"biar aku saja yang membukanya mah."
Joy mencegat ibunya yang akan membuka pintu. Mengingat Joy tidak pernah mengajak teman laki-laki ke rumah bukan ide yang bagus jika sang ibu tercinta yang membuka pintu.
Cuman malas dituduh hal yang bukan-bukan. seperti, siapa dia joy? Apakah pacarmu? Membayangkannya saja sudah merepotkan.
"Apa Irene yang datang?" Tebak ibu Joy.
Joy hanya mengangguk sambil tersenyum kaku. Dalam hati ia meralat 'bukan Irene tapi calon tunangannya'.
Setelah ibunya pergi Joy membuka pintu rumah. Vino masih mengenakan setelan jas yang dia lihat di foto tadi. Benar-benar terlihat terburu-buru kemari.
Vino tersenyum kotak sambil menyodorkan kotak berisi kue black forest kesukaan Joy. Joy cuman menaikkan sebelah alisnya saat vino masuk sebelum joy menyuruhnya masuk.
"Duduklah aku akan mengambil piring."
Joy berjalan ke dapur mengambil dua piring kecil, pisau kue, dua gelas berisi jus. Bagaimanapun vino adalah 'tuan muda' yang harus dihormati.
Setelah memotong kue dan menaruh sepotong kecil di piring joy duduk di samping vino. Ia hanya memakan kue mahal itu sambil melihat ke acara TV yang sedang tayang. Sedangkan vino dia masih terdiam dengan tatapan kosong. Joy tidak berani bertanya tentang apa yang mengganggu pikiran cowok ganteng disebelahnya.
"Kue ini sangat enak. Kau beli dimana?" Joy mencoba memecahkan keheningan yang canggung ini.
"Ini buatan chef di hotel favoritku."
Vino menusuk-nusuk kue lezat tak bersalah yang ada di piring tanpa ada niat memakannya. Joy cuman mengangguk. Makanan orang kaya memang berbeda.
"Joy, apa yang harus aku lakukan?"
Vino menoleh ke arah joy. Dari tatapannya tersirat wajah sendu, bersalah, dan sedih secara bersamaan. Benar-benar berbeda dengan sifat acuh tak acuhnya. Joy berani taruhan kalau alvino amat sangat jarang bahkan mungkin tidak pernah memperlihatkan ekspresi seperti ini sebelumnya kecuali pada Sehan yang notabene teman kecilnya.
'Kalau ini berkaitan dengan pertunangan itu apa yang jadi masalah?' joy mengkerutkan kening.
"Aku apa yang harus aku katakan pada jinno dan Irene?"
Baiklah Joy tau sekarang. Vino merasa bersalah. Kalau Joy ada di posisi vino yang jadi pihak ketiga di antara kedua temannya yang saling menyukai pasti ia akan merasa bersalah.
Joy tersenyum. Ia meletakkan kue super enak itu diatas meja. Untunglah ia masih menjadi tokoh pembantu yang menyelesaikan masalah para tokoh utama disini. Bukan tokoh antagonis seperti pemikirannya sebelumnya.
"Apa ini tentang berita bertunanganmu dan Irene?" Vino tersentak kaget.
"Dasar orang kepo. Kau pasti melihat berita di internet. Bukankah sudah kubilang jangan membukanya?"
Vino menyentil dahi Joy. Tanpa rasa marah joy hanya tertawa sambil mengusap kepalanya.
"Dasar bodoh. Seharusnya kau bersyukur aku membaca berita itu. Kalau aku tidak membacanya aku tidak akan tahu apa yang sedang kau bicarakan."
Terkadang orang seperti vino memang menyebalkan dengan caranya. Joy kan bukan peramal. Kalau tadi ia tidak membuka berita itu bagaimana caranya ia membantu penyelesaian masalahnya?
Vino kembali tersenyum kotak. Senyuman vino itu unik dan baru pertama kali ini joy bertemu dengan orang dengan senyum kotak sepertinya. Karakter tokohnya disini termasuk yang paling kuat. Melihat senyuman itu rasanya joy sudah patah hati bahkan sebelum jatuh cinta pada alvino.
"Menurutmu jinno akan marah tidak padaku? seperti Irene yang terlihat tidak menyukai pertunangan ini." Vino menghela nafas lelah.
Joy kembali tersenyum. Baiklah Joy tidak akan membiarkan ada yang patah hati didalam novel picisan ini. Sekuat tenaganya ia akan membuat semua F4 dan irene bahagia. Karena joy benci cerita sedih.
"Mereka memang pasangan serasi. Seharusnya perusahaan keluarga jinno yang bekerjasama dengan perusahaan keluarga Irene. Aku merasa bersalah pada jinno." Curhat vino.
Orang-orang kaya dengan tradisi perjodohan mereka. Joy merasa beruntung karena terlahir dari keluarga biasa saja seperti ini. Joy hanya mengangguk sembari menepuk pundak vino.
"Yang terpenting sekarang, bagaimana dengan perasaanmu vin? Apa kau juga menyukai Irene?"
"....."
Vino hanya diam menatap Joy.
Biarkan Joy mencerna kejadian yang terjadi sekarang. Sebenarnya tanpa di tebak Joy tahu apa yang dirasakan vino.
Kita mulai dari Irene dan jinno yang saling menyukai tapi Irene malah dijodohkan dengan vino. Lalu vino sepertinya menyukai Irene dan merasa bersalah pada jinno.
Benar-benar novel picisan. Joy sepertinya bisa menebak endingnya. Tapi selama ini si antagonis belum muncul juga. Jadi ending cerita masih belum bisa di pastikan. Yang joy takutkan salah satu dari F4 ada yang jadi tokoh antagonis.
"Kurasa kita harus bertemu dengan semuanya. Kau harus menyelesaikan masalah ini secara langsung vin. Apa kau mau besok ada kecanggungan di antara kau dan jinno?"
"...."
Keheningan kembali menyeruak. Manusia satu ini kenapa hanya diam saja? Joy mendengus kesal.
"Aku harus pulang Joy. Terimakasih tumpangannya." Vino beranjak tanpa permisi membuat Joy melongo. Benar-benar tipikal orang kaya. Berbelit ketika merasa terpojokkan.
.....
Hari ini irene hanya diam saja. Tak banyak kata yang keluar dari bibir mungilnya. Kedua matanya juga terlihat sembab.
"Rene..."
Joy mencegat Irene yang akan keluar dari mobil. Irene yang dari tadi menunduk langsung melihat ke arahnya. Tanpa banyak bicara joy memasangkan bagian kepala Hoodie yang dibawanya. Hoodie itu kelihatan menelan tubuh kecil Irene.
"Ayo berangkat." Joy menggandeng Irene begitu ia keluar dari mobil.
Sepertinya berita pertunangan itu sudah menyebar. Para siswa yang mereka lewati sepanjang perjalanan menuju kelas hanya melihat sambil berbisik.
Joy tidak menyukai hal ini. Saat ia akan menegur mereka irene mengeratkan genggamannya membuatnya urung. Kenapa orang-orang ini peduli dengan urusan orang lain.
Joy melihat ke atas seakan berbicara pada seseorang. Pandangannya berubah tajam. Enyahlah kau pembuat novel picisan ini. Mungkin ini hanya cerita karangan untukmu. Tapi, rasa sakit yang Joy rasakan saat melihat temannya dalam kesusahan tetap saja nyata.
"Pagi rene..." Panggil sehan.
"Hei ketua kelas, kenapa kau hanya memanggil wakilmu saja? Aku juga anggota kelasmu."
Joy mengerucutkan bibirnya. Sehan tersenyum kikuk saat melihat ke arah Joy dan Irene. Ini bukan Masalah Joy yang bersikap sok imut. Tapi lebih ke Irene yang diam menunduk tak menjawab sapaannya.
Bahkan Sehan juga?? Sebenarnya ada apa dengan orang-orang ini? Seakan dunia mereka runtuh hanya dalam satu malam. Mungkin joy tertular jinno dengan lelucon garingnya makanya suasananya jadi begini. Joy tak mau mengambil pusing dengan novel picisan ini.
Cobaan kedua datang saat mereka masuk kelas. Semua orang disana melihat ke arah Irene. Joy hanya memutar bola matanya. Seheboh itukah berita pertunangan irene dan vino.
Irene duduk tanpa banya bicara. Ia hanya menyembunyikan kepalanya di balik hoodie dan diatas meja dengan tangan ditekuk. Bahkan Irene tidak menyapa F4 seperti biasa. Joy menopang dagunya. Semua keheningan ini terasa mencekam. Teman sekelasnya bahkan tidak ada yang berani melihat ke arah meja mereka yang ada di tengah kelas.
F4 yang kemarin tanpa henti mengajak Joy bercanda hanya diam. Tidak ada alka yang bergelayut manja. Tidak ada jinno dengan lelucon garingnya. Tidak ada sehan dengan keramahannya. Dan tidak ada.... Lupakan tentang vino. Dia kan memang irit bicara.
Joy memperhatikan ke arah jinno dan vino bergantian. Di sudut bibir vino ada luka sobekan. Luka yang sepertinya masih baru. Sedangkan di jari tangan kanan jinno ada memar dan bekas darah. Kapan mereka berkelahi?
Joy tidak suka melihat hal ini. Ia berdiri dan menggebrak meja. Membuat semua orang dikelas menatapnya. Joy acuh dengan mereka. Yang joy inginkan adalah pertemanan mereka kembali dan bukan hanya jadi prolog saja dalam cerita novel ini saja.
"Kalian berempat ikut aku sekarang. Kau juga irene. Awas saja kalau kalian tidak ikut"
Joy tidak pernah marah secara terang-terangan. Ia lebih senang menyembunyikan rasa kecewa dan marah. Tapi, hal ini harus dilakukan untuk menyelamatkan pertemanan mereka. Irene dan F4 mengikuti Joy dari belakang tanpa banyak bicara.
Mereka berhenti di dalam ruangan UKS. Sebenarnya joy kaget saat masuk kesana ada dokter yang berjaga. Bukan hanya satu dokter tapi ada dua perawat juga.
Sekolah ini hobi membuang uang ternyata. Tapi ini bukan saatnya Joy untuk heran. Ada hal yang lebih penting daripada kebiasaannya mengumpat si penulis novel yang ia jalani sekarang.
Setelah meminta izin pada dokter yang berjaga, Joy duduk diam di dalam salah satu bed. Ia menatap satu-satu teman dekat dadakannya itu.
"Kalian bertengkar?" Joy menatap sinis ke arah vino dan jinno.
"...."
"Apa kalian menganggapku sebagai teman?"
"...."
Tidak ada yang menjawab. Seakan mereka berkomplot tanpanya. Semua tahu dan hanya joy yang seperti orang bodoh karena tidak tau apa-apa. Joy memijat pelipisnya. Kepalanya rasanya mau pecah.
"Alka, apa kau tau kenapa jinno dan vino bertengkar?"
"...."
Kesabaran joy terasa habis. Mereka mendadak bisu. Sehan juga tidak bisa diharapkan. Dia hanya diam menatap ke arah lain sedangkan Irene? Isakan tangis kembali terdengar. Joy menghela nafas. Ini pasti masalah perjodohan.
" Sebegitu rumitnya kah masalah perjodohan ini? Kalau memang kalian.." Joy menunjuk ke arah irene dan jinno.
"Saling menyukai kenapa tidak dibatalkan saja pertungannya? Atau irene bisa pacaran diam-diam dengan jinno." Lanjutnya.
"Kau tidak tau masalahnya joy, jangan ikut campur." vino yang daritadi diam menjawab tak kalah sinis.
"Itu karna kalian diam tak memberi tahuku. Aku bahkan tidak yakin kalau kalian menganggapku sebagai teman." Joy menabrak bahu Alka dan sehan.
Ia berjalan cepat meninggalkan UKS menuju ruangan atap sekolah. Persetan dengan perannya di dunia ini. Ia hanya ingin kembali ke kehidupan normalnya tanpa Irene dan F4. Walau biasa tapi tak serumit dan sepicisan ini. Tapi kapan ia kembali?
Joy menaiki tangga sekolah yang sepi. Semua murid sudah masuk ke kelasnya ingat? Bel masuk sudah berbunyi dari tadi. Joy berhenti dan berbalik.
Perannya sebagai tokoh pembantu membuatnya tidak mungkin dikejar oleh mereka. Tidak ada seorangpun bahkan Irene yang menyusulnya setelah ia pergi dari UKS.
Tiba-tiba Joy merasa ada yang mendorongnya dari belakang. Joy jatuh terguling dari tangga. Sekuat tenaga Joy melindungi kepalanya agar tidak terluka.
Tubuh Joy berhenti berguling di lantai koridor yang dingin. Darah segar mengalir dari belakang kepalanya. Joy menoleh lemah ke arah tangga. Suaranya tercekat dan hilang.
Tubuhnya terasa sakit. Sungguh untuk ukuran novel rasa sakit ini terasa nyata. Ia tidak dapat melihat siapa yang mendorongnya. Dan lagi kenapa disini tidak ada orang?
Joy menatap langit koridor sekolah. Apa ini akhir hidupnya sebagai peran pembantu? Setelah ini apa yang akan terjadi? Apa joy akan mati? Atau akan kembali ke kehidupan aslinya?
Joy tertawa miris. Bukan hal buruk juga kembali dengan cara seperti ini. Semakin lama pandangannya mengabur.
Selamat tinggal dunia novel picisan sialan...