Sebuah Kebetulan

Lisa duduk di kursi di ruang tunggu tak jauh dari ruang 102. Ia merenung sepanjang waktu sambil memikirkan langkah yang harus diambil selanjutnya jika anak itu lahir. Perkara anak itu lahir atau tidak, Lisa dalah ibu dari janin yang dikandungnya, dan semua keputusan untuk membiarkan janin itu tumbuh dan lahir atau menggugurkannya ada di tangan Lisa.

Lisa menjernihkan pikirannya yang berkabut dengan memasukkan kertas laporan dari dokter kandungan barusan. Sebisa mungkin ia menyembunyikan hal ini dari Kumala untuk sementara waktu agar Ibunya itu tidak semakin cemas dan naik pitam karena ia hamil di luar nikah.

Setelah merenung lama di ruang tunggu, Lisa kembali ke kamar 102. Ia menyeka wajah Kumala yang masih tampak pucat pasi. Wanita paruh baya itu belum juga bangun. Melihat wajah Kumala yang tampak menyedihkan itu membuat air mata Lisa mulai berlinang di ujung matanya. Ia tidak kuat menahan air matanya.