WebNovelNADHIFA80.00%

3. SI JUARA OLIMPIADE

JAM pelajaran pertama sampai jam pelajaran ketiga di kelas XII IPA 1 adalah bahasa Indonesia. 

Harusnya semua murid XII IPA 1 ada di dalam kelas, duduk di tempatnya masing-masing sebelum guru datang dan mulai memberi materi pembelajaran. Tapi Anton si ketua kelas lebih dulu memberitahu kalau ternyata Bu Dewi tidak masuk ke kelas dan hanya memberi tugas untuk memahami kembali materi minggu lalu.

Dari tiga puluh siswa-siswi yang ada, hanya sekitar lima belas orang orang yang benar-benar belajar dan mengerjakan apa yang diperintahkan. Lalu sisanya? Ada yang tidur, baca novel, bermain game, menonton film bahkan menggosip selayaknya murid SMA pada umumnya.

Seperti tiga orang cowok yang saat ini duduk di barisan paling kanan, mereka sedang sibuk dengan pikiran dan kegiatannya masing-masing.

"Padahal hari ini gue udah semangat banget mau sekolah," ujar seorang cowok yang memiliki model rambut quiff sedang duduk di meja nomor empat sambil menyandarkan punggungnya ke tembok.

"Kenapa emangnya?" tanya Liam, teman sebangku Vano, yang memiliki model rambut modern quiff.

"Ada pelajaran Bu Dewi," jawab Vano santai.

"Otak lo emang isinya cewek mulu," ucap Edwin, si kapten basket yang memiliki model rambut soft side parting.

"Itu artinya gue normal."

"Normal sih normal. Tapi masa Bu Dewi mau lo gebet juga," ujar Liam.

"Gue nggak bilang mau gebet Bu Dewi tuh, gue cuma bilang, hari ini gue semangat karena ada pelajaran Bu Dewi," balasnya sambil sesekali membenarkan tatanan jambul klimisnya. 

"Iye dah. Serah lo," Liam mengalah. "Kavin tumben banget jam segini belom dateng, gak biasanya dia telat," ucap Liam mengalihkan pembicaraan.

"Kalo beneran dia telat, berarti sekarang lagi dihukum sama Bu Tuti," jawab Vano santai.

"Eh, tadi sebelum masuk, gue sempet mampir ke mading, terus gue liat fotonya Kavin sama Bunga ditempel di mading. Lo pada liat kaga?" tanya Liam pada Edwin dan Vano.

Sebelum masuk kelas, Liam memang sempat mampir sebentar ke mading dan tidak sengaja melihat foto sahabatnya bersama Bunga. Lalu di atas fotonya terdapat tulisan.

JUARA 1 

OLIMPIADE MATEMATIKA 

TINGKAT NASIONAL TAHUN 2019. 

"Gue gak liat, tapi tadi banyak yang ngomongin jadi denger," kata Vano.

"Gua liat di grup angkatan, soalnya tadi mading rame jadi gak sempet liat," ujar Edwin. "Kenapa emangnya?" tanyanya. 

"Gak pa-pa, gue bangga aja gitu sama Kavin, udah ganteng, pinter lagi, gue aja yang cowok kagum liatnya, apalagi cewek-cewek. Coba aja kalo gue kaya Kavin," ucap Liam sambil menatap lurus ke depan, seperti sedang membayangkan sesuatu. 

"Gak usah bandingin diri lo sama orang lain, lo gak akan bisa jadi mereka begitupun sebaliknya. Semua udah ada porsinya masing-masing, Yam," timpal Edwin.

"Dengerin tuh ,Yam!" tepat setelah Vano mengatakan itu, yang dibicarakan akhirnya muncul lengkap dengan keringat yang masih tersisa di dahi.

Kavin menaruh tasnya di meja nomor tiga, tepat di depan Liam, sedangkan Edwin duduk di pojok depan Vano. "Bu Dewi gak masuk?" tanya Kavin saat dirinya sudah duduk di bangku.

"Gak, lagi sakit," jawab Edwin.

"Ada tugas gak?" 

Edwin menggeleng. "Gak ada, cuma disuruh baca- baca materi minggu lalu." Kavin mengangguk. 

Liam yang melihat Kavin, langsung menarik bangkunya ke samping Kavin. "Vin, gue liat foto lo di mading. Itu olimpiade bulan lalu, kan?" tanyanya.

Kavin mengernyit. "Foto? Foto apaan?" 

"Lo gak tau? Lo kan menang olimpiade tingkat provinsi sama Bunga, Vin," ucap Edwin. 

"Kalo itu tau, kemaren Pak Wira juga udah ngomong, tapi soal foto yang di mading, belum liat," jawabnya.

Edwin mengambil ponselnya di dalam tas, lalu mengotak-atik sebentar, dan menunjukkan chat grup angkatan pada Kavin. Di sana, ada salah satu siswi yang memotret foto Kavin dan juga Bunga yang tertempel di mading dan mengirimnya ke grup angkatan. 

Kavin hanya mengangguk-angguk tanpa berkomentar apa-apa.

"Selamat, Vin. Lo emang hebat," puji Liam.

Kavin tersenyum. "Bukan gue yang hebat, tapi yang ngasih kepintaran yang patut disanjung." 

"Wisssh, yang kaya gini nih yang patut dilestarikan," timpal Vano yang sudah menarik bangkunya untuk mendekat ke arah kavin, walaupun mereka masih terhalang meja. 

"Emang Kavin kesenian daerah dilestarikan," kata Edwin membuat Kavin terkekeh kecil. 

"Ke kantin. Yuk!" ajak Vano tiba-tiba. 

"Lo laper?" tanya Edwin menghadap ke arah Vano. 

"Lumayan, tadi pagi gue gak sempet sarapan."

"AYO KANTIN!" ajak Liam bersemangat. 

"Lo juga laper?" tanya Vano.

Liam mengangguk. "Tadi gue udah sarapan di rumah, tapi--"

"Laper lagi?" tanya Kavin memotong ucapan Liam.

"Ya gitu deh," jawab Liam sambil mengusap tengkuk lehernya.

"Emang dasar tukang makan," cetus Vano.

"Gue tadi sarapan roti bukan nasi! Gimana mau kenyang." 

"Masih jam sembilan," kata Kavin. 

"Kalo ke kantin sekarang pasti ketemu sama Bu Tuti. Dia kan kalo senin suka keliling, mending ntar aja sekalian istirahat," kata Edwin menambahkan.

"Tapi, kan gue sama Vano lapernya sekarang."

"Tahan sampe istirahat," kata Kavin dengan nada santainya.

"Tahan sampe istirahat," gumam Liam pada dirinya sendiri, mengulang kalimat Kavin. 

🚗

Dhifa terus saja berceloteh tentang mobil merah kesayangannya yang harus lecet karena tertabrak motor. 

Dia bilang cowoknya itu satu sekolah dengannya, tapi dia lupa nama cowok itu. Membuat Sandra dan Ara penasaran, siapa cowok yang sudah membuat singa betina ini mengamuk.

Untungnya, Bel sudah berbunyi sekitar 5 menit yang lalu, membuat mereka bebas untuk membicarakan apa saja, walaupun saat ini mereka bertiga masih berada di dalam kelas. 

Dhifa pernah bilang, mobil itu adalah mobil pemberian kakeknya saat usianya genap 15 Tahun. Dia juga tidak suka jika ada yang merusak barang-barang kesayangannya termasuk mobil merah itu.

Jadi wajar, jika Dhifa terlihat emosi saat melihat mobilnya lecet dan itu ulah cowok yang bahkan dia tidak ingat namanya.

"Tapi dia bilang mau tanggung jawab, kan?" tanya Sandra.

"Iya, pulang sekolah."

"Nah, ya udah. Nanti balik sekolah lo tagih aja, lo inget, kan mukanya?"

"Untungnya gue Inget," jawab Dhifa.

Sandra menganggukkan kepalanya dua kali, lalu dia beralih menatap Ara yang kembali sibuk dengan ponselnya. "Lo lagi ngapain sih, Ra?" tanyanya.

Ara mengalihkan pandangannya dari ponsel ke Sandra. "Kavin menang olimpiade matematika tingkat provinsi sama Bunga, fotonya ditempel dimading, terus ini ada yang ngirim ke grup angkatan gitu," katanya menjelaskan. 

"Ooh, kiraiin apaan. Kalo itu sih, gue udah liat." mendengar pembicaraan Sandra dan Ara, membuat Dhifa mengingat sesuatu. 

"Lho, Nak Kavin tumben terlambat, biasanya paling pagi."

"Kamu juga, Kavin, tidak biasanya kamu telat." 

Apa mungkin?

"Wait, wait. Tadi lo berdua ngomongin siapa?"

"Kavin," jawab Sandra dan Ara bersamaan.

"Coba liat fotonya," pinta Dhifa, Ara menyerahkan ponselnya pada Dhifa. 

"Ini cowok yang nabrak mobil gue!" kata Dhifa dengan nada tinggi, membuat Sandra dan Ara membelakakan mata membelalakkan mata tidak percaya, kalau Kavin yang sudah membuat lecet mobil Dhifa.

*****

Jangan lupa share cerita ini ke temen-temen kalian semua 🤗❤️