Happy "Unperfect" Life

" Kak, ayo main sini, jangan jauh-jauh" Tampak seorang gadis kecil sedang bermain boneka beruang berwarna merah jambu yang sedang memanggil kakaknya. "Nina sayang, kakak lagi banyak tugas dari sekolah, kamu main aja dulu sendiri ya" Nampak pula seorang perempuan remaja berambut panjang yang mengenakan kacamata, sedang duduk di sebuah kursi dengan wajahnya tengah melihat komputer.

Nina Graciella Putri merupakan seorang gadis kecil berumur 4 tahun, ia memiliki kehidupan yang sempurna sebatas penglihatannya, namun sebenarnya ada sesuatu yang terdengar aneh serta meragukan dalam kehidupannya. Kakaknya Clairine Gabriella Putri merupakan seorang siswi sekolah menengah atas di Jakarta yang tengah diliburkan sampai batas waktu yang belum dintentukan. Sebuah virus melanda negeri mereka, sehingga setiap kegiatan pembelajaran harus dilakukan di rumah, setiap perkantoran pun melakukan PHK untuk mengurangi jumlah pegawai. Namun sayangnya, itu menimpa ayah mereka, sehingga keluarga mereka diserang oleh krisis ekonomi.

Ibu mereka mengalami stress yang berat, belum lagi ia mengalami penyakit asma dan hipertensi bawaan. Nina dan Clairine harus melihat ibunya menangis di tengah malam, air matanya berlinang setiap harinya, betapa banyak cobaan yang ia harus lewati dan jalani. Ibu mereka berdoa setiap hari dan selalu berusaha untuk mencari nafkah untuk menyekolahkan anak-anaknya, namun itu berbanding terbalik dengan ayahnya, ayah mereka adalah orang yang egois dan tamak, seringkali Nina mendapati mereka bertengkar dan beradu argument satu sama lain, bukan hanya serangan mental bahkan fisik.

Usia Nina masih dini, ia tidak terlalu menghiraukan masalah yang terjadi, tapi tidak dengan Clairine, masalah keharmonisan keluarga mereka membuatnya sangat terpukul, kerap kali ia menangis diam-diam, bahkan tak jarang ia melakukan tindakan percobaan bunuh diri, keputusasaan yang membuatnya berbuat demikian. Ibu lah yang sering mendapati Clairine melakukan percobaan bunuh diri, seperti menyayat nadi, menenggak bensin, bahkan meracuni dirinya sendiri.

Di sekolahnya, Clairine merupakan anak yang berprestasi dan memiliki banyak teman, namun popularitas dan kecerdasan dianggap tidak bisa menjadi batu loncatan bagi nasibnya, melainkan batu sandungan untuk kehidupannya. Semenjak ayah dan ibunya bertengkar, ia menjadi anak yang pendiam, murung, dan nilai-nilainya menurun secara drastis. Sikapnya berubah menjadi pribadi yang lebih murung dan pemarah, tak terkecuali terhadap adik kesayangannya itu, Nina.

Suatu kali, Clairine mendapat surat panggilan menuju ruang konseling, dengan wajah murungnya, ia berjalan langkah-demi langkah menuju ruang konseling, dihadapannya telah duduk Bu Kristina, selaku guru BK sekolah."Kamu ada masalah apa Clay ? belakangan ini ibu liat kamu murung dan cenderung lebih cuek dan pendiam, cerita sama ibu ya ! mungkin saja ibu bisa bantu kamu" Tanpa mengeluarkan sepatah katapun, Clairine langsung keluar dari ruangan dan kembali ke rumahnya untuk melanjutkan sistem pembelajaran online di rumah.

Pada suatu malam, untuk sekian kalinya, ayah mereka memulai perkelahian, bukan hanya secara verbal namun mulai beranjak pada fisik, ayahnya melempas vas bunga besar di ruang keluarga hingga pecah berkeping-keping, ibu mereka hanya bisa menangis sesegukkan sembari meluapkan emosi yang ia pendam selama ini, "YAUDAH, SEBAIKNYA KITA CERAI" empat kata yang terlontar dari bibir ayahnya itu seakan memukul Clairine dengan keras, hingga ia hanya bisa mengungkapkannya melalui air mata.

Mendengar pernyataan ayahnya itu, ia langsung berlari menuju kamarnya, membanting pintu dengan keras, dan duduk dibalik pintu itu sambal menangis. Nina, adiknya yang masih kecil, belum mengerti apapun, ia tidak bisa mencurahkan isi hatinya pada adiknya, namun semua perasaan itu ia pendam sendiri. "Dek, kakak mau pergi ke minimarket dulu ya, kamu main teddy aja disini, kakak cuman sebentar kok" Selepas itu, Clairine berangkat menuju minimarket, lalu ia bertemu sahabat lamanya, Stephanie.

Stephanie Soedirdjo merupakan sahabat Clairine sejak usianya masih menginjak sekolah dasar, ia adalah anak dari walikota Bandung, "Eh, Steph, apa kabar lo ?" Clairine langsung memeluk sahabatnya itu sambil menangis. "Eh, lo kenapa Clay? jangan nangis dong" Stephanie berusaha menguatkan sahabatnya. Setelah pertemuan mereka, Stephanie mengajak Clairine untuk mampir ke rumahnya malam nanti, Clairine menyetujuinya. Tiba pada pukul 08.00 malam, Clairine mengendap untuk pergi ke rumah sahabatnya itu tanpa sepengetahuan orang tua dan adiknya. Setibanya di kediaman Stephanie, ia melihat lampu berwarna warni gemerlapan. Stephanie pun keluar dan mengajak sahabatnya masuk ke dalam, "Eh, kok rame sih rumah lu, Steph?" Clairine dibuat bingung dengan kehadiran banyak orang di dalam rumah sahabatnya itu, "its my birthday, lu lupa ,Clay? Ternyata Clairine melupakan hari ulang tahun sahabat lamanya itu.

Setelah kurang lebih satu jam di rumah Stephanie, ada sebuah tangan yang menepuk pundaknya. Ternyata itu adalah Stephanie, ia memegang sesuatu seperti bubuk susu berwarna putih di jemarinya, dan ia menawarkannya pada Clairine.

"ini apaan, Steph?" Tanya Clairine

"cobain aja dulu, gue jamin masalah lu pasti akan cepet ilang" Jawabnya

_To Be Continued_