IWY-6

06.45, Mansion Clarissa.

Author POV.

"Rachel ayo cepetan goblog 15 menit lagi bel nih. Lama banget sih lo?!" Teriak Sabina dari lantai bawah.

"Iya bentarr!" Teriak Rachel tak kalah keras.

"Aduh cepetan dong pasti udah banyak kan muridnya. Lo sih lelet banget deh." Kesal Sabina.

"Iya elah bacot amat sih lo!! Ayo cepetan ngebut goblog." Umpat Rachel.

Sabina menuruti perkataan Rachel. Dia langsung menancapkan gas lalu menerobos lampu merah dengan kecepatan diatas rata-rata.

Tak peduli dengan sumpah serapah para pengemudi lain. Yang dia peduli hanya dia tak boleh terlambat.

"Ah gila nyawa gue masih ada. Masih utuh juga sama raga gue yang imut ini." Ucap Rachel sambil memegang dada serta mengatur nafasnya.

"Yaiyalah idup, ya kali mati. Lo ga sadar lagi sama siapa ha?" Kesal Sabina.

"Iya iya na gue lagi sama ahlinya." Cibir Rachel.

"Yaudah ayo masuk aja, gue sengaja gabisa bawa sampek kedalam. Bisa-bisa satu sekolahan tau." Ucap Sabina.

"Keysip." Ucap Rachel.

Keduanya saat ini berjalan beriringan melewati koridor. Bisik-bisik siswa siswi terdengar sampai ketelinga mereka. Tapi mereka tetap tak peduli.

Akhirnya mereka sampai dikelas. Dan sebentar lagi bel berbunyi. Untung saja Sabina membawa mobilnya dengan kecepatan diatas rata-rata.

Kringg kringg

"Assalamualaikum anak-anak. Hari ini kita akan mengadakan ulangan harian. Simpan buku kalian didalam tas, hanya ada bolpoin dan selembar kertas diatas meja. Jika ada yang lain soal tidak akan saya bagi." Ucap pak Jepri, guru Matematika yang katanya killer dan juga wali kelas dikelasnya Sabina.

Kok ulangan sih pak

Pak pending dulu napa belum belajar nih

Yaelah pak ulangan dadakan lagi males lah, kalo nikah mah mau

Ye itu mah maunya lo

Iya dong harus

"Cepat lakukan atau keluar jangan pernah masuk dijam pelajaran saya disemester ini." Tegas pak Jepri.

"Yahh,.." Ucap mereka serentak.

Soal sudah dibagi oleh pak jepri, ini hal mudah menurut Sabina. Setelah 15 menit berkutat dengan soal-soal yang ya begitu mudah, akhirnya Sabina selesai.

Sabina berjalan kedepan mengumpulkan lembaran kertas ulangan hariannya. Setelah itu dia langsung saja keluar kelas. Toh untuk apa dikelas, yang lain ulangan kalau tidur pun pasti akan terganggu.

Sabina berjalan ke arah taman belakang. Disini sejuk sekali, ingin rasanya Sabina terlelap. Dia memilih bersandar dibalik pohon besar. Sabina perlahan memejamkan matanya. Sabina terlelap kealam mimpinya.

***

"Ehmm na bangun dong." Ucap Revan.

"Enghh." Erang Sabina.

"Hey bangun dong, udah bel nih gamau pulang lo na?." Tanya Revan masih sambil membangunkan Sabina.

"Iyaiya bentar napa nyawanya belum kumpul nih." Ucap Sabina.

"Na ayo pulang deh, lo ikut gue dulu kesuatu tempat." Ucap Revan sambil tersenyum.

"Gila senyumnya." Ucap Sabina karena belum sadar sepenuhnya.

"Iya gue tau gue ganteng, gausah alay deh." Ucap Revan sambil terkekeh.

"Ck, yaudah cepetan." Kesal Sabina.

Mereka berdua bergegas menuju parkiran. Sebelum itu, Sabina kekamar mandi untuk mengganti style baju serta menghapus make up nerd-nya.

Diperjalanan juga hanya ada hening. Revan sibuk menyetir, dan Sabina yang sibuk melamun serta memperhatikan jalanan.

Sekitar 30 menit waktu yang dihabiskan kali ini. Sabina masih terlelap karena bosan.

"Sst na bangun, udah sampai nih." Ucap Revan sambil menepuk pelan pipi Sabina.

"Hmmm iya nanti ngantuk nih." Ucap Sabina setengah sadar.

"Ebuset nih bocah tidur ae perasaan." Ucap batin Revan.

"Lo bangun atau gue cium." Ancam Revan.

"Ck iyaiya cepetan ishh!." Kesal Sabina.

Sebenarnya Sabina ragu karena daerah ini sedikit seperti hutan. Sabina takut mungkin Revan akan menculiknya?.

Setelah berjalan beberapa waktu, mereka sampai ditempat yang begitu indah. Padang rumput dengan danau ditengahnya, bunga-bunga yang sengaja ditanam disamping truk ice cream sangatlah indah. Jangan lupakan ada tenda serta mobil karavan tak jauh dari situ.

"Van, bagus deh gue suka." Ucal Sabina dengan senyum tulusnya.

"Gue seneng lihat lo senyum gini, terus senyum ya? Tapi pastiin senyum lo cuma buat gue." Ucap Revan yang kemudian diangguki Sabina tanpa sadar.

"Yaudah yuk duduk, gue gelar tikar dulu." Lanjut Revan.

"Eh eh bentar deh, maksut lo yang cuma buat lo itu apaan sih van?." Tanya Sabina.

"Udah duduk aja jangan berdiri terus. Oh ya, mau apa biar gue ambilin." Ucap Revan.

"Terserah deh."

Sabina masih menikmati hembusan angin yang datang setiap saat. Ini menenangkan. Setidaknya untuk sementara waktu, dia tidak memikirkan keluarganya.

"Nih." Ucap Revan.

"Van, lo tau tempat ini dari mana?." Tanya Sabina.

"Udah daridulu, adiknya ayah yang ngasih tau. Terus gue kasih ginian aja. Dulu niatnya pengen gue tunjukin ke orang spesial, dan sekarang orang spesialnya itu lo." Ucap Revan sambil memandang serius kearah Sabina.

"Maksud lo?." Tanya Sabina yang kurang paham.

"Gue suka lo, itu doang." Ucap Revan.

"Lo benera suka gue?." Tanya Sabina.

"Tapi gue belum bisa, banyak masalah van. Gue belum sanggup nyelesain, apalagi nambah masalah dengan ada hubungan lebih sama lo. Gue belum bisa." Lanjut Sabina.

"Na, tatap mata gue. Percaya sama gue, gue sayang sama lo. Gue cinta sama lo. Setidaknya kalau lo sama gue, lo bisa cerita sedikit na." Ucap Revan.

"Gue belum bisa van, buat gue lebih tertarik lagi sama lo. Gg-gue masih ragu." Ucap Sabina sambil menunduk.

"Gue akan buat lo yakin na." Ucap Revano lirih sambil mendekap tubuh mungil Sabina.

"Semoga emang lo orangnya van." Ucap Batinnya.

"Nunggu malam ya, biar bisa liat bintang." Ucap Sabina dengan mata berbinar.

"Iya."

***

Mansion Edward

"Ma pa, Mey pengen pindah ke sekolah kak Sabina dong, boleh kan?." Tanya Mey dengan manja.

"Loh sayang, kamu ada masalah disekolah lama?." Tanya Luna heran.

"Ngga ada masalah ma, Mey ada suka sama cowok disana. Dia ganteng ma." Ucap Mey sambil memohon.

"Yaudahlah, mana bisa papa menolak permintaan putri kesayangan papa yang satu ini." Ucap Edward sambil terkekeh.

"Yee makasih pa, kapan pindahnya?." Tanya Mey lagi.

"Lusa kamu udah pindah sayang." Jawab Edward sambil mengusap surai putrinya gemas.

"Yeee sayang mama, sayang papa." Ucap Mey sambil mencium dan memeluk kedua orang tuanya.

"As you wish baby girl." Ucap Luna sambil mencium kedua pipi putrinya.

"Gue bakal ambil semua yang lo punya na, semuanya." Smirk di bibir Mey terlihat jelas sambil mengatakan kalimat itu dibibirnya.

***

19.30

Author POV.

Malam pun tiba, gerlap gerlip lampu di mobil karavan serta truk ice cream sangat indah. Apalagi pemandangan malam yang bertabur bintang. Ditemani api serta dirinya.

Kali ini Sabina merasa hidup bahagia. Ditemani dia yang memang peduli dengannya.

"Van, indah banget. Gue suka." Ucap Sabina.

"Gue suka kalau lo senyum na." Ucap Revan sambil memandangi wajah Sabina.

"You're so beautiful." Lanjut Revan.

Sabina merasa pipinya memanas, dia malu lalu menundukkan kepalanya.

"Jangan nunduk, gue suka kalau liat pipi lo merah." Kekeh Revan.

Semua perlakuan Revan membuat harapan Sabina terbang tinggi. Tak seharusnya Sabina menerbangkan dirinya terlalu tinggi, semua itu akan membuatnya kembali menyesal nanti. Iya nanti, ketika semua berubah dan Sabina pergi.

Semua harapannya akan tetap fana, tetap jadi fatamorgana. Dia sudah terlanjur menjatuhkan hatinya terlalu dalam tanpa tau nanti.

***