There is no easy life
because God always gives us a test
for something better - SAL
:
:
:
Gadis yang bernama Violet itu merabah-rabah nakas yang berada di samping tempat tidur, dirinya mencoba mencari sumber suara yang cukup memuakkan di telinga. Berhasil mendapatkan jam yang sedari tadi berbunyi gadis itu melempar jam ke arah sembarangan, menimbulkan suara pecahan yang berhasil menyadarkan Violet akan tindakan bodohnya yang memecahkan jam untuk kesekian kalinya. Lagi, dan lagi gadis itu harus membeli jam baru, setelah aksi bodohnya melemparkan jam hingga berakhir dengan rusaknya jam tersebut.
Violet akhirnya bangun dari tidurnya, kemudian ia bergegas untuk bersiap-siap ke sekolah. Setelah selesai bersiap-siap Violet turun kelantai dasar untuk sarapan pagi dengan keluarganya. Gadis itu mengangkat satu alisnya ketika sampai di meja makan dan mendapati baju serta sepatunya yang berada di meja makan tepat di hadapan Ardana papanya. Violet menghembuskan nafasnya. Sepertinya ada drama baru untuk awalan harinya ini. Ardana pasti sudah mengetahui dari saudara tirinya, bahwa dirinya habis keluar malam. Benar-benar saudara tiri yang memuakkan.
"Cek, dasar jalang!" Kemudian Violet berjalan mendekati Ardana yang berada di meja makan, sembari mengumpat untuk orang yang dia anggap sebagai titisan iblis, yaitu saudara tirinya.
"Dari mana saja kamu semalam?" Itu suara Ardana papanya, "jangan kira Papa tidak tau kamu keluar malam-malam!" Gadis itu justru menghela nafas, enggan untuk menguras emosinya pagi-pagi dengan melawan Ardana papanya.
"Papa tanya dari mana saja kamu semalam?!" Kali ini suara Ardana tidak lagi rendah, melainkan bentuk bentakan yang sangat dibenci Violet.
"Aku dari main ke rumah teman," jawab Violet dengan jujur dan dengan eksperesi santainya.
Ardana memukul meja kemudian berdiri, "Enak sekali kamu bilang begitu! Papa tau kerja kamu itu hanya menghambur-hamburkan uang! Kamu benar-benar anak yang tidak tahu berterima kasih! Benar-benar persis seperti mama kamu!" Ucapan Ardana papanya membuat emosi Violet tersulut, wajahnya kini memerah menahan kesal.
Violet tersenyum berusaha mengontrol emosinya, "Mama aku gak seperti itu dan aku juga gak seperti itu," ucap gadis itu dengan tenang kemudian ia melirik ke arah belakang papanya dan menyeringai, "puas?!" ucapnya pada kedua orang yang berada di belakang Ardana. Kemudian langsung beranjak pergi.
Violet melajukan mobilnya dengan kecepatan sesedang mungkin. Dirinya berusaha mengontrol emosinya yang mulai meluap akibat ucapan Ardana yang menuduhnya menghamburkan uang. Lagian Violet juga tidak ingin mati karna ngebut-ngebutan di jalan raya akibat suasana hatinya yang memanas.
Selama perjalanan ia tidak henti-hentinya merapalkan sumpah serapah untuk wanita-wanita yang dianggapnya titisan setan yang telah berhasil menggangu ketentraman keluarganya. Gadis itu memang berkelakuan tidak seperti gadis-gadis lainnya, yang mungkin terlihat kalem, ia memang sedikit bandel, suka keluar malam, tapi rasanya ia tidak yakin Ardana papanya mengatakan hal seperti itu padanya. Tukang menghamburkan uang? Violet tertawa. Dibanding dia mungkin julukan itu cocok untuk saudara tirinya yang menyebalkan itu.
Sekitar lima belas menit perjalanan gadis itu sampai di depan sekolahnya. Sekolahnya itu sama sekali tidak seseru yang orang bayangkan. Meski sekolahnya adalah salah satu sekolah yang menjadi idaman orang-orang, karena katanya banyak siswa-siswa dengan dompet tebal dan juga tingkat ketampanan dan kecantikannya yang luar biasa. Pokoknya sekolahnya adalah sekolah negri yang terkenal, tapi bagi Violet sekolahnya itu sama saja denga sekolah-sekolah lainnya, membosankan, serta tidak ada yang menarik. Untung saja dia memiliki dua sahabat yang sedikit dapat membantu mengisi masa-masa SMA membosankannya itu.
Violet berjalan di koridor. Sepanjang perjalanan banyak yang menatapnya, termasuk cowok-cowok yang selalu mengaguminya. Yah, Violet ini dapat dikatakan gabungan gen yang sempurna dari kedua orang tuanya, sehingga banyak yang berminat pada dirinya, tapi Violet sama sekali tidak tertarik dengan orang-orang yang menyukainya. Sesampainya di kelas, teman sebangku dan sahabatnya itu menyapanya sambil tersenyum manis.
"Woi! tadi malam lo gak ketahuan kan?" tanya sahabatnya yang bernama Gisel. Violet tersenyum. Apanya yang tidak ketahuan? Drama pagi tadi sudah membuktikan bahwa ia ketahuan.
Namun Violet mengangguk, "Enggak lah ... gue ini smart people yang dengan gampang bisa mengelabui orang," ucap gadis itu percaya diri.
Gisel menghela nafas, "Syukur deh kalau gitu, bokap lo kan sangar. Eh, ngomong-ngomong liat pr lo yang kemarin dong. Udah kepepet nih." Violet melirik jam tangannya sebelum mengguk mengiyakan.
"Sel, lo tau ga tempat kerja paruh waktu gitu?" tanya gadis itu pada Gisel yang sedang menulis.
"Lo emang mau ngapain?"
"Kerja," ucap Violet sambil memainkan handphonenya.
"Serius lo?!" Gisel yang sedang asik menulis langsung mengarahkan pandanganya ke temannya yang sedang mengangguk, "ada sih dekat apertement gue. Eh, gak dekat-dekat amet sih. Kemarin lalu gue kesana dan baca di kasirnya gitu gak tau deh kalau dia nerima kaya yang lo cari."
"Yaudah, nanti temanin gue kesana pas pulang sekolah, ya. Nanti gue antar balik ke apertement lo deh." Gisel mengangguk menyetujui ucapan Violet temannya itu.
__
"Jadi udah ada yang isi ya ... mbak?" tanya Violet memastikan kembali yang di balas anggukan oleh karyawan di sana.
Wajah Violet nampak kecewa setelah mendengar ucapan karyawan itu. Berarti dia harus mencari tempat kerja yang lain dan itu pasti memakan waktu yang cukup lama. Violet menghembuskan nafas, rasanya dia begitu lelah. Pulang sekolah tadi Violet begitu bersemangat untuk menuju cafe yang Gisel maksud, namun karyawan cafe tesebut mengatakan bahwa pekerjaan itu sudah ada yang mengisi membuat Violet merasa kecewa.
Kemudian seorang wanita paruh baya datang menghampiri Violet dan Gisel serta karyawan cafe tersebut, "Ada apa Mimi?" tanya wanita paruh baya tersebut pada karyawan yang ternyata namanya adalah Mimi.
"Iniloh bu, adek ini tanya pekerjaan yang minggu lalu tertempel di depan." Setelah mendengar penuturan Mimi karyawannya tersebut, wanita paruh baya itu memandang kedua gadis itu secara bergantian.
"Loh Violet?" Wanita itu tampak terkejut mendapatkan anak temannya mencari pekerjaan, " kamu yang cari pekerjaan atau temanmu itu?" tanya wanita paruh baya itu.
"Eh?" Violet nampak terkejut, karena wanita paruh baya yang diperkirakan pemilik cafe ini mengetahui namanya.
"Masa kamu gak kenal tante Uti, temannya mama kamu itu loh" Violet hanya tersenyum, karena tidak mengingat wanita tersebut.
"Duduk yuk!" ajak Uti pada kedua gadis remaja tersebut yang langsung di turuti oleh mereka berdua, "jadi kamu cari pekerjaan? Atau teman kamu ini?" ucap Uti ketika mereka sudah duduk.
"Saya tante, kebutulan cari pekerjaan paruh waktu begitu." Uti mengangguk tanda mengerti.
"Tapi kok kamu mau kerja?" tanya Uti penasaran.
Violet tersenyum, "Mau coba mandiri tante," jawab Violet seadanya.
"Yaudah deh, tante terima kamu kerja disini. Besok kamu sudah bisa mulai bekerja," ucap Uti sambil tersenyum manis, membuat Violet kaget karena dengan mudahnya dia dapat masuk bekerja.
"Serius tan?" Uti mengangguk, "makasih banyak tante." Violet nampak senang karena berhasil di terima kerja untuk pertama kalinya. Violet bangga mengetahui mamanya memiliki teman yang ia fikir rempong-rempong.
"Yaudah, tante tinggal dulu, ya. Masih ada yang mau tante urus " Kedua gadis remaja itu mengangguk sambil tersenyum.
"Akhirnya gue diterima kerja Gi!" ucap Violet senang. Sementara Gisel hanya memutar bola matanya.
"Yaudah, selamat Violet sayang."
_
Violet menghempaskan diri ke kasurnya yang empuk, ia menggulingkan badannya ke kanan dan ke kiri. Rasanya hari ini ia sangat bahagia, karena dapat di terima bekerja di tempat teman mamanya. Meski ia tidak tahu itu teman mamanya atau bukan, karena rasanya ia tidak pernah mengenal atau melihat wanita itu sebelumnya. Pasti mamanya yang memiliki mulut cerewet itu yang mengenalkannya di depan teman-temannya yang dipastikan memakai kata-kata yang membanggakan dirinya. Oh, itu sudah jelas pastinya. Ibu-ibu memang suka begitu, apa lagi jika bertemu di tempat arisan.
Asik melamun, tiba-tiba teleponnya berbunyi dengan nyaring, membuat Violet menoleh dan langsung mengangkatnya secara cepat. Ah, ini dia yang sedang ia lamunkan.
"Assalamualaikum Violet," ucap suara di sebrang sana
"Waalaikumussalam mah, ada apa?" jawab Violet cepat.
"Kamu sehatkan Vio? Oh iya, Mau mama kirimin apa buat kebutuhan kamu? Kamu gak dimarahin papa kamu kan? Bagaimana sekolah kam-" ucapan di telepon tersebut langsung tergantung karna di potong oleh Violet.
"Ma tanyanya satu-satu dong, Violet pusing mau jawab yang mana." Violet mendengus sebal. Miya mamanya kalau sudah menelfon pasti banyak sekali pertanyaannya membuat Violet bingung.
"Hehehe ... Sorry-sorry, abis mama pengen tahu kamu banget tentang kamu."
"Vio sehat mah, sekolah juga lancar-lancar aja, malahan mah, Vio kayanya makin pintar," ucap Vio dengan pedenya, "oh iya, mama tau gak aku tadi cari kerja dan langsung diterima loh. Kata pemiliknya dia itu teman mama."
"Kamu kerja Vio?!" ucap mamanya begitu nyaring hingga membuat Violet menjauhkan ponselnya dari telinganya, "kamu kenapa gak bilang sama Mama? Kenapa mau kerja? kamu sekolah aja! Emang kebutuhan kamu gak terpenuhi? bilang sama Mama kamu mau apa nanti Mama belikan."
"Aduh ... Mom please! Vio mau cari pengalaman, abis malas juga di rumah kan, bagus kalau aku kerja, menambah wawasan."
"Tapi Vio ka-" seketika ucapan Miya terpotong.
"Aduh mah, udah dulu, ya ... Vio mau mandi dulu, terus belajar. I love you. Assalamualaikum." Violet langsung menutup teleponya malas mendengar Mamanya yang mulai bawel.
Violet selalu menyukai Miya, meski kadang Miya itu bawel, dan meski Violet berpisah jauh dengan Miya yang sekarang menetap di Prancis semenjak perceraiannya dengan Ardana yang akhirnya membuat Miya memilih untuk pergi ke Prancis, karena ingin melupakan kenangan pahitnya namun selain itu dia juga mendapat sebuah pekerjaan yang amat bagus di sana.
Mesiki begitu, Violet sama sekali tidak merasa kekurangan kasih sayang karena Mamanya yang berada jauh dari dirinya, justru ia merasa kekurangan kasih sayang dari Papanya yang tinggal seatap dengannya.
_____
Hai, kalian yang sudah baca cerita ini semoga kalian suka sama ceritanya ini yawww :))))))))