Di malam ke - 6 di ruang rawat Vincensius, seperti biasa, jam 10 malam Ima terjaga.
Dalam kegelapan dia melihat banyak orang sakit dalam 1 ruangan dengannya.
Termasuk dengannya, ada 8 tempat tidur di kamarnya.
Seberang dia nenek-nenek bajunya pakai jarik, baju daerah khas Yogyakarta.
Sebelah kanannya ibu - ibu sekitar umur 50 tahunan.
Paling ujung kanan sejajar dengan tempat tidur dia yang ada gadis seumuran dengan dia.
Kabarnya kena lupus, sampai susah bicara.
Pasien - pasien yang lain kurang lebih mirip dengan ibu yang tidur di sebelah kanan tempat tidurnya, berusia 45 - 50 tahunan.
Tiba - tiba Ima panik!
Segera ia menekan tombol bel di tempat tidurnya.
Seorang perawat berlari dari ruang kontrolnya menuju tempat tidur Ima.
"Ada apa Ma? Apa yang sakit?"
"Ngga Suster ... itu ... tolong nenek itu. Dia hampir jatuh dari tempat tidur!"
"Astaga!!!
Makasih, ya Ma!"
Segera suster tadi berlari ke tempat tidur nenek dan membetulkan posisi tidur si nenek.
Salah satu kaki nenek tadi sudah menjuntai ke bawah.
Sebentar lagi kalau tidak segera ditolong, pasti dia jatuh, karena dia menggunakan jarik.
Tapi sepanjang si nenek itu dibantu posisi tidurnya oleh si suster jaga, si nenek itu terus menerus mengoceh dalam bahasa Jawa.
Ima 100% tidak tahu artinya, sebab dia dibesarkan di tanah Sunda ... ha ha ha ...
Dari nada suara si nenek sih, sepertinya si nenek sedang mengomel.
Entah apa yang dikeluhkannya ... hehe ...
...
Akhirnya sekitar 3 jam kemudian, ...
cahaya matahari sudah memasuki jendela dan pintu kamar ...
pantulan sinarnya menyentuh seluruh bagian di dalam kamar.
Seperti biasa, setiap pagi Ima dimandiin sama para perawat yang cantik - cantik ...
Soalnya ... kayaknya ga boleh deh Ima dirawat ama perawat yang ganteng ... hahahahahaaaaaa !!!
Kan posisi kamarnya di ruang pasien wanita ...
Ihirrrrrrr ...
Padahal kalau boleh jujur ... Ima malu dimandiin terus kayak gitu ...
Bagian - bagian tubuhnya yang sensi - sensi juga kan ... bakalan disentuh para perawat cantik ini ...
Tapi ... mau gimana lagi ...
Kondisinya saat ini memang kudu pasrah dengan bahagia ... Ihiiiirrrrr ... 😁😁😁
Akhirnya hari sudah semakin siang.
Seperti biasa, ibunya sudah hadir menemani Ima.
"Ibu, kalau tidur di mana?"
"Di Susteran, Ma. Suster - suster tahu, kalau kita saudara dari Sr. Benedict.
Begitu mereka tahu kamu saudara Sr. Benedict, mereka cepat mencarikan dokter yang paling ahli untuk operasi kepala karena banyak syaraf di sana.
Sebenernya waktu Ima disiapkan untuk dioperasi, dokternya sedang melakukan operasi di rumah sakit yang lain.
Begitu selesai, langsung menuju ke sini untuk mengoperasi Ima."
"Ooooo ..."
Setiap hari pasti ada tamu yang membesuk Ima.
Banyak temen - temen kuliahnya sejurusan yang datang, entah yang seangkatan atau kakak kelas.
Tapi tidak sedikit teman - teman kuliah beda jurusan yang nengok.
Kalau teman - teman sejurusan sih biasanya kalau nengok ngobrol biasa aja, atau ada ha ha hi hi sedikit.
Soalnya cowok semua temannya ... Hehe ... Biasa ... Jurusan teknik mesin kebanyakan mahasiswanya laki - laki.
Beda kalau yang nengok dari lain jurusan yang banyak perempuannya, seperti matematika, bahasa, sejarah, mahasiswa perempuannya bisa 1:1 di setiap angkatan.
Banyak di antara temen - temen Ima yang yang perempuan,sampai nangis sewaktu melihat kondisi Ima.
Soalnya kepalanya jadi plontos botak, dan matanya ada lingkaran hitam seperti mata panda ... hehe ...
Itu akibat benturan yang keras di area matanya.
Akibatnya, semua yang dilihat Ima berganda - ganda jumlahnya.
Di hari pertama dirawat di Ruang Vincencius, Ima melihat 1 orang seperti ada 5 orang.
Besoknya berkurang jadi 4.
Terus berkurang, dan sekarang tinggal 2 bayangannya.
Datanglah Rini, yang terpana sejak melihat kepala Ima sejak di pintu masuk.
Dia begitu terpana, karena sebelumnya rambut Ima cukup panjang, hingga setengah punggung.
Sekarang plontos botak seperti bakso.
"Kamu pusing, Ma?"
"Ngga ... santai wae ..."
"Tahu ngga sih, saya kemarin beli kalung salib dari Roni.
Katanya kalung itu ada mantranya Ma.
Yang pake kalung itu katanya akan berbahagia."
"Hehe ... gitu ya?"
"Menurutmu gimana Ma?"
"Hahahahahaaaaa !!! Ya dirimu sudah merasa bahagia belum sekarang?"
"Biasa aja sih ... Seperti biasanya ..."
"Hahahahahahaaaaa ...
Kebahagiaan itu kan suatu Rahmat.
Ga bisa dibeli, juga ga bisa ditolak.
Tinggal sikap hati kita mau menerima Rahmat itu atau tidak.
Di saat orang terlihat begitu terpuruk hidupnya oleh orang lain, bisa saja dia lebih bahagia dibanding orang yang secara kasat mata jauh lebih sejahtera.
Kebahagiaan itu adalah sikap hati, Rin ..."
"Hehe ... gitu yah ...
Tapi bagus sih bentuk salibnya, Ma ..."
"Ya itu berarti bukan karena kalung salib itu yang membuatmu bahagia. Tapi karena dirimu menyukainya ... hahahahaaaaa ... Rini Rini ..."