BAB 11

“Ini rumahmu Dave?” Tanyaku takjub saat melihat pemandangan disekitar rumah Dave.

“Bukan rumahku, tapi rumah keluargaku.” Jawabnya tersenyum. “Ayo ikut aku masuk kedalam, akan ku kenalkan pada keluargaku.” Ajaknya lalu turun dari mobil.

“Nyonya, Tuan muda sudah pulang nyonya.” Terdengar suara Teriakan seorang wanita dari dalam rumah. Tidak begitu lama, beberapa orang yang ada didalam rumah tersebut keluar menyambut Dave.

“Dave putraku, setelah sekian lama akhirnya kamu pulang Nak. Kemarilah, Mama sangat merindukanmu.” Ujar wanita paruh baya itu lalu memeluk Dave.

“Bagaimana Nenek Ma?” Tanya Dave.

“Nenekmu masih sakit, ayo temui Nenekmu.” Mama Dave mengajaknya untuk masuk kedalam dan sepertinya mereka tidak menyadari keberadaanku karena tidak ada satupun yang bertanya tentang diriku.

“Tunggu sebentar Dave.” Mamanya menghentikan langkahnya kemudian kembali memutar tubuhnya menghadapku. Sepertinya dia baru menyadari keberadaanku. “Dia???” Tunjuk wanita itu.

“Oh iya Dave lupa Ma, kenalin dia Mila Ma. Tem…”

“Apa dia Kakak iparku Kakak? Akhirnya kita bisa bertemu juga.” tiba-tiba seorang gadis remaja muncul dari dalam rumah lalu memelukku. Aku sangat terkejut dengan tingkah gadis kecil ini, tidak terlalu kecil mungkin kira-kira dia anak SMA. Aku hanya menerka mungkin saja dia adik tirinya Dave.

“Jaga sikapmu Sela.” Seru laki-laki yang ada di samping Sela. Mungkin mereka adalah Adiknya Dave. Pikirku.

“Sela, dia buk…” Kalimat Dave selalu terputus karena ada saja yang memotong kalimatnya.

“Benarkah dia istrimu Dave?” Satu suara terdengar lagi.

“Nenek…” Dave langsung menghampiri Neneknya dan memeluknya erat. Terlihat sekali bahwa laki-laki itu sangat mencintai Neneknya. “Nenek kan masih sakit, kenapa nenek kemari. Biar Dave saja yang menjenguk Nenek dikamar nenek.”

“Aku tidak sabar ingin bertemu denganmu, Oni bilang kamu sudah pulang dan membawa menantu kami pulang.” Ungkap neneknya. Astaga.. sepertinya mereka sudah salah paham pada kami. “Benarkah dia istrimu Dave?” Pandangan Neneknya beralih padaku lalu berjalan menghampiriku.

“Nenek.. aku akan menjelaskan semuanya, ini tidak..” Bukan hanya Dave, tapi kali ini kalimatku yang di potong oleh mereka.

“Pinter juga Kak Dave mencari istri.” Sahut laki-laki itu lagi.

“Ryan! Tidak ada yang mengizinkanmu untuk berkomentar.” Seru mama Dave.

“Oke Ma.” Jawab laki-laki yang bernama Ryan itu.

“Tentu saja ibu, tidak mungkin mereka datang bersama jika dia bukan istrinya Dave.” Ujar mama Dave.

“Tante.. Aku..”

“Kamu cantik sekali Nak. Terima kasih karena telah menjaga Cucuku dengan baik selama ini.” Ucap neneknya sambil mengusap wajahku, ku lihat airmatanya sedikit mengalir dari sudut matanya. Melihatnya membuat hatiku tersentuh. Selama ini aku tidak pernah tahu rasanya memiliki seorang nenek. Karena sejak kejadian buruk itu, identitasku tersembunyi sebagai anak kandung dari orang tua kandungku. Mereka mengetahui bahwa aku sudah meninggal bersama orang tuaku, dan orang tua Mama dan Papa, mereka mengatakan bahwa orang tua Mama sudah meninggal sejak Mama masih kuliah. Sedangkan Papa, orang tuanya sudah meninggal saat aku masih duduk di bangku kelas 1 SD. Perlahan ku usap air mata yang mengalir dari sudut mata Neneknya Dave.

“Jangan menangis Nenek. Nenek lebih cantik jika Nenek tersenyum.” Hiburku padanya dan ternyata berhasil membuatnya tersenyum.

“Bisa saja kamu ini memuji Nenek. Nenek ini sudah tua, memang sudah tidak cantik lagi.” ucapnya.

“Baiklah Nenek ngobrolnya kita lanjutkan lagi nanti. Bukankah Nenek masih sakit kan, jadi Nenek sekarang harus istirahat dengan cukup biar cepat sembuh.” Seruku. Mereka semua menatapku. Aku merasa sepertinya aku sudah melakukan kesalahan. “Maaf nenek, aku hanya…”

“Kenapa minta maaf? Salahmu dimana? Baiklah nenek akan istirahat jika kamu nemenin Nenek.” Pinta Nenek Dave. Aku memandang Dave berusaha mencari jawaban disana. Dave tersenyum dan mengganggukkan kepalanya padaku. “Ayo antar Nenek ke kamar Nenek.” Ajak nenek sambil memegang tanganku. Akupun membantu nenek Dave untuk kembali ke kamarnya dan membuatnya beristirahat. Setelah ia berbaring di kasurnya. Diapun menggenggam tanganku, memandangku penuh dengan makna. Meski aku tidak tahu apa sebenarnya yang ingin matanya sampaikan padaku.

“Kalau kalian disini terus, Nenek pasti akan cepat sembuh. Karena Nenek tidak ingin melewatkan seharipun hari-hari bahagia Nenek bersama kalian.” Ujarnya.

“Nenek istirahat dulu ya. Mila janji Mila akan ceritain banyak cerita-cerita lucu biar nenek tambah awet muda.”

“Jjanji?” Tanyanya.

“Tapi Nenek harus sehat dulu biar kita bisa banyak cerita-cerita terus jalan-jalan.” Ujarku. Nenek pun menganggukkan kepalanya, lalu memejamkan matanya dengan tetap menggenggam tanganku.

Tidak berapa lama kemudian Dave masuk kedalam kamar nenek lalu menutup pintunya.

“Nenek sudah tidur?” Tanyanya.

“Syuuuuttt…” Aku menyuruhnya untuk memelankan suaranya. “Nanti nenek bangun.”

“Maaf karena Nenekku sudah merepotkanmu Mila.” Ucapnya.

“Jangan berkata begitu, Nenekmu sama sekali tidak merepotkanku. Ayo kita bicara diluar saja. Nanti kita malah mengganggu tidur Nenek.” Ajakku. Perlahan aku menarik tanganku dari genggaman Nenek Dave, syukurlah neneknya tidak terbangun karena gerakanku. Kamipun keluar dari kamar nenek.

“Aku akan menjelaskan pada mereka bahwa mereka sudah salah paham padamu. Jangan khawatir, aku akan menjelaskannya sekarang.” Ucap Dave.

“Kamu juga gak usah khawatir, aku juga akan membantumu untuk menjelaskan pada mereka apa yang sebenarnya kamu inginkan.” Aku tersenyum padanya.

“Kakak.. apa kalian tidak membawakanku oleh-oleh?” Tanya Sela yang datang tiba-tiba menghampiri kami yang masih berdiri didepan kamar nenek.

“Astagfirullahalazim.. Kakak lupa dek.” Ujar Dave menyesal.

“Kakak…” Sela mulai mengerucutkan bibirnya.

“Kakak punya sesuatu buat Sela. Sebentar ya, Kakak ambilin dulu di mobil.” Ucapku menenangkannya yang sepertinya akan mulai merajuk pada Dave. Sela tersenyum sumeringah mendengar ucapanku. Akupun segera mengambil tas yang sempat aku beli untuk saudara sepupuku, aku berpikir tidak ada salahnya ku berikan pada Sela. Aku bisa membelikannya lagi untuk saudara sepupuku saat aku sudah selesai membantu Dave disini.

“Ini untukmu.” Aku memberikan tasnya pada Sela.

“Waaahhh kakak.. tasnya bagus banget. Ini pasti tas mahal. Teman-temanku pasti akan sangat iri padaku jika aku memakainya untuk hang out bersama mereka.” Ungkapnya.

“Sela, bilang apa pada kak Mila?” Tegur Dave.

“Makasih kakak. Aku menyayangimu.” Sela memelukku lagi lalu berlalu meninggalkan kami.

“Ikut aku sebentar, ada yang ingin aku bicarakan padamu.” Ajak Dave. Akupun mengikuti langkahnya, ternyata menuju ke kamarnya. Dave mengunci pintunya dan mulai membuka pembicaraan.

“Kenapa Mila? Kenapa kamu berikan barang punyamu pada adikku?”

“Apa salahnya Dave? Itu hanya tas.” Jawabku.

“Tapi itu akan membuatnya semakin salah paham padamu. Dia akan semakin mengira bahwa kamu benar-benar kakak iparnya.” Jelas Dave.

“Aku hanya tidak ingin membuatnya merasa kecewa karena kamu tidak membawakan apa-apa untuknya. Dia hanya anak SMA, wajar saja jika dia manja pada Kakaknya. Aku hanya ingin membantumu Dave, kamu sudah menyelamatkan hidupku, sudah kehilangan kendaraanmu. Hanya sebuah tas, tidak akan bisa mampu untuk membayar semua yang telah kau lakukan untukku Dave.” Jelasku.

“Baiklah. Maafkan aku Mila. Aku hanya merasa tidak ingin membawamu terlalu jauh dalam masalah hidupku. Aku akan menggantinya nanti.” Ucap Dave.

“Baiklah, terserah padamu. Yang jelas, biarkan aku membantumu semampu yang aku bisa sekarang.” Ungkapku.

Tok…Tok…Tok…

Pintu kamar Dave diketuk dari luar.

“Siapa?” Teriak Dave.

“Oni Tuan muda.” Jawabnya dari luar. Dave pun segera membukakan pintu kamarnya.

“Ada apa?” Tanya Dave.

“Nyonya menyuruh Tuan muda dan Nona Mila untuk segera turun ke bawah. Karena Tante dan Om tuan ada dibawah sana. mereka ingin bertemu dengan kalian.” Jelas Oni yang katanya asisten rumah tangga di rumah Dave.

“Dave…” Teriak seorang wanita masuk ke dalam kamar Dave. “Kenapa kalian mengurung diri di dalam kamar? Kasihan istri kamu dikurung gini Dave. Ayo Mila ikut sama Tante.” Ajaknya sambil menarik tanganku.

“Tapi Tante…” Bantahku sambil menoleh pada Dave. Aku tidak tahu apa lagi yang akan terjadi setelah ini.

“Kamu masih punya banyak waktu untuk berduaan bersama suamimu nanti malam. Sekarang bergabunglah dulu bersama kami.” Bisik Tante Dave sambil tersenyum menggodaku. Apa yang sebenarnya dia bicarakan. Tante Dave membawaku untuk bertemu dengan semua orang yang sedang ada di ruang tamu disana, aku yakin pastilah mereka semua adalah keluarga besar Dave. Mereka banyak bicara, tapi mereka semua sangat lucu bahkan lebih tepatnya pintar melawak. Aku mengira mereka akan mengintrogasiku lalu kemudian menggantungku hidup-hidup. Ternyata mereka hanya ingin mengajakku bergabung bersenda gurau bersama mereka. Diselah tawa kami, tiba-tiba Dave menyusul dengan wajah yang cemas. Dave mendekatiku dan berbisik padaku.

“Apa kamu baik-baik saja?” Bisiknya. Aku mengganggukkan kepalaku.

“Apa mereka mengintrogasimu dan mendesakmu?” Lanjutnya bertanya. Aku menggelengkan kepalaku.

“Hei.. Kenapa kamu berbisik pada istrimu? Katakan saja, kami akan pura-pura tidak mendengarnya.” Ucap salah satu Om nya Dave.

“Pengantin baru mah memang gitu. Main rahasia-rahasian.” Sahut Tante Dave.

“Dave, bersabarlah. Kami hanya meminjam istrimu sebentar, setelah itu kau bebas untuk bermanja dengannya.” Goda Om Dave yang lainnya.

“Oh tidak, tidak om Tante. Kalian sudah salah paham pada kami.” Bantah Dave.

“Iya Om Tante, kalian salah paham pada kami. Sebenarnya kami…”

“Kami juga pernah muda Mila. tidak usah malu.” Sahut Mama Dave.

“Aku ingin mengatakan yang sebenarnya pada kalian semua. Kalian semua sudah salah paham pada kami berdua, sebenarnya kami ini bukan suami istri.” Ungkap Dave.

“Apa? Siapa yang bukan suami istri Dave?” Tiba-tiba Nenek menghampiri kami. Mereka semua terdiam menatap kami berdua. “Katakan pada Nenek bahwa kalian itu memang suami istri.” Seru Nenek terlihat lemah.

“Tidak Nenek, Nenek sudah salah paham. Kalian semua sudah salah paham. Dave belum selesai bicara. Dave ingin mengatakan bahwa kami ini bukan suami istri seperti yang kalian pikirkan, yang tidak bisa berpisah meski hanya sebentar. Dave suami yang pengertian, dia selalu mengizinkanku untuk melakukan apapun selagi masih ia anggap benar. Kalian hanya salah paham karena mengira kami hanya ingin berduaan saja dan tidak ingin bercengkrama bersama kalian. Benarkan Dave? Itu yang ingin kamu sampaikan tadi pada mereka?” Jelasku. Entah mengapa meski aku bisa mengakuinya saat itu, tapi aku tidak bisa melakukannya. Aku tidak bisa melihat kekecewaan di mata nenek. Dave menatapku dalam lalu mengiyakan ucapanku.

“Kalian ini membuat kami merasa tegang saja.” Seru Tante Dave.

“Lebih baik sekarang kita makan malam. Oni sudah menyiapkan makan malam untuk kita.” Ajak Mama Dave.

Kamipun makan malam bersama, Dave pun kembali berbisik padaku. “Mengapa kamu malah mengaku sebagai istriku?”

“Akan ku jelaskan nanti, fokuslah pada makananmu.” Seruku.

“Sudah berapa lama kalian menikah?” Tanya salah satu Tante Dave yang aku tahu namanya dengan panggilan Tante Maya.

“Delapan bulan.”

“Satu tahun.” Aku dengan Dave memberikan jawaban yang berbeda. Astaga.. bahkan kami tidak punya rencana untuk melakukan kebohongan ini.

“Yang benar yang mana? Kok jawaban kalian beda?” Tanya Mama Dave.

“Benar semua Mama. Satu tahun delapan bulan.” Jelas Dave.

“Waaahhh.. kalian so sweet banget, jawabnya sampe saling ngelengkapin gitu.” Puji Sela.

“Terus kalian menikah dimana?”

“Masjid.”

“Rumah.” Jawaban kami kembali berbeda.

“Kok beda lagi?” Tanya mama Dave.

“Kalo nikahnya di masjid Ma, terus ngadain syukuran kecil-kecilan dirumah Mila.” Jelasku. Mereka semua mengangguk. Aku dan Dave menghela napas lega dan berharap bahwa mereka tidak akan bertanya lebih jauh lagi. Karena kami tidak tahu apa yang harus kami jawabkan.

Setelah menyelesaikan makan malam, mereka semua melarang kami untuk masuk kedalam kamar. Bahkan aku melupakan saat aku mengakui bahwa kami adalah sepasang suami istri, maka kamipun akan tidur dalam satu kamar. Tenang Mila.. bukankah sebelumnya kau sudah pernah menjalankan peran ini. Menjadi istri bohongan. Berapa kali aku harus terjebak dengan drama seperti ini. Van, aku mencintaimu. Aku hanya sedang membantu Dave sekarang. Batinku.

Hampir pukul sepuluh malam kami masih duduk di ruang keluarga. Bingung harus melakukan apa. Kemudian mereka kembali menghampiri kami dan mengajak kami untuk ke kamar Dave. Mereka menutup mata kami hingga sampai di kamar Dave, lalu menyuruh kami untuk membukanya. Amazing.. mereka melakukannya. Mereka menghias kamar Dave dengan sangat indah, untuk apa aku juga tidak tahu.

“Apa kalian menyukainya?” Tanya Mama Dave.

“Tapi untuk apa semua ini Ma?” Dave malah balik bertanya pada mereka.

“Inikan adalah malam pertama kalian disini, jadi kami hanya ingin sedikit membantu memperindah suasana malam pertama kalian.” Jelas Tante Dave.

“Apa???” Teriak kami bersamaan.

“Gak usah kaget gitu. Anggap saja seperti malam pertama kalian sebelumnya. Saat baru menikah.” Goda Om Dave.

Astaga, mereka sudah melakukan hal yang terlalu jauh. Jeritku dalam hati.

“baiklah. Selamat beristirahat, semoga malam kalian menyenangkan.” Tante Dave mengusap wajahku dan kemudian mereka semua meninggalkan kami berdua di kamar itu.

“Apa yang harus kita lakukan jika semuanya sudah seperti ini?” Tanya Dave padaku.

“Aku juga tidak tahu kalau mereka akan melakukan semua ini Dave.” Jawabku.

“Sayang, aku lelah sekali. Aku ingin tidur dipelukanmu. Kemarilah.” Dave mulai mengatakan hal yang aneh.

“Apa? Apa yang kau…” Kalimatku dipotongnya.

“Jangan banyak protes sayang. Aku sangat merindukanmu. Tapi tunggu, aku akan menutup pintunya dulu. Agar tidak ada yang akan mengintip kita.” Jelas Dave sambil mengisyaratkan matanya padaku bahwa mereka semua masih menguping di luar. Dave pun menutup pintunya dan menguncinya.

“Sudah aman.” Ucapnya.

“Aman apanya? Jika mereka masih berdiri diluar, itu namanya belum aman.” Gerutuku pelan.

“Tidak usah khawatir, kamarku kedap suara. Mereka tidak akan mendengar pembicaraan kita.” Jelasnya.

“Benarkah? Ohh syukurlah akhirnya aku bisa bernapas lega.” Ungkapku.

“Lagian kamu kenapa mengorbankan dirimu dengan mengakui bahwa kamu itu istriku?” Tanyanya.

“Awalnya aku sama sepertimu, ingin mengatakan yang sebenarnya pada mereka. Tapi saat aku melihat nenek, rasanya ini bukan waktu yang tepat untuk memberitahunya. Entah kenapa aku merasa tidak ingin membuat kesehatannya makin memburuk. Dia berharap banyak padamu. Toh gak ada salahnya kita bersandiwara demi kebaikan.” Jelasku.

“Terima kasih karena kamu sudah sangat baik dan memikirkan keluargaku.” Ucapnya.

“Sama-sama. Sudahlah, kita lupakan masalah itu dulu. Aku lelah sekali, aku ingin tidur. Kau juga tidurlah.” Seruku padanya saat aku mengambil bantal dan selimut dari tempat tidurnya, aku hendak tidur di kursi panjang yang ada dikamarnya.

“Kamu mau apa?” Tanyanya bingung.

“Aku mau tidur.” Jawabku singkat.

“Tidak. Jangan tidur disini. Tidurlah di kasurku. Biar aku saja yang tidur disini.” Serunya.

“Tidak Dave, inikan rumahmu. Tidak pantas jika aku menyuruhmu tidur disini sedangkan aku enak-enakan tidur dikasurmu.” Ucapku.

“Justru jika kamu yang tidur disini itu tidak pantas. Kau tamuku disini. Ku mohon jangan membantahku, tidurlah Mila.” Pintanya.

“Baiklah jika kamu memaksa. Aku akan tidur di kasurmu dan kamu tidur disini.” Akupun beralih menuju ke kasurnya. Dave tersenyum padaku lalu memejamkan matanya setelah membaringkan tubuhnya di atas kursi panjang tersebut. Akupun juga mengikutinya, ikut memejamkan mataku karena aku juga sudah merasa sangat lelah.