Di pagi yang cerah ini, Alessa melakukan kebiasaannya setiap pagi minggu, yakni pergi ke taman, bukan untuk bersantai-santai ria ataupun sekedar melihat-lihat, melainkan untuk lari pagi atau jogging. Kaki jenjangnya seakan ringan melangkah di running track, setibanya di perempatan jalan, Alessa terkejut melihat banyak orang yang berkumpul di situ.
Alessa mencoba mencari tau apa yang sedang terjadi. Sesampainya di sana ia semakin terkejut melihat adanya police line. Ia pun mencoba bertanya kepada seseorang yang ada di sana.
Orang itu menjawab bahwa malam tadi telah terjadi pembunuhan. Seorang polisi yang tengah menjaga taman tewas malam tadi dengan cara yang aneh. Di leher polisi tersebut terdapat seperti bekas gigitan dan seluruh tubuh polisi itu berubah menjadi putih pucat.
Alessa bergidig ngeri mendengarkan cerita orang di depannya. Menurut rumor polisi itu dibunuh oleh seorang Vampir, tapi ada juga yang mengatakan bahwa itu adalah gigitan binatang buas. Alessa bingung dan mengernyitkan keningnya 'Vampir' . ia sedikit tidak percaya. Mana mungkin Vampire ada di zaman serba modern seperti sekarang. Batinnya.
Alessa pernah mendengar cerita-cerita Vampire di internet maupun televisi. Baginya vampir itu tidak lah ada, vampir hanya ada di cerita-cerita fantasi. Merasa sedikit aneh ia pun melanjutkan lari paginya dengan nyaman. Walaupun pikiran tentang vampir masih bercokol di kepalanya.
Awalnya Alessa tidak suka lari pagi. Ia lebih suka menghabiskan pagi minggu dengan berbaring di kamar. Tetapi entah mengapa sekarang ia jadi terbiasa. Semenjak Ibu dan Ayahnya pindah ke Amerika Serikat ia jadi suka melakukan aktivitas yang satu ini.
Alessa tinggal di Amerika Serikat atau yang lebih tepatnya lagi di kota Brookly, sebuah kota yang sangat indah. Ia tinggal bersama kedua Orangtua nya, namun sang Ayah sangat jarang ada di rumah, karena beliau sedang ada pekerjaan penting di San francisco.
Setelah kelulusan SMP-nya di Indonesia Alessa bersama kedua Orangtua nya pindah ke Brooklyn dan melanjutkan study-nya di salah satu sekolah yang ada di kota Brooklyn. Setelah lulus SHS ( senior high school ) ia akan melanjutkan study-nya lagi di Universitas Harvard Amerika Serikat.
Ibu Alessa orang Indonesia asli sedangkan Ayahnya dari Amerika latin. Mereka menikah dua tahun sebelum Alessa lahir.
Alessa memiliki mata bulat berwarna cokelat seperti Ayahnya, kulitnya putih, serta rambut panjang yang juga berwarna cokelat. Wajahnya perpaduan antara asia dan western.
***
Kelulusan sudah hampir di depan mata, seluruh kelas dua belas hanya bersantai-santai manja di sekolah.
Seperti sekarang Alessa hanya duduk-duduk santai di kantin sekolah bersama seorang sahabatnya yang bernama Miranda Hasley. Sahabatnya sejak kelas sepuluh.
"Heii, Ran. Mengapa kulitmu terlihat sangat pucat? " tanya Alessa kepada Miranda di depannya kini.
"Akh. Itu mungkin karena aku terlalu tebal memakai make up." Alibi Miranda dengan sedikit gugup. Itu semua terlihat sangat jelas di mata Alessa.
"Ooh," Alessa membeo.
Seorang pelayan kantin datang membawakan pesanan mereka. Alessa memesan sebuah spageti sedangkan Miranda memesan steak. Wait. Bukankah Miranda tidak bisa memakan daging? karena ia adalah seorang Vegetarian.
Dengan kening yang berkerut Alessa bertanya. "Bukankah kau seorang vegetarian? Mengapa kau memakan steak?"
Miranda terlihat gugup dan semakin pucat. "A-aku hanya ingin saja," jawabnya gugup.
"Apa kau sakit? Kau terlihat sangat pucat? " Tanya Alessa lagi, merasa aneh dengan kelakuan Miranda yang sangat anti dengan daging.
"Aku tidak sakit Alessa. Hey, tenanglah tidak usah bingung seperti itu." kilah Miranda, mencoba menetralkan rasa gugupnya.
"Hehe, aku hanya menghawatirkanmu saja," gumam Alessa sambil meminum jus alpukat miliknya.
"Akh, senangnya ada yang menghawatirkanku," ujar Miranda dengan senyum khas-nya.
Alessa membalas dengan senyuman. Tiba-tiba pundaknya terasa berat dan suara seorang Pria terdengar di telinganya. "Good morning, my honey!" Bisik seseorang dari sampingnya yang kini tengah merangkul Alessa.
Alessa menatap tajam Mahesa. Mengisyaratkan agar Pria itu melepaskan rangkulannya. Walaupun rangkul-merangkul sudah biasa terjadi di sana, tetapi Alessa tetap saja malu, jika sudah mengungkit area sekolah.
Mahesa adalah pacar Alessa. Mereka berpacaran sudah lebih dari setahun.
Mahesa sudah melepaskan rangkulannya dan beralih mengusap pucuk kepala Alessa, membuat rambut wanita itu berantakan. Alessa membalas dengan cubitan yang keras di bagian lengannya.
"Aww, sakit sayang!!" ringis Mahesa sembari mengusap lengannya.
Alessa memalingkan wajah acuh tak acuh, sedangkan Miranda menatap keduanya dengan perasaan yang sulit di artikan. Karena merasa tidak nyaman, Miranda memutuskan untuk pergi.
"Aku akan pergi ke kelas," pamit Miranda.
"Eh, kenapa ke kelas?" namun Miranda tidak mendengarkan teriakan Alessa lagi, ia berjalan cepat meninggalkan kantin, Alessa menghela napasnya.
Kemarin Alessa mendengar kabar bahwa seorang polisi tewas dengan luka gigitan di bagian leher yang di yakini masyarakat setempat adalah ulah vampir. Dan rupanya kabar itu juga beredar di sekolahnya.
Seperti sekarang setelah kepergian Miranda. Mahesa sibuk membahas perihal kematian polisi tersebut. Ia melarang Alessa untuk bepergian sendiri apa lagi pada malam hari. Sungguh Alessa tidak mengerti dengan orang-orang di sekitarnya. Ia sungguh tidak mempercayai adanya vampir. Alhasil ia hanya berdehem singkat menanggapi perkataan Mahesa.
Bisa saja polisi tersebut meninggal karena di gigit ular di bagian lehernya, atau binatang buas lainnya mengingat bahwa tewas dekat dengan semak-semak.
Alessa Wildblood
***
"Kau adalah keturunan ku satu-satunya. Hanya kau yang bisa menyelamatkan kaum kita ini. Kau harus datang ke tempat manusia untuk mencari seseorang yang bisa membuat kaum Vampir hidup abadi! " Ucap Johnson Ayah Edgar.
Edgar menatap orang yang paling di takuti oleh semua kaum vampir dengan datar. Ayah Edgar adalah Raja Vampir, semua kaum vampir tunduk kepadanya, sedangkan Edgar anak satu-satunya itu otomatis adalah pangerannya.
Kedudukan itu tidak akan pernah tergeser, karena vampir hidup selamanya mereka tidak akan pernah tua, namun hanya satu yang bisa memusnahkannya yaitu kaum werewolf, mereka mengancam akan memusnahkan para kaum vampir.
Edgar mau tidak mau harus menuruti permintaan sang Ayah, bagaimanapun iya harus menyelamatkan para kaum vampir. "Aku akan menyetujuinya." Putusnya.
"Bagus, tetapi kau harus ingat sesuatu. Mencari seseorang yang bisa membuat kita semua abadi tidak lah mudah!!" ujar Johnson yang tengah duduk di kursi kekuasaannya.
"Mengapa tidak mudah, bukan kah aku memiliki kekuatan. Itu akan memudahkan ku mencarinya."
"Tidak semudah itu, kau akan di buat tertidur sampai ada seseorang yang membangunkanmu dari tidurmu. Itu semacam ritual. " Terang Johnson.
Edgar mengernyitkan kening, iya sangat tidak mengerti.
"Dan ingat seseorang yang membangunkanmu nanti, bukan lah orang yang memiliki darah abadi. Dia hanyalah perantara untuk mengantarkanmu kepada orang yang sesungguhnya," lanjut Johnson.
Edgar semakin bingung. Mengapa sesulit itu untuk mencari seseorang yang memiliki darah abadi? Bagaimana ia bisa tahu bahwa orang tersebut pemilik darah abadi.
"Kau tidak usah bingung," seakan mengerti apa yang di pikirkan Edgar, Johnson kembali bersuara. "Kau bisa merasakan kehadirannya nanti, jika kau sudah bertemu dengannya."
Setelah mengucapkan itu Johnson bangkit dari singgasana. Dan beralih kepada sebuah peti besar yang terletak di sisi ruangan. "Masuklah ke dalam peti ini, Edgar! " perintah Johnson.
Edgar mendekati Ayahnya dan menuruti permintaan sang Ayah. "Jika, kau bertemu orangnya kelak segeralah miliki dia! "
Itu kata-kata terakhir yang Edgar dengar sebelum ia benar-benar terlelap dan akan terbangun bila saatnya tiba.
Jonhson menutup peti itu dengan pelan. Peti dengan aksen angka delapan dengan corak dedaunan. Peti itu di turunkan di sebuah hutan lebat yang ada di tempat manusia berada.
Sekarang Edgar sudah tertidur entah kapan ia akan bangun kembali dan segera memiliki si pemilik darah abadi.
Dia adalah Edgar Volard, seorang vampir berusia 105 tahun, namun tubuhnya stuck di usia 26 tahun. Memiliki kulit yang putih pucat, iris mata yang berubah warna sesuai suasana hati, rambut hitam legam, bibir seksi, hidung mancung, rahang tegas, badan tegap serta tinggi yang ideal.
Edgar Volard