Malam untuk Viona

Setelah selesai makan, Edward dan Viona masih di taman. Mereka mengobrol sembari menatap bintang yang gemerlapan menghiasi malam. Viona menunjukkan rona bahagia, jarang sekali dia merasakan momen semacam ini bersama Edward.

"Kapan kita akan honeymoon?" tanya Edward.

Viona bergeming sesaat lalu melirik suaminya. "Terserahmu saja, sayang," jawabnya.

Edward berpikir sejenak, mengelus dagunya yang kasar ditumbuhi brewok dengan jemarinya yang kokoh. "Lusa saja, kita di sana selama seminggu. Apa kamu setuju?" tanyanya.

Viona menyunggingkan senyum di bibir pink nya. "Tentu saja, besok aku akan memesan tiket untuk kita berdua," jawabnya.

"Biar aku yang beli, kamu bersiap saja besok,"  ucap Edward. Dia berpikir, mungkin dengan liburan bersama Viona, akan membuatnya sedikit terhibur dari rasa sakitnya melihat Luna masih bertahan dengan Ethan.

Viona mengangguk lalu mendekatkan dirinya pada Edward. Dia duduk di pangkuan suaminya, mencoba memberanikan diri untuk bersikap merayu. Ah, Sebenarnya Viona hanyalah wanita dingin, Demi cinta, dia mencoba untuk melawan sikapnya yang dingin itu.

"Apa kamu merasakan sesuatu, jika aku seperti ini?" tanya Viona sembari mengelus rahang kokoh Edward dengan jemarinya yang lembut.

"Tidak. Aku hanya merasa sedikit debaran," jawab Edward sembari menatap intens mata Viona yang kecoklatan menampilkan bayangan matanya.  Mereka sangat dekat saat ini.

Viona menarik napasnya dalam-dalam dengan terpejam lalu menghembuskan nya perlahan ke telinga Edward. Membuat pria itu merasakan desiran aneh. Ah, mungkin gairah Edward mulai bangkit.

"Hanya sedikit, kenapa... apa aku tidak cantik? Atau aku kurang membuatmu puas selama ini?" tanya Viona terdengar sendu.

Edward memperhatikan wajah Viona yang mulai menunjukkan rona kekecewaan. Tentu saja! Istri mana yang tidak kecewa jika suaminya dengan jujur berkata tidak merasakan debaran di hati kala bersentuhan dengan istrinya. Lalu apa yang selama ini dirasakannya?

"Kamu cantik, hanya saja aku kurang bersyukur telah menjadi suamimu. Ma'af karena aku sudah terlalu mengabaikan perasaanmu. Aku akan terus belajar mencintaimu," jawab Edward dengan sendu. Entah kenapa dia merasa iba pada Viona. Namun bayang-bayang Luna masih saja berkelebat di benaknya.

Viona mengangguk tersenyum menunjukkan ketegaran hatinya. Perlahan, Edward menyelipkan rambut istrinya itu ke belakang telinga, lalu jemarinya berpindah menelusuri wajah mulusnya.

'Seharusnya kamu tidak mencintaiku terlalu dalam, kamu hanya akan merasa sakit terus menerus. Aku tidak bisa melupakan Luna, meski aku berkali-kali mencoba melupakannya dengan mengalihkan perhatianku padamu,' batin Edward.

Viona menyentuh bibir Edward yang sexy. Dia ingin menciumnya, namun sungkan. Edward yang peka, segera menarik menekan tengkuk VIona, mendekatkan bibirnya pink itu ke bibirnya.

Perlahan tapi pasti, dua sejoli dengan cinta bertepuk sebelah tangan itu berciuman. Viona memejamkan mata, menikmati lembutnya ciuman dari suaminya. Begitu pula Edward, matanya terpejam! Tapi lagi-lagi bayangan Luna seakan mengganggunya. Ah, tapi dia tetap menikmati ciuman itu. Membayangkan jika wanita yang tengah beradu bibir dengannya itu adalah Luna.

"Aku mencintaimu, Edward." Viona semakin tidak terkontrol, dia semakin buas memciumi bibir dan wajah Edward. Tangannya memegangi rambut suaminya itu hingga meremasnya pula.

Tangan Edward bergerilya menyusuri bagian dada Viona. Perlahan wanita itu mendesah, nafasnya memburu tak beraturan. Namun seketika dia menyadari bahwa dia masih di taman.

Viona melepaskan ciuman Edward. "Jangan di sini! Mia atau siapapun dapat melihat aktifitas kita, Sayang," seru Viona.

"Tapi, aku menginginkanmu sekarang," balas Edward dengan mata yang sendu.

"Iya sayang, tapi jangan di sini." Viona turun dari pangkuan Edward. Dia menarik suaminya itu berjalan masuk ke rumah.

Melihat Viona yang tampak berseri dan lebih cantik dari biasa, semakin memuat Edward runtuh. Dia segera membopong istrinya itu menuju kamar.

"Aku bisa berjalan sendiri, sayang. Kamu tidak perlu membopongku seperti ini." Viona nampak terkejut akan perlakuan Edward yang mendadak manis dan membuatnya merona bahagia.

"Aku ingin memanjakanmu, Viona. Bukankah kamu ingin merasakan yang namanya dicintai. Aku akan membuatmu merasakannya malam ini." Edward tetap membopong Viona hingga mereka tiba di kamar.

Edward segera merebahkan tubuh Viona ke atas ranjang. Dengan tidak sabaran dia menciumi bibir pink istrinya itu, perlahan tangannya bergerilnya melucuti pakaiannya hingga tak bersisa. Kini Viona benar-benar naked.

Napas Viona semakin tak beraturan. Kini, Edward menciumi setiap inci dari tubuhnya. Viona mendesah dengan tangannya yang meremas rambut Edward.

"Apa kamu menyukainya, sayang?" tanya Edward.

Viona mengagguk dan semakin merona, Edward memanggilnya "sayang" dikala percintaan panas itu. Biasanya pria itu terkesan datar tanpa pemanis, namun tidak untuk malam ini.

"Lakukan sekarang!" seru Viona dengan rintihan.

Edward tersenyum penuh kemenangan, matanya tetap pada pemandangan sexy di hadapannya. Dengan tidak sabaran dia melepas pakaiannya lalu menindih Viona, mencium kembali bibirnya sembari menyatukkan miliknya.

"Aku mencintaimu, Edward." Viona terus berkata seperti itu. Hingga Edward merasa puas dan dirinya pun lelah setelah berkali-kali mengulangi adegan panas di ranjang dengan suaminya itu. Tak sekalipun Edward membalas perkataan Viona, membuat kebahagiaan wanita itu kurang lengkap. Namun dia merasa lega, setidaknya pria itu memperlakukannya lebih dari biasanya.

^^

Saat pagi, Viona yang masih terpejam meraba-raba sampingnya. Tampaknya dia mencari Edward. Perlahan matanya terbuka dan melihat ke samping, suaminya tidak ada.

CEKLEK

Edward keluar dari kamar mandi dengan bertelanjang dada. Pria itu bangun lebih dulu ketimbang istrinya, dia tampak terburu-buru mengenakan pakaiannya.

"Apa kamu akan ke kantor hari ini?" tanya Viona yang masih di ranjang tanpa pakaian.

"Iya. bukankah besok kita akan honeymoon? Aku harus menyelesaikan urusan-urusan yang penting hari ini," jawab Edward sembari mengenakan tuxedo nya.

Viona menghela napas, mencoba memaklumi kesibukan suaminya itu.

"Kamu tidak ke kantor ayahmu?" tanya Edward.

"Tidak, aku lelah," jawab Viona. Dia kembali menyelimuti tubuhnya.

Edward tersenyum kecil lalu mendekati Viona, mencium kembali bibir pink istrinya yang sebenarnya membuatnya kembali tergoda.

"Ma'af sudah membuatmu lelah. Aku tidak akan mengulanginya lagi," ucap Edward.

Viona menarik Edward hingga suaminya itu menindihnya. "Lakukan saja setiap hari, aku tidak keberatan," balasnya.

Edward tersenyum lalu mengangguk. Tentu saja dia senang, sembari menunggu Luna mau kembali dengannya, kini dia menikmati setiap malam penuh cinta dengan Viona.

"Aku harus bekerja sekarang." Edward beranjak dari ranjang dan hendak berangkat ke kantor, tak lupa dia juga menyisir rambutnya terlebih dahulu. "Oiya... jangan lupa minum pil nya!" lanjutnya.

Seketika senyum dan rona bahagia di wajah Viona pudar. Perkataan Edward barusan sungguh menusuk relung hatinya. Pria itu pergi dengan meninggalkan pesan menyakitkan, seakan memporak-porandakan kebahagiaan yang telah dia tanam semalam.

'Kukira, kamu sungguh akan belajar mencintaiku dan melupakan soal pil penunda kehamilan itu. Apa aku tidak pantas mengandung anakmu? Apa wanita itu masih saja kamu simpan di benakmu?' batin Viona. Perlahan bulir-bulir bening terjatuh dari kelopak matanya, dia menangis meratapi cintanya yang bertepuk sebelah tangan.