Aku memperhatikan langit-langit kamarku. Sendiri, dalam penyesalan karena gagalnya rencanaku.
"Akhirnya liburan hanya tiduran saja di kamar" gumanku.
Andre sudah keluar meninggalkan aku sendiri setelah aku menghabiskan bubur ayam buatan Ana. Ku pandangi cincin dengan mata berlian yang kecil, sebuah cincin sederhana untuk Ana. Aku tahu Ana tidak terlalu suka barang yang terlalu mewah, Ana lebih suka hidup sederhana.
Perkenalanku dengan Ana sebagian besar Andre yang menjadi andilnya. Andre bahkan sudah sangat dekat dengan Ana sebelum kami masuk kampus yang sama. Karena Andre juga yang mengenalkan aku dengan Ana. Gadis sederhana yang manis, walau tidak pernah menggunakan make up yang berlebih, paling hanya bedak tipis dan lipgloss berwarna pink.
Ana cewek perkasa yang cantik, padahal kalau dilihat sekilas dia sangatlah feminim. Walau dia selalu mengenakan celana panjang dan blus longgar agar dia tidak memperlihatkan sisi kewanitaannya. Tapi tetap aja bagiku dia sosok wanita yang lembut, apalagi kalau salah satu temannya sakit. Dia adalah orang yang pertama kali bertindak bagaikan seorang perawat. Seharusnya dia tidak cocok masuk jurusan mesin. Ana lebih cocok jadi perawat, ketimbang harus kotor kotoran dengan oli dan mesin.
Aku suka iri dengan kedekatan Ana dan Andre, apalagi saat ku ingat kejadian yang baru saja terjadi dan membuat aku harus pingsan di depan semua. Saat ke kantor dosen tempo hari Ana lebih memilih Andre untuk menemaninya. Dan dia tidak mau aku tahu masalah dia dengan dosen yang killer itu.
Saat itu jika aku tidak pancing dengan trikku, pasti saat ini aku belum tahu apa yang terjadi dengan Ana dan Dosen killer itu. Bahkan Andre sempat cerita kalau Ana nangis di lift walaupun sambil ditahan nangisnya.
"Sudah na, kenapa juga kamu nangis gara-gara dosen itu. Emang dosennya nolak cinta kamu na?" goda Ana saat di dalam lift setelah keluar dari ruang dosen. Ana membalas dengan menendang kaki Andre walau tidak kencang.
"Aduh…" kata Andre sambil pura-pura sakit. "Pantasnya jadi pemain sepak bola wanita aja nih cewek" Lanjut Andre mencoba membuat Ana tersenyum, tapi tetap gagal.
"Jangan kasih tahu bagus ya ndre" kata Ana sambil menghapus air matanya.
Dan pintu lift pun terbuka. Ana dan Andre berjalan menuju kelas. Di lihat di sana orang-orang sedang berkumpul mengeliling bagus.
"hah… " Ana membuang nafas panjang, seperti habis memuntakan banyak angin.
"Sabar na, Bagus memang hebat. Yakin kok kamu pasti bisa" Kata Andre memberi semangat Ana.
Mereka pun berjalan menuju tempat mesin mereka. Dan mereka pun melanjutkan pekerjaan mereka yang sempat tertunda karena di panggil dosen ke kantor. Setelah selesai kami bertiga pergi ke kantin kampus buat mencari sesuatu yang bisa di makan. Sesampainya di kantin aku tidak mau jadi pemimpin yang memilihkan makanan buat kedua orang ini. Kalau aku yang memilih, pasti akan ditolak sama mereka berdua.
"Makan Apa na?" Tanya Andre, karena Ana sedang bad mood dia akan jadi prioritas. Ana hanya melihat kanan kiri, bingung akan memilih apa. Kemudian Ana melihat ke arah ku seperti mau bertanya dan aku sudah siap untuk menjawabnya.
"Gak jadi deh nanya kamu, pasti pesanan kamu gado-gado atau ketoprak" kata Ana sudah dapat menebak apa isi kepalaku. Aku langsung merapatkan bibirku tidak jadi mnegeluarkan kata-kata yang sudah dijawab sebelum ditanya.
"aku lagi ga lapar, aku mau makan kuaci aja" Kata Ana sambil pergi ke salah satu kios yang berjajar di depan kami. Kemudian Ana mengambil serenceng kuaci.Dan mengeluarkan uang untuk membayarnya.
"Gak usah, sama aku aja sekalian" kataku menahan Ana untuk membayar, dan Ana seperti menolak.
"Cuma kuaci aja, murah kok" kata Ana sambil tetap menyerahkan uangnya ke penjualnya.
"kenapa sih Ana anti banget sama uang gua" kataku sambil melihat Ana menjauh.
"Udah ga usah khawatir, mending bayarin gua aja" Kata Andre dengan membawa beberapa belanjaan yang hampir tidak bisa dia bawa sendiri.
"kita kayak jadi pengawal tuan putri yang lagi ngambek ya" kata ku yang berjalan berdampingan dengan Andre sambil mengikuti Ana. Walau hanya melihat punggungnya saja terasa hawa gundah terpancar dari sana.
"Ga ah… udah biasa" kata Andre. "paling juga kalau lidahnya udah sakit makan kuaci, trus teriak dan nangis kelar deh" lanjutnya.
"seriusan… tahu dari mana?" kataku penasaran.
"rahasia" kata Andre dengan mulut penuh roti di dalamnya.
"Ada masalah apa sebenarnya di ruang dosen tadi?" tanyaku masih penasaran
Tapi Andre hanya terdiam dan memasukan kembali roti bungkus ke tiga ke mulutnya
"Ana suruh rahasiain ya?" tanyaku lagi. Hanya dibalas dengan anggukan oleh Andre.
"Kalau aku kasih clue dan kamu cuma ngangguk dan geleng masih boleh kan?"
"mmmm…. Boleh lah… boleh" kata Andre sambil menggarut garut tengkuknya.
"ada hubungannya sama keluarga?" tanyaku, Andre menggelengkan kepalanya.
"Ada hubungannya sama aku?" Andre mengangguk. Andai saja pertanyaan ini di tempat yang tepat pasti tubuh ini sudah melayang mendengar kata "Ana ada hubungannya dengan aku".
Tapi sayangnya yang menghubungkannya adalah salah satu pembuat Ana sedih hari ini.
"Ada hubungannya sama makanan?" tanyaku."Yang bener aja, ngapain juga dosen nanyain makanan lo?" protes Andre.
"ya elah, kan coba kasih clue, siapa tau ada dosen yang pernah ngeliat bibir Ana jontor habis makan udang yang aku umpetin di tahu" Jelasku tidak mau kalah.
"Ana cuma bibir yang jontor, kalau lo semuanya jontor.Kalau gua aduin ke Ana, gampang dia balasnya" kata Andre sambil tertawa sinis.
"lagian rajin amat dosen merhatiin makanan dan kondisi mahasiswanya" protes Andre lagi.
"berarti masalah nilai ya" Tanya ku lagi. Andre hanya terdiam, itu artinya bisa iya bisa juga tidak.
"apa masalah mesin yang waktu itu ya?" tanyaku dan yakin pasti benar.
"aku harus jelaskan ke pak Adi, dia pasti salah kalau beranggapan itu bukan hasil kerja Ana" kataku sambil memutar 180 derajat ingin pergi ke ruang dosen. Tiba-tiba tanganku ditahan oleh Andre.
"lo mau Ana dapat masalah lebih lagi" kata Andre.
"Trus gua harus gimana?padahal waktu itu aku ga ada niat apa-apa. Dan emang semuanya Ana yang merakitnya dari awal.Aku cuma bantuin ngebersihan aja. Gua harus jelasin semuanya" kataku
"tenang bro, kalau sekarang lo ke ruangan pak Adi berarti yang dituduhkan ke Ana benar" kata Andre sambil merangkul bahuku.
"mending lo makan dulu dah" katanya lagi sambil memasukan satu roti utuh ke mulutku.
"tu lihat sendiri, si Ana udah habis empat bungkus kuaci bentar lagi juga dia teriak dan ngelempar….. " kata Andre terhenti karena benar saja Ana berteriak sebelum Andre selesai bicara.
"kenapa senyum senyum sendiri bro?" Tanya Andre yang tiba-tiba loncat ke tempat tidurku. Dengan segera aku sembunyikan cincin yang dari tadi aku perhatikan.
"kenapa ga ngetuk pintu dulu sih kalau masuk" ucapku geram
"udah kali, kamunya aja yang ga dengar" kata Ana membawakan air putih hangat dan sendok.
Aku mencoba menahan senyum karena teringat sisi unik dari gadis yang tidak bisa kuduga apa yang sedang dipikirkannya.
"kenapa ketawa?" Tanya Ana heran.
"ga… ", jawabku sambil memalingkan wajah karena masih menahan tawa.
Lalu ku lihat apa yang di bawa Ana, "buat apa sendok dan airnya?" Tanyaku
"buat main sulap" kata Ana mulai agak kesal karena melihat aku yang masih senyum senyum sendiri. "main sulap? Maksudnya sendok bengkok di dalam air?"Tanyaku.
"coba ndre kamu praktekkan sulapnya" kata Ana. Lalu andre mengeluarkan sebutir obat.
"oke coba lihat baik… baik… sekarang ada dan sekarang tidak ada" kata Andre yang sudah meletakan obat tersebut di atas sendok, kemudian menutupnya dengan tangannya.
"sekarang ada lagi… dan… " Lanjut Andre sambil membuka kembali tangannya dan dengan segera ku ambil obatnya dan memasukannya ke dalam mulutku.
"sekarang tidak ada… " jawabku agak jengkel, dua sekawan ini paling suka membuatku jengkel. Apalagi kejadian waktu di TPS (tempat pembuangan sampah). Sungguh itu kali pertamanya aku berada di tempat seperti itu.
Sudah aku bilang, "gimana mungkin ada mesin yang dibuang di TPS". tetapi kata mereka kompak bahwa di sana ada, tapi ujung-ujungnya aku beli di toko onderdil. Mau cari sampai kapan, mencari mesin di tumpukan sampah yang sudah sama dengan gunung tingginya. Dan lebih parahnya lagi, mereka berdua tidak ikut mencari. Mereka diam-diam pergi meninggalkan aku dan membeli alat-alatnya duluan meninggalkan aku yang sibuk mencari di tumpukan sampah.
Padahal beli mesin 100 buah sangat mudah bagiku, hanya saja Ana tidak suka aku terlalu menghamburkan kekayaan ayahku. "kekayaan itu bukan punya kita, siapa tahu yang nya nanti ngambil kembali" kata Ana saat aku ingin membeli barang-barang yang aku butuhkan di toko yang jelas dan pasti mahal. Tapi karena mereka juga aku jadi tahu banyak tempat yang belum pernah aku jelajahi sebelumnya.
Ana dan Andre sangatlah kompak. Saat aku sedang sibuk mencari di tumpukan sampah. Mereka berdua malah pergi ke tempat rongsokan mobil bekas yang letaknya tidak terlalu jauh kalau ditempuh dengan motor, tapi jika menggunakan mobil jalurnya akan memutar sangat jauh. Sungguh terlalu, dan semua itu pasti ide Andre. Ana sudah ingin mengajakku saat aku masih sibuk melihat sampah di mana-mana. Andre selalu punya sesuatu yang membuat Ana mau mendengarkan semua perkataannya. Sebenarnya ada apa antara Ana dan Andre.
Di satu sisi mereka sangat baik padaku, tapi di sisi yang lain seperti ada yang mereka sembunyikan dariku. Ana dan Andre siapa sebenarnya kalian, jika kalian ingin menghancurkan aku kenapa kalian selalu membimbing aku untuk tidak menghambur-hamburkan uang. Aku yakin mereka tidak punya niat jahat padaku. Semoga saja.