Hingga jam menunjukkan pukul dua belas malam, tidak ada tanda-tanda kepulangan Nosa ke rumah. Kaylila yang ingin mengabaikannya begitu saja tidak mampu menahan gejolak rasa dihatinya.
Ia bahkan tidak dapat memejamkan mata barang sejenak. Setiap suara yang muncul dan tertangkap oleh inderanya, selalu mengalihkan perhatiannya. Sayangnya, Nosa tak kunjung kembali.
Pembaringan yang ditempatinya terasa begitu dingin, sedingin hatinya. Tiada lagi kehangatan yang dapat menenteramkan jiwanya saat ini.
Tanpa terasa air mata kembali runtuh membasahi pipinya yang mulai terlihat lebih tirus, dengan tulang pipi yang menonjol.
"Sepertinya, aku sudah tidak memiliki tempat lagi di hatinya. Aku tidak layak diperjuangkan, apa lagi dipertahankan. Haruskah aku memilih jalan yang lain? Jalan yang harus kutempuh untuk kebahagiaanku sendiri?"
Kaylila memeluk bantal guling yang berada di punggungnya. Tanpa suara, air luapkan perasaan di dalam hatinya. Perasaan yang tak kunjung bersahabat dengannya.