Terik matahari siang ini sungguh menyengat. Saking menyengatnya, sampai membuat kerongkongan kering.
Tanpa aktivitas pun orang-orang dapat berkeringat karena panasnya cuaca siang ini.
Sama halnya dengan yang dirasakan gadis blonde itu.
Berkali-kali ia mengibaskan tangannya hanya untuk menghilangkan gerah.
Namun sayang, angin yang dihasilkan oleh telapak tangan tak mampu menghilangkan gerahnya.
Ia juga telah menghabiskan 2 botol air mineral dan 1 minuman teh dingin.
Sudah 10 menit lamanya ia menunggu seseorang yang telah dihubunginya dan katanya, ia akan datang 5 menit lagi.
Namun, sampai saat ini seseorang yang ditunggunya itu belum datang juga.
"Thea," sapa seseorang yang mengenakan kemeja merah itu.
"Kok lama?" Protes Thea.
"Maaf, motor tadi mogok."
"Terus?"
"Gue ke bengkel dulu. Udah lama disini?"
"Menurut, lo?"
"Ya sudah, gue minta maaf."
"Gak akan gue maafin."
"Kok gitu?"
"Peluk dulu," pinta Thea manja.
Pemuda itu tersenyum, kemudian menarik tubuh Thea dan memeluknya.
"Manjanya."
Sedetik kemudian. Thea melepaskan pelukannya, "jadi, kan?"
"Jadi, sayang."
Sayang?
Iya, sayangnya Thea hanya menjadi 'selingkuhan' Galang.
Mereka berdua pun melaju menuju ke tempat yang telah direncanakan sebelumnya.
***
"Lang," ucap Thea seraya menyandarkan kepalanya di dada bidang pemuda ringkih yang saat ini berada disampingnya.
"Kenapa?"
Thea memandang kosong hamparan pantai bernuansa putih, itu.
"Lo tau gak, kenapa gue suka banget sama pantai," ujarnya.
Galang menaikkan alisnya, "Emang kenapa?"
"Karena, pantai itu selalu menunggu ombak. Walaupun ombak itu hanya datang sesaat dan setelah itu pergi."
"Seperti gue?" Tanya Galang asal.
"Gue gak bilang gitu," jawab Thea cepat.
Galang menaikkan kedua ujung bibirnya, mengacak-acak kepala Thea dengan gemas.
"Yang ngajarin siapa, sih, kok jadi dramatis gini?"
"Galang," jawab Thea jujur.
Memang, hubungannya dengan Galang membuat Thea mendadak menjadi penyair dadakan.
"Lang, gue takut," lirih Thea seraya menjauhkan kepalanya dari dada bidang milik kekasihnya, itu.
"Takut kenapa?"
"Takut lo pergi, dan memilih bersama Nayla."
"Thea, gue akan tetap disini."
"Sampai kapan?"
"Sampai gue bisa mencintai lo sepenuhnya. Percayalah, gue akan membuktikan semua perkataan gue," ucap Galang pasti seraya meletakan kedua tangannya di pipi gadis blonde, itu.
Ada sedikit rasa tenang dibenaknya. Setidaknya Galang mau memperjuangkan cintanya walaupun ia hanya menjadi yang kedua.
DrrtDrtt
Galang segera melepaskan tangannya, lalu meraih ponsel yang berada disaku kemeja.
Sekilas melihat nama 'Nay♡' memanggil, kemudian menghela nafasnya kasar.
"Siapa?" Tanya Thea penasaran.
"Nayla," jawab Galang. Kemudian mengangkat panggilan itu.
"Sayang," sapa suara dari sebrang jaringan.
"Kenapa Nay?"
"Anterin gue ketoko buku."
"Kemarin kan udah, Nayla."
"Barusan gue lihat dipostingan toko itu, buku yang gue pengen beli udah dateng! Pokoknya sekarang juga anterin gue ke toko buku!"
"Tapi, Nay..."
"Kalo gak mau, kita putus!"
"Gue mau. Lo tunggu dirumah, gue segera datang," ucapnya kemudian mematikan panggilan itu.
"Ada apa?" Tanya Thea heran karena mendadak Galang merubah ekspresi wajahnya menjadi murung.
"Nayla," lirihnya.
"Jangan bilang lo akan ninggalin gue lagi demi Nayla."
Galang mengangguk lemah, jawaban Thea adalah kenyataan sebenarnya.
Thea membuang pandangannya ke arah lain.
"Sekuat apapun gue menahan lo, percuma," ujarnya.
"Gue akan kembali, secepatnya."
"Basi, lang."
"Thea..."
"Anterin gue pulang, sekarang."
Dengan lemah Galang mengantarkan Thea kerumahnya.
***
"Gue pulang," pamit Galang setelah sampai didepan pintu gerbang rumah gadis blonde itu.
Thea mengangguk memberikan isyarat 'iya'.
"Thea, maafin gue."
"Gak perlu minta maaf. Gue yang salah," jawab Thea tenang.
"Lo gak pernah salah Thea."
"Gue salah, lang. Karena, gue telah masuk kedalam hubungan lo dengan Nayla tanpa sepengetahuannya."
"Thea..."
"Lebih baik kita akhiri hubungan ini. Karena gue sadar. Sedekat apapun raga lo dengan gue, beberapa menit kemudian pasti akan berpisah karena Nayla."
Lebih baik? Ah. Bukan itu yang harus Thea ucapkan.
Namun keadaannya membuat ia tersadar bahwa apa yang telah dilakukannya salah.
Mampukah Thea melepaskan Galang begitu saja? Sedangkan ia terlalu over mencintai pemuda yang ada dihadapannya saat ini.
"Thea, gue gak akan mengakhiri hubungan kita," cerca Galang.
"Lang, apa yang kita lakukan itu salah. Gue seharusnya sebagai perempuan mengerti perasaan Nayla."
"Tapi Nayla belum tahu hubungan kita, The."
Thea meraih kedua tangan Galang, "Tahu atau tidaknya sama saja salah, lang. Gue mohon, lo menjauh dari kehidupan gue. Perjuangkan cinta Nayla. Hargai dia," ucap Thea kemudian melepaskan tangannya dan melangkah masuk kedalam rumah tanpa memperdulikan Galang yang sedari tadi memanggilnya.
***
"Thea," panggil Liora, kakaknya.
Thea menoleh ke sumber suara kemudian tersenyum.
Bukan senyuman yang seharusnya ia lontarkan saat ini, sementara hatinya ingin menangis sekencang-kencangnya.
"Dari mana?" Tanyanya.
"Dari pantai bareng Galang tadi," jawab Thea.
"Galang, lagi?"
Thea mengangguk.
"Thea, mau sampai kapan lo menjadi orang ketiga dalam hubungan Galang dan Nayla?"
"Kak, gue tau kok dan gue sadar. Apa yang gue lakuin selama ini salah. Tapi, tenang aja, gue udah mengakhiri semuanya."
"Itu baru adik gue!" Ucap Liora bangga seraya mengacak-acak kepala Thea gemas.
***