Bahagia menurut gue itu sederhana, cukup dengan ngeliat dia emosi dan teriak-teriak seperti wanita bar-bar setiap minggunya. -Radit
***
My Robot💩💩
(Gue udah di depan, gue tunggu sampe jam 08.45 kalo masih belom siap juga lo jalan sendiri ke tempat latihan.)_08.44
"Ya Allah gila kali ya dia, nggak ketahuan kapan jalannya tau-tau udah sampe aja dan sekarang dia cuma ngasih gue waktu SEMENIT buat siap-siap!!" Pekik Yara begitu ia melihat pesan masuk dari Radit.
My Robot💩💩
(10.)_08.45
(9.)_08.45
(8.)_08.45
(7.)_08.45
(6.)_08.45
(5.)_08.46
(4.)_08.46
(3.)_08.46
(2.)_08.46
(1.)_08.46
(-1.)_08.46
(-2)_08.46
(-3)_08.46
(-4)_08.46
(-5)_08.46
(YARA LAMA!!)_08.46
"Oh Ya Allah, kenapa engkau menciptakan makhluk seperti dia sih. Bacot banget Ya Allah, salah Yara apa Ya Allah sampe Yara harus terlibat kerjasama sama dia." Keluh Yara yang kesal karena sedari tadi smartphone nya di penuhi notifikasi pesan dari Radit.
My Robot💩💩 is calling...
"Bacot nih gue ke depan." Umpat Yara begitu ia melihat Radit menelponnya. Dengan sekali hentakan Yara mengambil tas dan smartphone nya lalu bergegas ke luar rumah. Dan di sana, ia melihat Radit sudah duduk manis di atas motornya dengan mengenakan celana jeans dan sweater abu-abu.
"Lama banget lo dandannya." Omel Radit begitu ia melihat Yara berjalan kearahnya.
"Bacot." Balas Yara cuek sambil bergegas duduk di kursi penumpang.
"Yee bukannya bilang makasih lo udah mau gue tungguin meskipun lo ngaret." Radit sengaja memancing emosi Yara dengan berkata demikian. Ya, Radit memang suka sekali membuat Yara emosi dan meledak-ledak. Menurutnya itu suatu kebahagiaan sederhana.
Yara mengehela nafas kasar akibat ucapan Radit barusan. "Yaelah lo cuma nunggu semenit doang udah banyak protes, gimana kalo gue nyuruh lo nunggu satu jam. Bisa abis kali gue di ceramahin lo."
"Ya gue tinggalin lah, ngapain amat gue nunggu lo sampe satu jam. Lo pikir gue supir pribadi lo."
"Duh Radit, lo itu lama-lama kaya emak-emak hamil yeee, berisik banget dari tadi. Puyeng gue dengernya, mending sekarang lo nyalain tuh motor, trus kita ke tempat latihan."
"Iye bawel." Radit menyalakan mesin motornya dan mereka berdua bergegas ke tempat latihan.
Lah dari tadi yang banyak omong aja dia, kenapa gue yang dibilang bawel ucap Yara dalam hati.
Jarak antara rumah Yara dengan tempat mereka biasa latihan paskib tidak lah jauh, hanya sekitar 15 menit bila di tempuh dengan kendaraan roda dua. Dan selama itu juga, Yara dan Radit sibuk dengan pemikirannya masing-masing. Yara yang sibuk memikirkan Vano dan Radit yang sibuk dengan memikirkan bagaimana caranya ia membuat Yara emosi lagi seperti biasanya. Yara yang kebosanan akibat keheningan itu, diam-diam mengeluarkan smartphone nya dan memotret Radit yang tengah mengendarai motor.
Dalam hati Yara berniat untuk mengedit foto itu dengan menambahkan emoticon-emoticon jahat karena ia kesal dengan Radit yang bawel sekali pagi ini.
***
Seperti biasa, Radit dan Yara memang selalu membagi tugas dalam mengajar. Yara yang bertugas untuk mengajar kelas 8 sedangkan Radit bertugas untuk mengajar kelas 7. Saat itu Yara tengah mempersiapkan pasukan untuk salah satu upacara hari besar, dan ia mendapatkan kendala pada saat tutup formasi. Ya, sudah menjadi suatu kebiasaan bagi anak paskib untuk mempersiapkan pengibaran upacara-upacara hari besar dengan membuat pasukan serta formasi untuk pengibaran itu. Formasi kali ini cukup rumit, maka dari itu ia ingin berdiskusi dengan Radit mengenai tutup formasinya.
Dan bukan Radit namanya yang mau berdiskusi dengan Yara secara damai. Selalu saja Radit membuat masalah pada saat mereka berdua tengah berdiskusi, Radit tidak akan pernah mau mendengarkan semua perkataan Yara sebelum Yara emosi dan teriak-teriak seperti wanita bar-bar atau meledak-ledak dengan segala sumpah serapahnya kepada Radit. Radit sangat menikmati itu, bagi Radit bahagia itu cukup sederhana, hanya dengan melihat Yara emosi dan berteriak murka seperti wanita bar-bar. Entah mengapa, ia merasa lucu melihat ekspresi kesal Yara. Bukannya takut, justru sebaliknya.
"Ayolah Radit, gue udah capek. Kenapa sih lo itu nggak pernah mau dengerin omongan gue. Harus banget pake teriak-teriak apa tiap kali gue ngajak lo diskusi. Nggak bisa apa sekali iniii aja lo dengerin gue, gue bener-bener lagi nggak pengen marah-marah nih." Yara memohon kepada Radit agar ia mau membantunya dalam menutup formasi pengibaran itu, namun Radit hanya diam sambil terus meyeruput es teh manis yang tadi di belinya. Sekarang memang waktunya istirahat, maka dari itu Yara menghampiri Radit untuk berdiskusi.
Radit hanya melirik Yara sekilas lalu bangun dari tempat duduknya dan membuang sampah es teh nya tadi, kemudian Radit menuju wastafel dan mencuci tangannya. Setelah itu ia segera berjalan menuju lapangan dan menghimpun seluruh anggota paskibra untuk memulai kembali latihannya. Merasa di acuhkan oleh Radit, Yara berjalan menghampiri Radit dengan emosi yang siap meledak namun berusaha ia tahannya.
"Radit ih dari tadi kan gue ngomong sama lo, kenapa malah lo diemin sih." Lagi-lagi Yara diacuhkan Radit.
"Tuh lanjutin formasi yang tadi, tinggal tutupnya doang kan." Radit menunjuk pasukan pengibaran dengan dagu nya agar Yara kembali mengambil alih pasukan itu.
Yara menarik lalu menghembuskan nafasnya sebanyak 3 kali untuk menetralisir emosinya. "Gue bingung nutup formasinya Radiiittt. Makanya dari tadi gue nanya sama lo, eh malah lo diemin."
"Bego banget sih lo jadi orang, masa buka formasi bisa giliran tutup formasinya nggak bisa sih. Tutup formasi kan kebalikan dari buka, gitu aja masa nggak bisa." Lagi-lagi Radit berusaha memancing emosi Yara, ia merasa belum puas kalau belum melihat gadis itu mengamuk.
"Gue udah coba tadi, tapi tetep aja nggak nemu cara nutupnya." Lagi, Yara berusaha mengendalikan emosinya dalam menghadapi Radit.
"Bodo amat, itu urusan lo. Lo lah yang harus mikir, pasukan itu kan tanggung jawab lo, gimana sih jadi pelatih nggak bener banget." Radit berjalan meninggalkan Yara dan hendak kembali mengambil alih kelas 7 nya.
"Radiit ih, bantuin napa." Teriak Yara yang melihat Radit berjalan menjauhinya.
Namun Radit hanya menghiraukan ucapan Yara.
"Jadi gimana kak tutup formasinya?" Salah satu pasukan itu bertanya.
"Bentar ya, saya lagi pikirin caranya."
Yara kembali mendatangi Radit untuk meminta bantuannya, dan Radit pun tetap tidak memperdulikannya.
Habis sudah kesabaran Yara. "RADIT...PUTRA...PRATAMA..." Yara menyebutkan nama lengkap Radit dengan penuh penekanan di setiap katanya, sedangkan yang di panggil hanya tersenyum miring merasa rencananya membuat Yara emosi berhasil.
"MAU SAMPE KAPAN SIH LO KAYA GINI! MAU SAMPE KAPAN TIAP KALI GUE DISKUSI SAMA LO HARUS PAKE EMOSI HAH! MAU SAMPE KAPAN LO NGUJI KESABARAN GUE RADIT." Teriak Yara murka di depan wajah Radit.
"GUE TUH CAPEK YA KAYA GINI TERUS, KENAPA SIH LO HOBI BANGET LIAT GUE MARAH-MARAH! KENAPA SIH LO NGGAK PERNAH NGEBIARIN KITA DISKUSI BAIK-BAIK! GUE BENER-BENER CAPEK WOY!!"
"Kalo capek istirahat lah, gitu aja ribet." Jawab Radit acuh.
Melihat itu, Yara semakin naik pitam. "DEMI APA PUN GUE BENCI BANGET SAMA LO RADIT. GUE...BENCI...SAMA...LO...SEBENCI-BENCINYA...GUE...SAMA..ORANG!!!" Yara kembali meluapkan segala emosinya dan menekankan kata-kata bahwa ia benci pada Radit. Dan seperti biasa, Radit menikmati hal itu. Ia merasa bahagia bisa melihat gadis itu mengamuk seperti ini, ia tidak takut Yara membencinya. Karena ia tau, Yara tidak akan mungkin membencinya.
"Lo adalah cowo teregois yang pernah gue temuin di dunia ini RADIT PUTRA PRATAMA, dan gue BENCI sama lo." Emosi Yara semakin menjadi hingga dadanya naik-turun setiap kali ia berteriak murka hingga menjambak kepalanya sendiri.
Merasa sudah cukup melihat adegan marah-marah tadi, Radit berjalan meninggalkan Yara menuju pasukan pengibaran dengan santainya sambil satu tangan ia masukkan ke dalam saku jeans nya. Ia kemudian menjelaskan bagaimana cara tutup formasi tersebut. Sebenarnya, Radit sudah memikirkan bagaimana cara menutup formasi itu sejak pertama kali Yara mendatanginya tadi. Namun, ia malas memberi tau Yara sebelum gadis itu mengamuk. sekarang Yara terduduk lemas di hadapan kelas 7 karena lelah akibat marah-marah tadi.
Bagi mereka, anak didik nya Yara dan Radit, pemandangan kedua pelatih mereka bertengkar itu adalah hal biasa. Mereka sudah sering melihat itu, namun seperti biasa pula. Setelah pertengkaran itu terjadi, kak Radit selalu saja mempunyai cara agar kak Yara tidak marah terlalu lama terhadapnya. Dan menurut mereka semua, Yara dan Radit seperti pasangan yang cocok. Dengan pertengkaran itulah yang membuat mereka terlihat seperti pasutri muda yang tengah berdebat tentang bagaimana cara mengurus anak mereka. Dan mereka kerap kali meledek Yara dan Radit dengan sebutan "Mamah Yara dan Papah Radit" apabila mereka berdua tengah bercanda bersama.
Begitulah Yara dan Radit, terkadang mereka bak Tom and Jerry dan terkadang pula mereka terlihat seperti pasangan muda yang tengah berpacaran. Terkadang mereka bertengkar hebat (lebih tepatnya Yara yang mengamuk sedangkan Radit hanya menjadi penonton amukan Yara) dan terkadang pula mereka berlari sambil saling kejar dengan tertawa lepas. Dan itu sudah menjadi kebiasaan setiap kali mereka melatih paskib di SMP nya. Terkadang mereka seolah sedang bersaing dalam membuat bagus pasukan yang mereka latih, dan apabila pasukan Radit lebih baik dari pasukan Yara, maka Radit akan meledek Yara, dan begitupun Yara kepada Radit.