WebNovelDouble A33.33%

Awal

Sinar mentari pagi telah menembus gorden kamar seorang gadis yang masih betah dibalik selimutnya. Sinar mentari tidak membuat gadis itu beranjak dari tempat tidurnya. Rasanya tak rela jika harus bangun ketika mimpi berkencan dengan Shawn Mendes. Sebenarnya gadis itu telah bangun dari tadi, hanya saja ia kembali membaringkan tubuhnya ke atas ranjang sembari tersenyum sendiri ketika mengingat mimpi indahnya malam tadi.

Perkenalkan, namanya Annisa Andayani Geraldo. Gadis manis yang kerap dipanggil Ica. Gadis manis pemilik lesung pipi di pipi kanan nya yang menjadikan daya tarik sendiri. Gadis manis yang memiliki takdir tak bahagia bersama sekelompok orang bernama keluarga. Gadis manis yang periang dan cerdas. Gadis periang yang pandai menyembunyikan luka nya dari banyak orang. Gadis manis yang tinggal bersama sahabatnya. Puput Muntaha Anandita, nama sahabatnya. Mereka duduk dibangku kelas XI-IPA II di SMAN Pelita Harapan yang termasuk salah satu sekolah favorit di daerah sini.

Pagi yang cerah, tapi tidak cocok untuk MonsterDay . Cuaca hari ini sangat cerah, tapi tak secerah hati seorang Annisa. Putri dari Karina Geraldo dan Wisnu Aldo Geraldo. Pagi ini adalah pagi yang sangat jauh dari kata buruk. Pagi yang diawali dengan mimpi berkencan dengan Shawn Mendes yang membuat malas untuk beranjak mandi.

"Ca, lo mau sekolah gak?" Tanya Puput. Bukan pertanyaan yang pertama, namun ke seratus dua ratus kalinya. Puput bertanya tanpa jawaban. Apakah itu tetap pertanyaan? Sepertinya tidak, karena jika ada pertanyaan pasti ada jawaban. Lah? Ini.

Puput yang sudah sangat kesal dengan Ica pun melemparkan bantal guling kesayangannya kepada Ica dan mendarat mulus tepat pada wajah Ica.

"Ih, put! Apaan sih lo!! Main lempar lempar sembarangan. Mana bantal lo penuh sama iler lo yang udah membentuk jadi peta papua nugini!" Kesal Ica kepada Puput.

"Lagian lo, gue ajak ngomong gak direspon sama sekali. Serasa ngomong sama patung gue mah."  Ujar Puput tak kalah kesal.

"Cepet siap siap, ntar kalo kesiangan gimana?." Lanjut puput yang hanya dibalas anggukan malas dari Ica.

***

Sesampainya di sekolah, Ica langsung menyunggingkan senyumnya yang menambah kesan manis pada wajahnya sudah bukan menjadi hal yang aneh untuk seantero sekolah. Hingga sering membuat Puput bergidik ngeri melihat Ica seperti orang gila. Iya kan? Walaupun senyum itu ibadah, tapi kalau senyum terus kan kayak orang gila.

Setibanya dikelas, meja Ica dan Puput langsung di kelilingi oleh orang orang tak berdosa yang belum mengerjakan tugas kimia. Sudah menjadi hal yang biasa memang, tapi jangan terlalu di jinakin nanti malah melunjak. Kata Ica mah.

"Mau ngapain lo pada disini? Mau nonton konser?" Tanya Puput. Puput yang terkenal jutek pun mulai bertindak.

"Emm.. anu Put, mau nyontek tugas kimia yang kemarin." Ujar salah satu dari mereka. Ucapan mereka yang sudah menjadi hal biasa, telah kembali membuat helaan nafas kasar dari seorang Ica. Mereka tahu apa yang akan terjadi selanjutnya dan memilih menutup mulutnya rapat rapat. Itulah resiko menyontek kepada Ica atau Puput.

"Heh, lo pada! Dengerin ucapan gue baik baik. Kenapa lo pada gak ngerjainnya dirumah? Pada ngapain lo dirumah? Ngitung beras? Atau jengkalin halaman rumah kalian? Ck, makanya jadi anak itu jangan manja. Kalo lo gak ngerti sama materinya dan malu untuk bertanya, mending pas dirumah lo browsing dan pahami lagi. Gue yakin kok, pasti semuanya punya handphone dan Wifi sendiri sendiri. Mau pake alasan apalagi? Ketiduran? Kecapean? Halah, basi tau gak! Sana bubar! Kayak yang gak punya bangku sendiri aja, diem di bangku orang lain! Bubar!." Ucapan Ica kali ini agak membuat mereka para pecontek berjalan kembali ke tempat duduk masing masing dengan hati yang dongkol. Tinggal tersisa satu orang yang menetap berdiri di samping meja Ica dan Puput. Ica menaikkan sebelah halisnya seolah bertanya 'ada apa? Kenapa masih disini?' .

"Lo! Pelit amat jadi orang. Apa susahnya sih tinggal kasih bukunya sama kita kita? Soal mudah kayak gitu aja pelit." Ucap orang itu sambil menunjuk Ica dengan telunjuknya.

"Gue? Pelit? Coba kalian ingat baik baik, siapa yang sering ngasih contekan ke kalian? Siapa? Pak Rete? Pak Kades? Siapa lagi kalau bukan gue, bego! Dan tadi lo bilang apa? Soalnya mudah? Terus kalo misalkan lo tau itu soal yang sangat mudah, kenapa lo nyontek? Gue hanya ingin kalian belajar menghargai orang lain. Gue ingin kalian belajar untuk berusaha. Jangan dilihat dari hasilnya, karena yang sepantasnya untuk di lihat itu prosesnya bukan hasilnya. Untuk hasil, terserah nanti saja. Yang penting udah usaha!." Tanya Ica dengan tegas yang sudah terbawa emosi.

"Bukan gue yang mau nyontek, tapi mereka. Gue mah udah selesai. Gue kasian sama mereka yang belum ngerjain tugasnya." Ujar orang itu lagi.

"Kalo lo udah, kenapa nggak lo aja yang kasih contekan sama mereka? Kenapa harus gue yang kasih?." Pertanyaan yang berhasil membuat bungkam mulut orang itu dan beranjak pergi meninggalkan meja Ica dan Puput. Setelah sekian lama diam, akhirnya teriakan Ica menghiasi suasana kelasnya.

"Pup! Sini deh." Teriak Ica pada Puput yang sedang menyapu di depan kelas.

"Heh, lo! Ngapain lo manggil gue Pup, sekalian aja panggil gue Poop biar  kayak orang yang BAB." Ujar Puput kesal karena nama panggilan Ica dan mendapatkan gelak tawa seluruh penjuru kelas. Ica yang langsung mendapat tatapan tajam dari sahabatnya pun hanya cengengesan tak berdosa.

"Ya maaf, lagian nama lo susah." Elak Ica.

"Susah dari mana nya? Nama semudah itu aja lo bilang susah!. Ada apaan?" Tanya Puput dan langsung kembali melanjutkan kegiatan menyapu nya yang sempat tertunda karena Ica dan tak peduli dengan apa yang mau Ica bicarakan padanya.

***

Bel pulang sekolah membuat ricuh seantero sekolah. Membuat seluruh siswa berbondong bondong pergi ke parkiran. Berbeda dengan Puput dan Ica yang masih asik membaca di perpustakaan sekolah. Bel sudah berbunyi sejak 10 menit yang lalu, dan tak membuat acara membaca mereka yang khidmat itu terganggu. Yang tersisa di sekolah tinggal anak anak pengurus Osis dan yang mengikuti ekstrakulikuler. Ica memang mengikuti ekstrakulikuler, tapi jadwal kumpulnya bukan hari ini. Setiap hari rabu dan jum'at adalah kumpul ekstrakulikuler Ica sebagai anggota band sekolah dan Puput sebagai anak basket sekolah.

Setelah selesai membaca, Ica dan Puput berniat pulang. Berjalan melewati koridor sekolah yang telah sepi. Mereka berjalan tanpa obrolan, hanya suara derap langkah nya saja yang terdengar, dengan tangan Ica yang menggandeng tangan Puput. Setelah lama tidak bersuara, Ica dan Puput memanggil satu sama lain di waktu yang sama.

"Ca, Pup" Ujar mereka bersamaan. Puput yang hanya menghela nafas panjang karena nama panggilan itu lagi. Nama panggilan yang menyebalkan.

"Lo duluan aja." Ucap Ica.

"Emm, gini Ca. Kemarin malam bokap lo telfon ke gue. Dia bilang, nomor lo gak aktif. Dia juga minta maaf sama lo dan bilang kalo dia sayang sama lo, Ca." Jelas Puput. Bertanya kenapa nomor Ica gak aktif? Karena Ica mengganti nomornya dengan alasan lebih murah harga paketan nya.

"Maaf? Bukan pertama kali kata itu keluar dari mulutnya. Bahkan dia pernah berjanji tidak akan melakukan kesalahan yang sama. Kesalahan yang pada akhirnya membuat gue kembali kecewa. Tapi apa? Dengan mudahnya, dia hancurkan rasa percaya gue seperti menjentik kan jarinya. Gue harus gimana lagi? Memaafkan dia dan harus kembali percaya bahwa dia gak akan melakukan kesalahan yang sama lagi? Enggak, Put! Gue gak akan salah pilih jalan lagi." Tukas Ica

"Gue paham Ca. Gue ngerti. Tapi bukan hal yang baik jika lo benci keluarga lo. Tanpa sepengetahuan lo, mereka sayang sama lo Ca." Ujar Puput mencoba meluruskan jalan pikir Ica yang pendek.

"Sayang? Mana ada! Gue udah terlanjur gak percaya sama yang namanya sayang dari sekelompok orang bernama keluarga. Gue mau gimana lagi, Put?" Ucap Ica dengan air mata yang mulai menetes.

"Jangan nangis dong, ah. Gue tahu lo hebat, lo kuat. Ica yang gue kenal, enggak selemah ini. Ica yang gue kenal adalah Ica yang istimewa. Hapus air mata lo. Simpan air mata lo untuk hal yang lebih berguna." Ujar Puput.

"Gue ngga nangis. Air matanya aja main keluar dan jatuh melewati pipi. Air matanya yang nakal, dia selalu menetes tanpa gue minta." Ucap Ica.

"Lo hebat. Kalo lo udah gak kuat, bahu gue yang akan jadi penopang lo Ca. Gue akan selalu ada di sisi lo tanpa lo minta sekalipun." Ujar Puput.

Saat tiba di parkiran sekolah, Ica mendapati sebuah surat yang terselip di plat nomor motornya dan tidak diketahui sang pengirimnya. Ini bukan pertama kalinya Ica dan Puput mendapati surat aneh kayak gini.

'Tawamu yang menjadikan pelengkap dalam manismu. Tawamu yang selalu menjadi penyemangatku. Akan aku buktikan jika apa yang aku ucapkan itu bukan hanya sekedar ucapan. Akan aku buat kamu percaya bahwa cinta itu ada. Tunggu aku. Aku akan membuatmu percaya terhadap rasa yang tak pernah kau anggap ada.

AR. '   

'Siapa? AR?' Batin Ica bertanya.