatu yang perlu dikhawatirkan."

Nosa menjawab sambil mencibir. Membuat Kaylila bertambah malu. Untung saja, Bu Sasongko mendekat, dan perhatianpun teralihkan. Nosa mencium tangan ibunya, dan mereka berbincang mengenai hal yang tidak dapat kumengerti.

Untung saja. Perhatian teralihkan. Aku malu sekali. Mengapa pria menyebalkan itu bisa-bisanya putra dari Pak Sasongko, dan kenapa pula harus bertemu lagi disini. Sungguh menyebalkan. Batin Kaylila, sambil menundukkan dan mengelengkan kepalanya.

***

"Wah siapa mbak cantik ini?"

Tiba-tiba Bu Sasongko yang sedari tadi berbincang dengan Nosa, Pak Wibisono dan Pak Sasongko bertanya kepada Kaylila. Kaylila terkejut.

"Saya Kaylila, Bu Sasongko, sekretarisnya Pak Wibisono."

"Oh, begitu toh. Pinter kamu mendapatkan sekretaris, Wib. Cantik. Sudah berkeluarga apa belum mbak Kaylila?"

"Ah tante, bisa saja. Anggap saja keberuntungan saya. Kaylila masih lajang, Tante, tapi sudah ada yang punya. Mereka pacaran sudah lama, tapi Kaylila belum kunjung dilamar juga."

Pak Wibisono tersenyum menatap Kaylila. Kaylila hanya menundukkan kepalanya, malu. Tapi memang begitulah kenyataannya, yang hingga saat ini Kaylila pun belum mendapatkan kepastian.

"Oh, begitu. Sayang sekali, seandainya belum ada yang punya, boleh dong tante minta untuk Nosa. Tante sudah putus asa rasanya, menunggu. Coba, sudah umur 34 tahun belum kunjung memberikan istri, apalagi anak. Bersabar ya mbak, kalau memang jodoh tidak akan kemana. Mungkin masnya belum siap. Waktunya pasti datang nanti."

"Eh, iya bu Sasongko. Terima kasih atas perhatiannya."

"Mbak Kaylila sudah makan malam belum ya. Ibu lihat dari tadi hanya berdiri disini saja. Ayo sekalian temani ibu. Ibu juga belum makan malam. Kalian lanjutkan saja obrolannya."

Kaylila sedikit terkejut dengan ajakan Bu Sasongko. Namun Kaylila menganggap hal itu hal yang wajar, karena mungkin Bu Sasongko tidak memiliki teman untuk santap malam.

Kaylila pun mengiyakan ajakan Bu Sasongko. Sementara si pria dingin itu, Nosa, hanya menatap ibunya dengan tatapan yang aneh, dan hanya mampu tertegun.

"Iya tante, diajak aja Kaylila, kasihan dia sendirian tidak ada yang dikenalnya."

Pak Wibisono yang juga terkejut mengiyakan tawaran Bu Wibisono kepada Kaylila. Kaylila mengikuti bu Sasongko menuju hidangan prasmanan yang telah disiapkan. Bu Sasongko mengambilkan piring untuk Kaylila, kemudian mengambil piring lagi untuk dirinya.

Sepanjang menikmati hidangan itu, Bu Sasongko terus bercerita tentang topic yang sedang umum saat ini. Kaylila mendengarkan dan menanggapinya dengan santai. Kaylila sedikit heran, biasanya ibu-ibu pasti akan menceritakan tentang dirinya, keberhasilan anak-anaknya dan tentang keberhasilan suaminya.

Kaylila tidak mampu menyembunyikan rasa kagumnya pada bu Sasongko. Dan sungguh ini adalah keberuntungan baginya, karena bisa berbincang bersama bu Sasongko.

Jauh disana, tempat dimana Pak Sasongko, Pak Wibisono dan Nosa, tampak bahwa Nosa selalu mengamati gerak Kaylila dan Bu Sasongko. Nosa teringat kejadian saat di warung lesehan Jogja tadi siang.

Tanpa sengaja dia mendengar perdebatan sepasang kekasih. Yang wanita ingin segera di lamar karena usianya telah menginjak 27 tahun, sementara sang pria meminta waktu selama dua tahun untuk mempersiapkan menta.

Nosa hanya tersenyum saat mendengarkan alasan pria itu. Nosa tahu bahwa itu hanya akal-akalan pria itu agar tidak perlu mempertanggung jawabkan hubungannya dengan sang wanita.

Dasar pria tidak bertanggung jawab.

Batin Nosa saat itu. Sebagai pria Nosa bisa mencium kelicikan pada pria itu. Nosa heran, mungkinkah si wanita telah dibutakan cinta sehingga tidak mampu menyadari hal itu. Nosa hanya mampu menggelengkan kepala.

Siang itu, kebetulan Nosa sedang menunggu Gladis, yang sengaja mengajak bertemu di warung lesehan itu, namun ternyata Gladis ada panggilan dari managernya untuk persiapan syuting.

Nosa duduk di meja yang berdekatan dengan meja yang dipesan oleh sepasang kekasih itu, dan ternyata sepasang kekasih itu adalah Kaylila dan Genta. Saat ini, Kaylila sepertinya telah mencuri hati mamanya, Bu Sasongko. Nosa hanya mampu tertegun.

Pak Sasongko dan Bu Sasongko tidak pernah memberikan perhatian lebih apalagi mengajak Gladis berbicara secara santai seperti Bu Sasongko memperlakukan Kaylila. Ada perasaan cemburu dalam hati Nosa.

Gladis adalah seorang model, yang memiliki jam terbang tinggi. Nosa mengenal Gladis saat masih kuliah di Singapura. Gladis adalah adik tingkat Nosa saat berkuliah, satu jurusan.

Nosa yang notabene cuek, didekati oleh Gladis yang ramah, hangat dan pandai membuat Nosa tertawa. Cinta bersemi hingga saat ini. Sudah beberapa kali Nosa mencoba memohon agar Pak Sasongko dan Bu Sasongko bersedia menerima Gladis menjadi menantu mereka, namun jawaban Pak Sasongko dan Bu Wibisono tetap tidak menyetujui.

"Nosa, Gladis itu seorang model, yang terbiasa mempertontonkan tubuhnya di depan kamera, di depan orang banyak. Apa kamu mau menikah dengan orang yang seperti itu? Apa tidak ada yang lain? Sampai kapanpun papa tidak akan merestui hubungan kalian."

Nosa hanya mampu terdiam mendengar ultimatum Pak Sasongko. Namun begitu, hubungan antara Nosa dan Gladis tetaplah berjalan, meskipun tanpa restu. Nosa berharap suatu hari dia akan mendapatkan restu dari kedua orangtuanya.

Nosa masih mengamati Kaylila dan Bu Sasongko yang sedang asyik berbincang. Mereka berdua seolah-olah telah sering bertemu sehingga tampak sekali bahwa mereka berdua sangatlah akrab.

Nosa mengamati Kaylila, gadis anggun dengan menggunakan gaun tertutup, dan berjilbab, dia tampak cantik, polos, dan sederhana. Mungkin Kaylilalah yang diinginkan Bu Sasongko untuk menjadi istri Nosa. Nosa tidak memungkiri bahwa Kaylila sangat menarik, mulai dari ucapannya, perilakunya dan sikapnya.

Dia sangat berbeda saat bertemu tadi siang. Dia begitu cerewet dan keras kepala. Mungkin karena kekecewaannya dengan pacarnya.

Batin Nosa, dan tanpa disadari, Nosa tersenyum mengingat kejadian itu.

"Lanjutkan ngobrolnya ya Wib, Om mau mengobrol dengan tamu yang lain. Hari Senin kamu datang saja ke kantor, kita bahas lagi kerjasamanya."