"Untuk apa kita ke Hawaii?" tanya Alessa masih dengan wajah terkejutnya.
"Tinggal di sana," jawab Edgar dengan santai.
"Kau gila!" bentak Alessa.
"sepertinya begitu. " jawab Edgar dengan begitu santai. Kedua tangannya ia masukkan ke dalam saku celana.
Ingin sekali Alessa menangis sekarang, tapi apa gunanya menangis pun percuma. Edgar tetap kuat dengan pendiriannya membawa ke sana.
Ini lah yang tidak di sukai Alessa dari pria itu. Sifat Edgar yang sering berubah-ubah. Ia lebih menyukai sikap Edgar yang tadi, yang lebih baik padanya. Alessa hanya bisa pasrah sekarang.
Setelah melalui perjalanan selama berjam-jam dari Prancis ke Hawaii, tanpa percakapan sedikit pun. Sekarang sampai lah mereka di Hawaii.
Terlihat sebuah mobil Maybach Exelero sudah ada di depan menyambut mereka. Ok, seseorang tolong ingatkan Alessa untuk tidak menanyakan harga mobil ini kepada Edgar.
Setelah berada di dalam mobil cukup lama, hanya ada keheningan yang disana, hanya suara deru mobil yang menggema di udara.
Mobil terus melaju. Bisa Alessa rasakan bahwa mobil yang ditumpanginya kini bergerak semakin menjauh dari perkotaan, dan benar saja jalanan berubah menjadi sepi. Terlihat di sekeliling jalan yang di penuhi pepohonan besar. Ini seperti di hutan!
Merasa bingung Alessa memutuskan untuk bertanya. "Edgar ini kita dimana? "
Dengan santai Edgar menjawab. "Tengah hutan. "
"Apa tadi yang kau katakan? kau akan membawaku kemana?"
"Tenang saja. "
"Tenang gundul mu! " seru Alessa dalam bahasa Indonesia, tentu saja Alessa bisa berbahasa Indonesia. Ibunya berasal dari negara itu. Edgar mengernyit bingung karena tidak mengerti yang diucapkan Alessa. Alessa tidak mempedulikannya.
Di kejauhan Alessa bisa melihat banyak lampu yang dipasang di sisi jalan. Hal itu sangat berguna membantu penerangan jalan, setelah melewati perjalanan yang gelap gulita.
Cahaya itu semakin dekat semakin terang. Dan ketika mobil berhenti di depan gerbang, seseorang seperti pengawal atau sejenisnya yang biasa Alessa lihat sering bersama orang-orang penting sedang membukakan pintu gerbang.
Saat mobil bergerak masuk terlihatlah sebuah rumah yang sangat besar. Bukan, itu bukan seperti rumah. Tetapi, lebih mirip di katakan Mansion.
Di tengah-tengah hutan lebat siapa sangka terdapat Mansion yang begitu besar berdiri kokoh. Mansion dengan gaya modern.
Setelah mobil berhenti. Edgar turun dari mobil begitu pula dengan Alessa. Beberapa bodyguard berjas hitam berdiri di sisi pintu utama. Beberapa pelayan berseragam sama juga terlihat berlalu lalang.
Edgar melepaskan mantel dan sarung tangannya menyerahkan kepada pelayan yang menghampiri mereka. Terlihat kulit Edgar yang putih pucat.
"Di mansion ini terdapat lift. Kau bisa menggunakannya jika kau tidak ingin kelelahan menaiki tangga."
"Hmm ... Boleh kah aku bertanya?" tanya Alessa setelah cukup lama diam.
"Bertanya lah!"
"Mengapa kau membawaku kesini. Aku sungguh tidak mengerti?"
"Sudah ku bilang aku menyukaimu, aku ingin kau menjadi milikku. Dan putuskan hubunganmu dengan pacarmu itu!" Menurut Alessa itu jawaban yang kurang masuk akal.
"Aku tidak bisa Edgar. Ini semua sulit ku mengerti. Coba saja kau ba—" Perkataannya tiba-tiba dipotong.
"Sudah-sudah. Lebih baik kau istirahat. Perjalanan selama beberapa jam pasti membuatmu lelah. Pelayan akan mengantarmu ke kamar. Kau boleh memilih kamar yang mana saja di atas. Jika kau ingin tidur di kamarku juga boleh!" Edgar menjelaskan panjang lebar.
Alessa memutar matanya. Terlihat seorang pelayan berdiri di dekat tangga. "Mari Nyonya saya antar ke atas. Oh, iya Nyonya mau naik lift atau tangga saja?" tanya pelayan itu dengan ramah. Kalau dilihat usia pelayan ini tidak terlalu tua.
"Naik tangga saja. Jangan memanggil ku Nyonya aku masih muda," protes Alessa sembari menaiki anak tangga.
"Tidak bisa Nyonya. Ini perintah." Pelayan itu berujar sambil menunduk takut.
"Yayaya, baiklah. Apa kau sudah lama bekerja di sini?"
"Baru hari ini, Nyonya."
Alessa menoleh ke belakang menatap si pelayan. "Apakah semua pelayan juga baru bekerja hari ini?"
"Tidak semua Nyonya, hanya beberapa saja." jelas sang pelayan itu.
Setelah sampai di atas ada beberapa pintu di sana yang diyakini adalah sebuah kamar. "Kau mau kamar yang mana, Nyonya?" tawar sang pelayan.
"Hmm ... Yang itu saja" Alessa menunjuk sebuah kamar dengan pintu berwarna putih gading.
Pelayan itu mengangguk dan mengantar Alessa sampai ke depan pintu. "Anda bisa memanggil saya jika butuh bantuan, Nyonya."
"Baiklah, siapa namamu?"
"Nama saya Emely, Nyonya"
"Sebenarnya aku lebih suka jika kau memanggilku dengan namaku saja. Namaku Alessa, Emely." ucapnya dengan senyuman.
"Bagaimana jika kau memanggilku Nona saja. Nyonya terdengar lebih tua di telingaku!" tambah Alessa lagi. Terlihat pelayan itu sedang berfikir.
"Baiklah, Nona Alessa. Tapi saya tetap akan memanggil 'Nyonya' jika di depan Tuan Edgar."
"Ya. Baiklah," Alessa tersenyum ramah dan setelah itu pelayan yang bernama Emely turun ke bawah.
Alessa membuka pintu kamar dan kamar itu ternyata sangat luas. Karena merasa sangat lelah Alessa memutuskan untuk tidur saja. Kasur yang terasa sangat nyaman membuat Alessa cepat mengantuk, dan tidak butuh waktu lama ia pun tertidur.
***
Alessa menggeliat, ia merasa sangat dingin sekarang padahal di ruangan ini sudah tersedia penghangat ruangan.
Tangan Alessa meraih ponsel barunya yang ada di atas nakas. Ternyata belum pagi, karena jam baru menunjukan pukul 23.45.
Alessa berbalik dan betapa terkejutnya ia melihat Edgar di sampingnya yang nampak seperti kedinginan. Wajahnya sangat pucat. Apa Edgar sakit?
Alessa mencoba bangun dengan perlahan agar Edgar tidak terbangun.
"Mau kemana kau?!"
"A-aku...,"
Edgar menarik tangan Alessa dan memeluknya dari samping. "Edgar apa yang kau lakukan?"
"Biarkan aku memelukmu!"
"Tanganmu sangat dingin Edgar tolong lepaskan aku!" tidak ada jawaban dari Edgar.
Alessa berbalik menghadap Edgar. Terlihat ia sedang menutup matanya dengan nafas yang teratur. Alessa menyentuh wajah Edgar yang terasa sangat dingin sekali.
"Edgar apa kau sakit?" tak ada jawaban dari Edgar.
Entah mengapa Alessa khawatir dengan keadaan Edgar saat ini. Seluruh tubuhnya terasa sangat dingin seperti es.
Alessa menggosokkan kedua tanga nya dan menempelkan ke pipi Edgar. Berharap itu akan membuatnya hangat.
Tangan Edgar masih saja melingkari pinggang Alessa. Di jarak yang sedekat ini Alessa bisa melihat wajah Edgar dengan jelas. Wajahnya tidak terlalu tua, Alessa menebak bahwa Edgar baru berusia 25-an.
Ia memang idak pernah menanyakan berapa usia Edgar. Tapi, dari serial televisi yang pernah ia tonton. Vampir bisa hidup hingga ratusan tahun.
Tubuh Edgar terasa semakin dingin, Alessa memutuskan untuk membalas pelukan Edgar walaupun tubuhnya juga terasa dingin karena pelukan yang ia berikan.