"jadi.... Kau sungguh akan bertunangan dengan vino?"
Jinno memecah keheningan yang berlangsung cukup lama setelah kepergian vino. Ia menatap lurus ke arah manik mata legam Irene. Pandangannya serius tanpa ada senyuman sedikitpun. Hal ini berbanding terbalik dengan Irene yang menahan tawa. Seakan-akan ucapan jinno barusan hanyalah lelucon garing seperti biasanya.
"Menurutmu?? Kurasa tidak rugi juga bertunangan dengan vi.."
"Yak.... Kau serius?" Potong jinno cepat.
Ia menutup kedua telinganya. Jinno tak akan sanggup mendengar kelanjutan dari ucapan Irene barusan. Sedikit rasa gusar dan sakit mengganggunya sekarang.
"Dasar bodoh." Cibir Irene lirih.
Jinno mengerucutkan bibirnya persis seperti anak kecil. Sesuatu yang hanya dapat dilihat Irene tentunya. Irene hanya bisa tertawa melihat ekspresi jinno sekarang. Mungkin inilah alasan ia menyukai namja ini secara khusus. Jinno benar-benar berbeda dengan namja pada umumnya asal kau tahan dengan lelucon garingnya tentu saja.
Dddddtttt
Dengan malas jinno membuka pesan yang ada di handphonenya. Siapa sih yang berani mengganggu momentnya berduaan dengan Irene.
From:Vino
Joy sudah sadar.
Kau mau kesini atau masih mau berduaan dengan Irene??
Jinno membulatkan matanya. Vino dengan segala hal yang misterius tentangnya. Apa Vino keturunan peramal? Kenapa dia bisa tau apa yang dipikirkannya.
"Siapa?"
Irene mencondongkan wajahnya ke tubuh Jinno agar bisa melihat layar handphone Jinno. Jinno menahan nafas saat irene mendekatkan wajahnya.
Bayangkan saja ketika kalian hanya berjarak 5 centi dari orang yang kalian sukai. Bahkan aroma parfum bunga Irene tercium dengan jelas sekarang. Walau tubuh Jinno masih menetap bahkan kaku sekarang tapi nyawanya sudah melayang entah kemana. Jantungnya berdetak tidak normal. Sepertinya setelah ini Jinno harus membuat jadwal dengan dokter pribadinya.
Bayangan seperti adegan dalam film-film romantis sudah mulai terbayang di benaknya. Dimulai dari saling bertatapan setelah membaca pesan dari Vino. Dilanjutkan dengan saling memandang bibir satu dengan yang lain. Lalu.... Ah... Pipi Jinno memerah membayangkan adegan selanjutnya.
"Hei... Ayo ke kamar Joy sekarang." Irene menepuk pundak Jinno dengan keras.
Kesadaran Jinno kembali seketika. Sungguh pukulan Irene barusan terasa sakit sekali. Ia hanya mengusap pundaknya berharap rasa sakit itu berkurang. Walau hal itu tidak bekerja secara efektif.
"Sakit tau." Protesnya.
"Seharusnya kau merespon ketika aku memanggilmu saat pertama kali." Gerutu Irene. Jinno hanya nyengir.
"Kalau kau masih mau disini aku tinggal nih." Irene memutar bola matanya.
Ia ingin cepat berlari ke arah kamar Joy dirawat Sekarang. Seharusnya tadi ia menunggu Joy di kamar.
"Tunggu aku". Jinno berusaha menyamai langkah Irene yang terburu-buru.
....
Entah Joy harus bersyukur atau kecewa saat melihat kenyataan harus kembali ke dunia novel lagi. Daripada kedua perasaan itu rasa lega mendominasi. Ya, lega karena karena setidaknya dia tidak ada diruangan kosong dingin dan gelap itu lagi.
Joy menatap satu persatu sahabatnya itu. Sebenarnya seberapa lama ia tak sadar sampai-sampai ekspresi mereka seperti itu? Joy mengerutkan keningnya. Aneh.... Bukankah ia hanya tak sadar selama beberapa hari?
"Kau masih mengenal kami kan?" Tanya Alka dengan wajah imut bercampur khawatir. Jangan lupakan wajahnya yang tetap ganteng walaupun tampak bodoh sekarang.
"Dasar bodoh. Joy hanya koma selama beberapa bulan. Bukan berarti dia amnesia." Jawab Vino dengan dingin. Ehmmm.... Alvino dengan sifat dinginnya. Tunggu dulu...
'Beberapa bulan?'
Joy hanya mengkerutkan kening mencoba mencerna apa yang terjadi. Ia mencoba untuk duduk bersandar dengan bantuan Sehan dan Alka. Kepalanya terasa sedikit berdenyut di bagian belakang. Mungkin ini efek dari luka yang ia dapat. Tapi anehnya ia sudah tidak diperban lagi sekarang. Bukankah ada luka di belakang kepalanya?
"Kau baik-baik saja kan?" Tanya Irene begitu membuka pintu. Ia tampak excited karna joy sudah sadar.
Joy memutar bola matanya. Ayolah... Kenapa mereka seheboh ini. Joy hanya tersenyum seadanya.
Irene memeluk Joy yang terbaring lemah penuh rindu. Joy hanya membalas pelukan itu sambil menepuk-nepuk punggung Irene.
"Kau tak tau kan seberapa takutnya aku saat menemukanmu dalam keadaan berdarah di lorong. Apa kau tergelincir dari tangga waktu itu?"
Irene memulai dramanya. Ia menangis tersedu-sedu seperti anak kecil yang meminta permen pada ibunya. Benar-benar imut dan cantik. Bagaimana ada orang secantik ini bahkan ketika dia menangis. Padahal umumnya orang-orang akan terlihat jelek ketika menangis seperti ini.
Mungkin ini adalah devinisi dari 'orang cantik mah bebas. Mau diapain dan gimanapun tetap aja cantik.' Joy menahan tawanya membayangkan ucapannya barusan. Ia hanya mengusap air mata yang keluar dari
Kedua mata cantik Irene.
"Aku baik-baik saja rene"
Ini bukan saat yang tepat untuk bercerita pada mereka. Sudah cukup melihat wajah khawatir mereka saat ini. Joy tak mau menambah beban pikiran mereka tentang orang yang mendorongnya dari tangga. Sekali lagi Joy memaksakan senyuman dari wajahnya.
"Paman dalam perjalanan kemari sekarang. Aku juga sudah memanggil dokter yang berjaga." Sehan memecahkan suasana haru dua orang sahabat itu. Ah, Sehan memang selalu bisa diandalkan.
Tak berapa lama seorang dokter jaga masuk ke dalam ruangan itu. Ia memeriksa keadaan Joy.
"Ini sangat aneh untuk pasien yang koma sampai berbulan-bulan. Keadaannya sangat baik sekarang. Mungkin ini yang dinamakan keajaiban Tuhan." Dokter yang memeriksa Joy melipat kedua tangannya ke depan dada. Kepalanya dimiringkan mencoba memikirkan keajaiban yang sedang terjadi sekarang.
"Oh ya... Dilihat dari keadaannya, pasien sudah bisa pulang dalam 4 sampai 5 hari lagi." Tambah sang dokter sebelum pergi.
"Woah... Kau membuatku kagum Joyceline. Kita harus merayakan hal ini." Jinno bertepuk tangan sambil melongo. Benar-benar tampak menyebalkan dimata Joy.
"Ide yang bagus. Ibu ayo kita rayakan bersama kepulangmu dari rumah sakit."
"Jangan. Dia butuh istirahat yang banyak." Irene dan Vino mengatakan hal itu bersama.
"Memang ya yang bertunangan itu selalu sepemikiran." Goda Alka. Ia tertawa sambil bertepuk tangan.
Tangan Alka berhenti ketika menyadari tatapan tajam dari Jinno. Seketika ia berdehem.
"Kenapa kalian seheboh ini? Padahal aku cuman tidur beberapa hari saja." Joy menggelengkan kepala.
"Beberapa hari? Hei nona Joyceline, kau sudah koma selama 3 bulan. Jadi wajar jika kami senang ketika kau sadar." Ujar Vino dengan penuh penekanan di setiap kata.
Rasanya mengesalkan ketika kekhawatiran yang selama ini Vino rasakan cuman diremehkan seperti ini. Sebenarnya Vino ingin menambahkan kalimat...
'apa kau tak tau betapa khawatirnya aku selama ini?'
Tapi kalimat itu cuman tertahan di bibirnya. Ia tak mau Joy salah paham terhadapnya. Ingat, Joy hanya seorang sahabat. Dan nalar seorang Alvino masih jalan. Jadi ia tak akan menambahkan kata-kata itu.
"Tiga bulan? Eih.... Jangan bercanda. Mana mungkin aku tidur selama itu." Sangkal Joy.
Joy menatap satu persatu orang yang mulai mengisi hidupnya ini. Barangkali ini hanya sebuah prank dari mereka. Terutama Jinno yang jahil. Tapi hasilnya nihil. Wajah mereka terlalu serius untuk dibilang sebuah candaan.
"Yang dikatakan Vino benar ibu... Kau sudah koma selama 3 bulanan." Alka menggenggam tangan Joy dan memainkannya. Hal itu membuat Vino memutar bola matanya.
Joy tersenyum kecut. Selama itu ia tak sadar. Padahal hanya ruangan gelap dan kosong. Kenapa bisa selama itu? Apa di dimensi itu terdapat perbedaan waktu? Entahlah.... Masa bodoh dengan hal itu.
" Kalau begitu... Ayo kita pergi nonton film ketika aku sudah keluar dari sini. Aku sudah bosan." Ajak Joy.
"Baiklah... Tapi kau harus benar-benar sembuh baru kita pergi." Irene mengelus helaian rambut Joy dengan lembut.
"Siap nona cantik." Joy menempelkan tangan kanannya ke pelipis seakan hormat ke arah Irene.
Semua yang ada di ruangan itu tersenyum melihat dua orang gadis di depannya. Dua orang dengan pesonanya sendiri. Orang yang mampu membuat F4 merasa nyaman. Apa jadinya mereka tanpa dua gadis ini.