CWS 6

"Astaga, Clar. Dia pria yang waktu itu Aku tunjukan fotonya padamu. Dia yang Aku bilang ingin mengenalmu," ucap Viona tersenyum. Viona memang sengaja tak memberitahu Clara terlebih dahulu tentang dia yang mengundang pria itu datang ke rumah Clara. Viona sudah tahu akhirnya akan seperti apa, sudah pasti Clara akan menolak.

Clara membulatkan matanya dan menarik Viona ikut bersamanya.

"Apa-apaan, sih, Vi? Aku, kan, sudah bilang. Aku tidak ingin mengenal pria itu, Aku tidak tertarik!" tegas Clara. Clara menjadi kesal sendiri pada sahabatnya itu. Dia bisa terkena masalah besar jika Bram sampai tahu bahwa ada seorang pria yang datang ke apartemennya.

"Kenapa marah? Aku hanya tak tega melihatmu terus menjomblo. Lagipula, dia pria baik-baik. Aku tak mungkin mengenalkan mu pada pria brengsek seperti Reino," kesal Viona.

Clara menghela napas dan mengusap wajahnya.

"Tidak, maksudku bukan seperti itu," ucap Clara.

"Ya sudah, jangan lama-lama di sini. Kasihan dia ada di luar," ucap Viona dan pergi menghampiri pria itu kembali.

Clara menggelengkan kepalanya dan mengelus dadanya. Kali ini lagi-lagi dia beruntung karena Bram sedang melakukan perjalanan bisnis dan tak akan mungkin datang ke apartemennya. Clara pun menghampiri Viona dan pria itu.

Mereka duduk di mini bar dan menikmati minuman bersama.

"Aku Gerry," ucap pria yang Viona undang ke rumah Clara sambil menyodorkan tangannya pada Clara.

"Hm ... Aku Clara," ucap Clara menyambut tangan Gerry.

Gerry tersenyum dan melihat lemari minuman yang ada di mini bar itu.

"Kamu menyukai minuman-minuman seperti itu?" tanya Gerry menunjuk pada salah satu botol minuman yang Gerry ketahui hanya disukai oleh para pria.

Clara melihat ke arah botol itu. Dia menghela napas. Minuman itu adalah milik Bram. Bram akan meminumnya jika tengah berkunjung ke apartemennya.

"Ya," jawab Clara bohong.

"Selama berteman denganmu, Aku tak pernah melihatmu meminum minuman itu," ucap Viona.

Clara hanya tersenyum, dia pun tak mengerti harus menjawab apa. Tak mungkin ia mengatakan minuman itu milik Bram. Bisa heboh sahabatnya itu.

Clara meminum minumannya dan tiba-tiba saja dia tersedak saat melihat sosok tinggi besar, tengah berdiri di pintu menuju mini bar sambil menatapnya dengan tatapan yang dingin. Jantung Clara berdegup kencang melihat sosok itu yang bahkan dia sendiri tak menyadari sejak kapan sosok itu ada di sana.

Clara tersedak dan mengakibatkan hidungnya cukup terasa sakit akibat minuman yang masuk ke dalam hidungnya. Dengan sigap Gerry memberikan sapu tangan miliknya pada Clara dan sontak Clara pun mengambil sapu tangan itu dan langsung me-lap mulutnya.

Clara segera turun dari kursi mini bar dan akan pergi menghampiri sosok yang masih berdiri tegak sambil menatapnya dengan tajam.

"Mau kemana, Clar?" tanya Viona bingung karena melihat Clara yang seperti tengah ketakutan. Clara pun menghentikan langkahnya dan tersenyum canggung pada Viona juga Gerry.

Clara menghela napas saat melihat sosok tinggi itu menghilang dari pintu menuju mini bar, ia tahu sosok itu saat ini pasti tengah menuju ke kamarnya.

"Perutku sakit, Aku akan ke toilet," ucap Clara dan segera berlari menuju kamarnya.

Viona dan Gerry saling melihat satu sama lain, mereka merasa bingung dengan sikap Clara yang tiba-tiba saja berubah. Seperti ada sebuah ketakutan.

"Apa dia tinggal bersama seseorang di apartemen ini?" tanya Gerry.

Viona menggelengkan kepalanya.

"Tidak, dia hanya tinggal sendiri," ucap Viona.

Gerry terdiam, pandangannya tak mungkin salah saat ia tak sengaja melihat pantulan seseorang yang kemudian orang itu langsung menghilang dari lemari kaca yang ada di mini bar tersebut. Meski Gerry sendiri tak dapat melihat jelas wajah orang tersebut.

"Sudahlah, dia terkadang memang aneh," ucap Viona.

Gerry tersenyum tipis dan kembali menenggak minumannya. Pandangannya kembali mengarah pada minuman alkohol yang tersimpan di lemari mini bar, ia yakin betul Clara tak hanya tinggal sendiri di apartemen itu, melainkan ada orang lain juga yang tinggal di sana.

Di sisi lain.

Clara membuka pintu kamarnya dan menelan air liurnya saat melihat sosok yang tadi ia lihat tengah melonggarkan dasinya kemudian membuka jasnya. Pandangan Clara mengarah pada sebuah koper yang cukup besar. Ya, sosok itu sudah jelas Bram, Bram datang ke apartemennya dan membuat Clara syok karena harusnya Bram pulang esok hari. Namun, Bram justru sudah pulang dari perjalanan bisnisnya satu hari lebih cepat dari apa yang Bram katakan, dan yang membuat Clara semakin bingung karena Bram justru pulang ke apartemennya.

Clara menghela napas melihat Bram hanya diam tanpa suara. Satu tahun tinggal bersama Bram, tentu membuat Clara cukup mengenal watak Bram. Bram akan diam saat tengah marah padanya.

"Ehem ... Mereka teman-temanku. Mereka datang, karena Aku pikir Kamu masih melakukan perjalanan bisnis," ucap Clara canggung.

Bram tak mengatakan apapun, ia masih tetap bungkam sambil melepaskan jam tangannya dan meletakan-nya di atas meja rias Clara.

"Apa Kamu mau mandi? Perjalanan London-Indonesia pasti membuatmu lelah, Aku akan menyiapkan air hangat untukmu" ucap Clara.

Bram masih tetap diam, ia tak menghiraukan ucapan Clara, membuat Clara menghela napas panjang dan bergegas menuju kamar mandi. Clara menyiapkan air hangat ke dalam bathup. Biasanya, Bram akan me-rileks-kan tubuhnya di dalam air hangat setelah melakukan perjalanan bisnis yang jauh.

Selesai menyiapkan air hangat, Clara keluar dari kamar mandi dan menghampiri Bram.

"Airnya sudah siap. Aku akan menyiapkan baju ganti untukmu, dan Kamu mandilah!" ucap Clara.

Bram masih saja diam, membuat Clara semakin canggung. Ia merasa lebih baik menghadapi orang yang banyak bicara saat tengah marah dari pada harus menghadapi orang yang hanya diam saja saat marah.

Selesai menyiapkan baju untuk Bram, Clara masih terdiam di hadapan Bram membuat Bram kali ini melihat Clara.

"Temani lah teman-temanmu, jangan biarkan mereka menunggu," ucap Bram.

Clara membulatkan matanya, ia terkejut karena Bram justru menyuruhnya untuk menemani Viona dan juga Gerry.

Apa dia tidak marah? batin Clara.

"Apa Kamu yakin?" tanya Clara memastikan.

Bram pun mengangguk.

Clara tersenyum dan mengangguk.

"Terimakasih, karena Kamu tidak marah," ucap Clara dan bergegas keluar dari kamar.

Bram pun tersenyum.

Semua tak sesimpel itu, Clara. Selalu ada harga yang harus dibayar untuk sebuah kelancangan, gumam Bram.

Bram pun masuk ke kamar mandi dan merendam tubuhnya di dalam bathup.