Bayangan Menor

Qiao Mu tidak pernah mengeluh meski ibu dan saudari tirinya selalu saja berusaha untuk menindasnya tanpa sepengetahuan sang ayah. Sejak kecil hingga tumbuh dewasa seperti sekarang, dia terus belajar untuk menghadapi penindasan tersebut, dan menerima kenyataan bahwa ibu kandungnya sendiri rela menjualnya. Ayahnya memang sangat menyayanginya, tapi dia cukup tahu diri bahwa keberadaannya saja sudah pasti menyulitkan sang ayah, sehingga dia pun tak pernah meminta sesuatu yang lebih.
Namun ibu kandungnya sendiri seolah tak mau mengerti. Dia terus saja meminta ini dan itu hingga membuat Qiao Mu kesulitan. Gadis itu pun tak punya cara lain, dia bahkan rela mengambil resiko besar demi membantu ibu kandungnya. Karena hal itu pula lah, dia harus berhubungan kembali dengan sosok dari masa lalunya, Tuan muda Li. Seseorang yang tak seharusnya dia dekati mengingat pria itu memiliki hubungan kekerabatan dengan ibu tirinya, atau dengan kata lain, pria itu adalah paman tirinya.
Entah akan berakhir seperti apa kelak dirinya di tangan ‘paman’nya ini, tapi dia tentu berharap Tuan muda Li ini akan terus membantunya sama seperti dulu, saat dia masih memanggil pria itu dengan sebutan kakak.

Paman, Apakah Aku Layak Menjadi Simpananmu

Su Chen menyipitkan matanya, lalu memandang Chi Xia dengan ringan dan membungkuk untuk memakai sepatunya seolah-olah tidak ada yang terjadi.

Pria yang berdiri di sisi pintu itu, usai berpakaian semua rapi, baru kemudian menatap lurus pada Chi Xia, mengangkat sudut bibirnya dan menatapnya seperti sedang melihat gadis desa.

"Gaji bulanan 30.000 itu banyak? Pengasuh di mansion keluargaku, gaji bulanan tidak kurang dari lima digit. Apakah kamu merasa diriku baik dan menghargaimu tinggi?"

Satu kalimat yang meskipun terdengar ringan dan dikatakan dengan sangat alami, tetapi Chi Xia mendengar banyak sekali ejekan di dalamnya!

Ini merupakan ejekan terang-terangan!

Ternyata gaji bulanan 30.000 yuan yang ditulis Chi Xia sambil mengertakkan gigi. Itu bukan apa-apa di mata Su Chen!

Chi Xia pikir dirinya telah menuai profit, tetapi Su Chen bahkan tidak berpikir dirinya merugi!

Su Chen, “Aku serius” (3)