Big Mosquito?

Dan...

Dan ternyata pintunya terkunci.

Shit. Alessa sungguh sangat penasaran dengan pintu itu.

"Mengapa pintunya di kunci?" tanya Alessa lebih pada dirinya sendiri.

"Nona, Tuan Edgar mencari Anda!"

Mendengar suara seseorang di belakangnya membuat Alessa terperanjat kaget, hampir saja melompat saking kaget. Alessa membalikkan badannya, dan berdehem singkat. Ternyata Emely yang memanggil.

"Di mana dia?" tanya Alessa.

"Di lantai dua, Nona." jawabnya.

"Katakan padanya aku menunggunya di kamar!"

"Baik, Nona."

Alessa akan bertanya tentang pintu itu nanti. Sembari menunggu Edgar, Alessa menyalakan televisi agar suasana tidak terlalu hening. Tidak lama pria berkulit pucat itu muncul dari balik pintu dengan tersenyum tipis.

"Edgar! Mari ikut denganku. Ada yang ingin ku tanyakan padamu!" ucap Alessa sembari menarik tangan Edgar keluar. Edgar yang ditarik hanya bisa pasrah saja.

"Ada apa, Alessa?"

"Pintu apa ini Edgar?" tanya Alessa ketika mereka sudah di depan pintu tersebut. Edgar terdiam menatap pintu di depannya, tidak tau akan mengatakan apa. Dijelaskan sekalipun pasti akan terdengar tidak masuk akal.

Edgar tersentak karena guncangan kecil pada lengannya, Alessa menatapnya meminta penjelasan, rasa penasaran wanita itu sangat tinggi sekarang, Alessa kesal karena tidak menjawab jawaban dari Edgar. Tiba-tiba Edgar menarik tangannya ke kamar.

"Tap-tapi, Ed-itu—," protesannya senyap di udara ketika melihat Edgar melempar kunci ke teras balkon. Alessa melongo tidak percaya.

"Edgar kau? Ish, kuncinya bisa hilang!"

Edgar tertawa rendah, sama sekali tidak terganggu dengan tatapan Alessa yang kini sedang memelotot ke arahnya, "Jangan masuk kesana!" tegasnya.

"Bagaimana juga bisa masuk. Pintunyakan di kunci," ucap Alessa dengan merotasikan bola mata dengan malas.

Sebenarnya pintu itu memang tidak ada kuncinya. Ada cara tersendiri untuk membuka pintu itu, yang hanya bisa di buka oleh vampir generasi kedelapan, yaitu Edgar.

"Itu gudang tua, di sana banyak tikus dan nyamuk kau pasti tidak akan suka, " alibinya. Edgar berharap Alessa tidak akan bertanya lagi setelah ini.

"Benarkah, nyamuk besar?"

"Eh, aku bukan nyamuk."

"Tapi kau dan nyamuk ada persamaannya. Sama-sama menghisap darah, kan?" ucap Alessa yang membuat kerutan pada kening Edgar.

"Aku menggigit Alessa, bukan menghisap, " kilahnya.

"Tapi ujung-ujungnya kau juga menghisap!"

"Benar juga. " Edgar menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal, guna menghilangkan rasa canggungnya. Namun berbeda dengan apa yang Alessa pikirkan, 'Mungkin Edgar kutuan' itu lah yang Alessa pikirkan sekarang. Oh, tidak ia akan terjangkit bila terus-terusan tidur bersama pria itu.

Akhirnya Alessa memutuskan untuk keluar dari kamar itu yang membuat Edgar kebingungan, "Edgar cari kuncinya aku mau keluar!" perintahnya.

"Mau kemana kau?"

Tanpa peduli pertanyaan Edgar, Alessa menuju balkon dengan setengah berlari. Ia mencari kunci itu ke bawah meja dan kursi yang ada di sana, "Ah itu dia kuncinya," ucapnya ketika melihat kunci yang tergeletak di bawah meja, tangannya mencoba menjangkau kunci tersebut dengan susah payah.

Setelah berhasil Alessa langsung menuju pintu, melalui Edgar begitu saja, "Bye, bye, Edgar," ucap Alessa setelah berhasil membuka pintu dan melambaikan tangan bak miss universe kepada Edgar.

Setelah itu ia mencari-cari kamar terdekat yang bisa ditempati. Sebuah pintu berwarna cokelat menjadi pilihan Alessa. "Yang ini saja," gumamnya, ia berniat untuk tidur di kamar terpisah dengan Edgar.

Alessa membuka pintu itu yang ternyata tidak dikunci.

"Kyaaaa pink. Warna pink aku suka sekali!" Alessa berlari menuju kasur yang lagi-lagi berwarna pink dengan motif kembang-kembang. Sangat menggelikan.

Alessa berguling-guling di atas kasur tersebut, "Kasur ini sangat nyaman, ya, walaupun tidak senyaman ranjang di sebelah. Tapi tunggu dulu kamar siapa ini?" ucapnya bertanya-tanya sendiri.

Tak mau memikirkannya terlalu lama. Alessa kembali berguling-guling sampai akhirnya ia tidak sadar sudah berguling sampai ujung kasur dan jatuh ke lantai, dengan punggung terlebih dulu, badannya membentur keras lantai marmer itu.

"Awwwww." Alessa meringis kesakitan, pasalnya ia terjatuh dari kasur setinggi lutut orang dewasa itu.

"Edgar! Tolong aku!" teriak Alessa yang masih setia menempel di lantai. Badannya benar-benar terasa sangat sakit.

Terdengar suara langkah kaki orang yang berlari dari luar, tak bisakah pria itu menggunakan kecepatan kilatnya saja di saat seperti ini, batin Alessa merasa kesal, "Ada apa Alessa, di mana kau?" tanya Edgar, matanya berpendar mencari sosok keberadaan Alessa.

"Di sini, di bawah!"

"Kasurnya di sini Alessa, mengapa kau tidur di lantai!" Edgar menatap Alessa dengan tampang heran.

"Siapa juga yang tidur di lantai. Aku terjatuh tadi!" seru Alessa yang masih menempel pada lantai yang dingin itu. Apa pria itu berpikir Alessa sungguh tidur di lantai? sungguh vampir yang sangat tidak peka.

"Kasur ini sangat besar, sangat muat menampung tubuhmu yang kecil itu!"

"Ah, sudah sekarang bantu aku dulu. Badanku sangat sakit, ku rasa tulang-tulangku patah," keluh Alessa.

Dengan cepat Edgar mengangkat tubuh ringan Alessa dengan ala karung beras, pria ini sungguh tidak bisa mengangkatnya dengan benar, "Aduh Edgar bisakah kau mengangkatku dengan benar. Ini membuat tubuhku semakin sakit!"

"Sudah diam!" Edgar meletakkan Alessa dengan pelan di atas kasur.

"Sekarang apa? Perlu ku panggilkan Dokter untukmu?"

"Tidak, tidak perlu. Tinggalkan saja aku sendiri. Aku ingin istirahat!"

"Baiklah."

"Eh, tunggu!" tahan Alessa.

"Apa?"

"Ini kamar siapa?"

"Kamarmu sekarang."

"Tidak, maksudku sebelumnya ini kamar siapa?"

"Hmm. Kamarku," jawab Edgar dengan ragu.

Tawa Alessa pecah, "Kau suka warna pink?" tanya Alessa, dengan sisa tawa yang masih terlihat di wajahnya.

"Y-ya. Kenapa?" Edgar semakin bingung saja, apa yang salah dengan itu?

Lagi-lagi Alessa tertawa keras. 'Si nyamuk besar ini ternyata suka warna pink'

Batin Alessa.

"Kenapa Alessa?"

"Tidak, pergilah!"

Setelah Alessa melihat Edgar keluar dari kamar, dan detik selanjutnya Alessa melihat Edgar melongokkan kepalanya di pintu sambil bertanya, "Kau kenapa pindah kamar?" tanyanya dengan alis bertautan.

"Kau kutuan, kan?" tanya Alessa tanpa basa-basi.

"Kutu?"

"Iya, tadi kau menggaruk kepalamu. Pasti kau kutuan!" tuduh Alessa lagi.

"Astaga Alessa. Aku tidak kutuan!" Damn, it. Pernyataan macam apa itu. Tidak ada vampir yang memliki kutu di rambutnya.

"Lalu?"

"Kepalaku hanya gatal!"

"Jadi tidak kutuan?" tanya Alessa lagi, mencoba memastikan.

"Tentu saja tidak. Yang benar saja aku kutuan!"

Alessa nyengir kuda, "Maafkan aku!"

"Ya, sudahlah." Setelah itu Edgar keluar dari kamar.

Ternyata Edgar tidak terlalu buruk. Jujur saja Alessa mulai merasa nyaman sekarang. Mungkin ia juga harus menerima kenyataan. Toh tidak ada yang bisa ia perbuat sekarang.

Walaupun ia sangat merindukan Orangtuanya. Alessa jadi penasaran dimana Edgar menyembunyikan ponselnya. 'Lebih baik aku tidur saja dulu' batin Alessa.