Hari berganti hari. Jam dan detik terus berjalan tak terasa purnama pun terus berlalu, matahari bersinar terang, Angga berjalan terhuyung. Memasuki gang-gang sempit untuk bertemu sahabat tuanya. Ramol sedang duduk di teras rumah. Menghisap sebatang rokok Garuda. Hidungnya kembang kempis mengeluarkan asap rokok. Sesekali batuk. Ramol mengelus-ngelus dada keriputnya. Menatap beberapa pejalan kaki yang lewat depan rumahnya. Dari belakang pejalan kaki itu Angga muncul. Melambung kedua pejalan kaki. Melambaikan tangan ke arah Ramol. Mata Ramol katarak. Dia tidak bisa lagi membedakan manusia semuanya sama buram.
“Assalamualaikum,” kata Angga nafasnya terengah-engah habis berjalan sekitar lima ratus meter dari bibir gang tempat dia memarkirkan vespa bututnya. Gang itu tidak bisa di masuki kendaraan, lorongnya sangat sempit. Bahkan untuk lewat dua orang manusia yang berjalan bergandengan pun tidak bisa. Gang itu sudah terlanjur ada sebelum gedung-gedung tinggi di depannya dibangun.