Aku dibawa mas Ganjar ke ruang khusus, di sana dia memberikan beberapa file tentang para model, artis dan lainnya. Aku tertegun, ternyata dunia hiburan itu tidak seindah yang dibayangkan di layar tv yang penuh glamour dan gemerlap. Ada sisi lain yang membuat aku tak percaya.
"Kok bisa sih mereka menipu kita? pak Ganjar harusnya tahu seperti apa latar belakang perusahaan iklan itu kan ?" tanyaku heran, pak Ganjar menghela nafas dan mengangguk.
"Saya tahu, bu ... tapi ini baru pertama kalinya kita di perlakukan seperti itu! entah kebetulan atau tidak mereka sebenarnya artis baru !" jawab pak Ganjar, dari suamiku aku percaya bahwa dia orang yang punya pengalaman banyak.
"Oke, kamu hubungi lagi mereka dan perlihatkan klausul kontrak kita! kalau masih menolak, putus hubungan! pak Ganjar tahu kan apa yang harus di lakukan ?" tanyaku, lelaki itu mengangguk, setelah itu aku pamitan.
Kemudian aku menuju kebagian lainnya, dan terhenyak ... banyak sekali masalah yang terjadi disini, kok bisa? apa yang terjadi sebenarnya ? Aku kembali ke ruanganku dan menghempaskan tubuhku di kursi, aku memijat kepala entah pusing atau ... lelah ...
Ayolah Renata, apa kamu harus menyerah dengan hal ini? serius, apa yang terjadi di kantor tak seperti di lapangan ternyata lebih kompleks.
"Tok .. tok ...!" terdengar pintu di ketuk.
"Masuk ..." perintahku. Pintu di buka ternyata sekretarisku Maya.
"Maaf bu...!" ucapnya, aku mengangguk. Dia duduk di depanku dan menyerahkan beberapa file sambil menyebutkan apa itu.
"Maaf bu, apa ada masalah ?" Maya seperti tahu apa yang terjadi dengan melihat wajahku, aku hanya menyerahkan file yang ku bawa kepadanya. Dia membukanya dan terkejut.
"Apa ini, selalu seperti itu disini? sejak kapan ?" tanyaku, Maya terdiam.
"Sepertinya ... anu bu, skandal pak direktur ..." ucapnya pelan, aku pun menghembuskan nafasku dan menyandarkqn kepala ke kursi.
"Begitu, Maya kamu tahu siapa Mayang ?" tanyaku, dia tertegun dan mengangguk.
"Mba Mayang yang saya tahu, dia pemilik agensi juga! kita juga pernah bekerja sama hanya sekali dalam sebuah pemotretan majalah !" jawab Maya.
"Anu ... dulu itu dia sering mengerjar pak Direktur! tapi kami di sini hanya diam dan bergosip saja, tidak turut campur urusan pribadi !" lanjutnya. Aku mengangguk dan bertanya apa masih ada tugas lainnya ? ternyata hanya ada pertemuan dengan klien.
"Maaf bu, pak Aryo bilang! ternyata masih ada sisa produksi film dan sinetron dalam kontrak yang tidak bisa dihapus dan saat ini masih dalam taraf penyelesaian !" aku mengangguk.
"Oke tak masalah! jadi aku sekarang harus bertemu dengan klien produk iklan untuk majalah! jam berapa ?" tanyaku sambil berdiri dan bersiap untuk pergi. Maya memberitahukan semuanya. Aku pamitan pergi dan kurasa itu pekerjaan pertamaku hari ini.
--------------
Aku menelpon rumah, di dalam mobil dalam perjalanan menuju suatu tempat. Yang mengangkat adalah bibi, dia memberitahukan semua kegiatan anak-anak hari ini, mereka sedang mengikuti berbagai les dari piano, bimbingan belajar tambahan, bahasa inggris dan juga olah raga. Aku tak pernah meminta mereka untuk melakukan itu bila terpaksa. Hanya memang mas Alex yang ingin melakukan itu, menurutnya itu untuk kepentingan mereka juga. Mana tahu ada bakat atau keinginan menuntut ilmu yang lebih tinggi di univesitas terbaik nantinya baik di dalam maupun di luar negeri.
Aku hanya mengangguk saja, karena dulu ... aku hanya tamatan SMP saja, setelah itu berhasil melanjutkan sekolah kebersamaan SMU, kemudian kuliah dan bekerja. Tak memikirkan apa pun itu, yang penting bisa hidup saja sudah cukup.masa lalu yang buruk lah membuat semua terjadi. Aku menghela nafas, ada sedikit gelisah bagaimana anak-anak seandainya tahu hal itu ? mungkin bukan dariku atau mas Alex tapi dari yang membenci kita.
Tapi aku telah siap dengan semua yang akan terjadi, mau apa lagi? Memang itu hidup aku, harus melalui jalan berliku dahulu sebelum akhirnya seperti ini. Banyak menyangka ini karena suamiku orang kaya. Tapi aku sudah bekerja keras dari dulu dan mau belajar, kalau hanya menikmati saja buat apa.
Kalau tidak mempunyai kemampuan, buat apa Om Hartono mempercayaiku segitu rupa dahulu? Oke, aku akan hadapi semuanya ini dengan lapang dada, toh ini pekerjaan pertamaku, nanti juga akan seperti biasa, seperti yang sudah-sudah, aku bisa mengatasinya.
Aku tiba di tempat tujuan, sebuah restoran terkenal. Dan dia mau bertemu denganku hari ini. Ternyata dia seorang lelaki yang agak melambai. Namanya pak Susanto, bertubuh agak gemuk.
"Siang, maaf menggangu waktu bapa !" Sapaku tersenyum.
"Engga kok, jeng! Tapi memang ini sangat penting untuk kita bertemu !" Jawabnya, agak sedikit angkuh, sambil menggerak tangannya seperti mengibas rambut? Padahal pendek, tapi aku sudah terbiasa dengan pria seperti ini.
"Oh, syukurlah! Saya juga ingin bertemu dengan mas !" Aku merubah nada bicaraku, dengan tenang.
"Silahkan pesan makanan dulu! Biar saya yang traktir !" Ujarku, dia tertegun dan mengangguk, lalu aku memanggil pelayan untuk memesan makanan dan minuman. Ternyata cukup banyak juga yang dia pesan, tapi aku tahu perusahaan apa mereka. Produk kosmetik rumahan atau home indrustri, kan sekarang banyak tuh yang mengeluarkan skincare atau kosmetik, baik dari kalangan artis atau lainnya, yang omzetnya harus diakui cukup besar, bahkan temanku ikut trend ini.
"Oke, anda mau iklan yang seperti apa ?" Tanyaku, setelah memesan sambil menunggu kedatangannya.
"Saya ingin dua atau tiga halaman di masing-masing edisi! Karena saya tahu, majalah anda cukup terkenal !" Jawabnya kini lebih santai, tidak seperti tadi. Tak lama minumanlan yang datang.
"Ngomong-ngomong, produk ini murni produksi anda sendiri? Atau kerja sama dengan yang lain ?" Tanyaku penasaran.
"Ya, produksi saya sendiri! Sebenarnya berawal dari ibu saya, dulu dia pembuat minuman jamu dan lainnya! Ada yang titipan, tapi ada juga buatan ibu sendiri !" Jawabnya.
"Oh, lalu ?"
"Saya, kemudian kuliah di bagian teknologi farmasi dan obat-obatan! Saya, ya kemudian ikut membantu ibu! Dan semua kosmetik ini berbahan tradisional, tak ada bahan berbahayanya di jamin, ada keterangan badan POM nya juga! Engga seperti yang lain, tapi sekalanya kecil hanya home indrustri dan penjualanya pun hanya on line !" Jelasnya panjang lebar, makanan pun tiba, aku persilahkan untuk makan dahulu.
"Maafkan saya! Saya baru datang dari Jakarta dari kota saya! Sebenarnya sih kemarin, saya saat ini menginap di rumah teman saya! Saya ingin meningkatkan produk saya, dan juga ingin lebih di kenal! Walau untuk iklan ini cukup mahal! Tapi saya tak perduli !" Ujarnya, sambil menghela nafas.
"Saya mengerti! Setelah makan, kamu akan saya bawa ke kantor saya untuk menjelaskan konsepnya apa! Untuk masalah biaya, saya akan kasih discount! Saya mendukung produk umkm! Bagi majalah fashion saya tak masalah, iklan produk lokal atau luar !" Jawabku, dia memegang tanganku dan mengucapkan terima kasih.
Setelah itu kami menuju kantor dan bertemu tim manajemen iklan, dia mengeluarkan produknya, harus diakui kemasannya bagus, tak kalah dengan produk keluaran pabrik besar.
"Harum sekali, baunya !" Kataku ketika mencium bau rangkaian produk kosmetiknya, dia tersenyum.
"Tidak ada, bau jamunya !" Seru yang lainnya. Mas Susanto pun menjelaskan semuanya.
"Waw ... anda hebat loh! Lihat kemasan saja seperti bukan produk rumahan !" Pujiku. Mukanya memerah karena pujianku.
"Lalu, omzetnya berapa sekarang ?" Tanyaku. Dia terdiam.
"Sedikit, karena banyak saingan! Selain itu, mereka maksudnya para pembeli seperti tidak percaya produk dalan negeri di banding luar negeri! Tahu kan mba ?" Jawabnya, aku mengangguk. Aku terdiam.
"Kalau mba tak percaya produk saya! Silahkan coba, kalau memang merugikan, saya siap kok di tangkap atau ganti rugi !" Katanya lagi, dengan wajah serius.
"Sepertinya ... saya tertarik dengan produk kamu! Apa ... kamu mau bekerja sama dengan saya ?" Tanyaku kemudian dia tertegun tak percaya.
"Waduh, mba! Ini produk rumahan yang biasa! Mba kan orang sukses dan saya kesini untuk masalah iklan bukan minta kerja sama !" Jawabnya.
"Kamu mau engga! Saya siapkan pabriknya lengkap dengan segala fasilitasnya termasuk labnya untuk pengembangan produknya ke depan !" Kataku serius, matanya melotot tak percaya.
"Untuk iklan, saya kasih gratis !" Kataku lagi.
Bersambung ...