Aku... Siswa biasa yang bersekolah di SMA favorite. Entah apa yang aku harapkan saat itu. Kenapa aku bisa masuk SMA, yang notabennya adalah siswa-siswa famous dan berprestasi. SMA Tuna Bakti. SMA yang paling banyak memenangkan kejuaraan. Baik dalam bidang pelajaran, olahraga, seni dan bidang umum lainnya. Aku termasuk siswa di bidang olahraga. Khususnya tenis lapangan. Aku sering menjuarai kejuaraan. Sebenarnya, aku nggak tertarik sedikit pun dengan tenis. Awalnya… aku cuma keseringan nemenin mama kursus tenis. Lama kelamaan, kayaknya tenis menyenangkan. Aku mulai mencoba. Dan akhirnya berani ikut pertandingan. Sudah banyak pertandingan yang aku ikuti. Nggak disangka, karena kerja kerasku aku bisa juara satu.
SMA Tunas Bangsa bukan sekolah pilihanku. Aku masuk ke sana gara-gara papa ngebet banget aku sekolah di sana. Ya… mau nggak mau aku harus nurut. Namaku Stella Cornelia. Biasa dipanggil Lia. Kelas 11 IPS 2. Di SMA ini ada satu cowok yang bikin aku heran. Yaitu Andi. Andi Wijaya. Kelas 11 IPS 1. Kapten basket yang famouuusss banget. Hampir semua cewek-cewek di sekolah ngefans sama dia. Rebutan, siapa duluan yang jadi pacarnya. Aku nggak mau ikutan acara kayak begituan. Ngrebutin cowok yang nggak jelas.
Andi emang ganteng, pinter, jago basket, ramah, pokoknya multi talent. Tapi kalo mandang cowok dari kelebihannya aja, itu sih bukan tulus namanya.
Hari ini pertandingan basket rutin SMA Tunas Bangsa dengan SMA Merah Putih. Semua siswa, apalagi yang cewek-ceweknya berteriak memanggil nama Andi. Itu sudah menjadi hal biasa. Jadi nggak heran lagi itu terjadi setiap Andi tanding. Aku sama sekali nggak berminat untuk nonton. Tapi kali ini aku nggak bisa menghindar. Secara aku ketua PMI terbaik sedaerah tahun ini. Jadi terpaksa, aku harus nonton sampai selesai. Kalo aku nggak nonton, nanti ada yang cidera… trus akunya nggak ada, bisa abis dimarahi aku.
Pertandingan sudah setengah jalan. SMA Tunas Bangsa tetap memimpin. Sorak-sorak penonton terdengar semakin keras. Dan itu yang membuat aku semakin bosan untuk nonton. Saat Andi ingin melakukan slum dunk, tiba-tiba ia didorong lawan sampek kakinya terkilir. Ia terlihat kesakitan, tapi ia tetap tegar dan bertahan. Aku hanya melihatnya dengan lamunan.
"Lia, itu ada yang cedera. Cepetan bantuin!" ucap Kayla, salah satu anggota PMR.
"Lia, apa yang kamu lakuin" kata Sherina, sahabatku sekaligus satu-satunya anggota PMI sepertiku.
Aku tetap tak menggubris.
"Stella!" teriak Kayla sambil menepukku.
Aku tersadar dan langsung berdiri menuju Andi.
"Biarin aja dia yang nolongin. Dia kan nggak suka basket. Mungkin kalo nolongin kapten basket, dia bisa suka basket!" ucap Kayla.
"Suka basket, atau suka yang main basket?" canda Aulia.
Mereka berdua saling tatap dengan senyum.
"Ka… kamu nggak… papa? Kamu bisa tahan kan?" tanyaku sedikit terbata dan gugup.
"Aku bisa tahan kok" jawabnya singkat.
Tanpa basa-basi aku langsung meraih tangannya dan menaruhnya di pundakku. Lalu membawanya ke UKS. Entah aku sadar atau tidak telah melakukan hal itu. Tapi jujur aku benar-benar tidak sadar. Hal pertama yang aku lakukan, adalah melepas sepatunya.
"Eh… tunggu-tunggu, biar aku sendiri aja yang nglepasin sepatuku."
"Kok gitu?"
"Udah biar aku sendiri" pintanya.
"Aku aja"
"Udahlah aku aja"
Tanpa panjang lebar aku membentaknya.
"Kamu itu gimana sih, udah bagus-bagus aku bantuin, malah sok pinter bisa sendiri. Mendingan tadi nggak usah aku tolongin. Toh kamu bisa sendiri" emosiku kuluapkan dalam kata demi kata.
Sejenak aku terdiam. Andi masih memandangiku. Anehnya ia sedikit tersenyum.
Aku tersadar.
"Ma… maaf! Aku kebablasan!" ucapku
"Nggak papa! Nggak ada masalah kok." jawabnya, lagi-lagi dengan tersenyum.
"Kamu kok senyum sih, nggak malah marah?"
"Buat apa marah, kalo orang di depan aku ini nggak ngebuat aku marah"
"Tapi aku kan udah bentak-bentak kamu"
"Itu bukan bentak, tapi berjuang untuk membantu. Aku berpikir kalau kamu berjuang buat bantuin aku"
"Nggak juga!"
"Itu kan pendapat aku"
Aku melepas sepatunya dan mulai mengobatinya.
"Aduh, sakit tau!" helanya.
"Maaf!"
Lalu ia senyam-senyum lagi melihatku.
Aku balik menatapnya.
"Kamu, kenapa senyam-senyum gitu. Ihh… ngeri deh!"
"Kamu… cantik!" ucapnya.
"Heleh, aku nggak akan terbujuk rayuan kamu. Meskipun semua temen bahkan semua cewek di sekolah ini suka dan ngefans banget sama kamu, aku nggak bakal kayak mereka. Camkan itu!"
"Aku nggak ngeharusin kamu suka sama aku. Tapi kayaknya… "
"Apa?" tanyaku penasaran
"Aku… suk…"
Tiba-tiba…
Semua cewek-cewek yang tadi nonton pertandingan masuk dan ngerumunin Andi. Saking banyaknya aku sampek terdorong ke belakang.
"Stella, kamu nggak papa kan?" tanya Sherina.
"Nggak papa kok. Tenang aja, Stella tahan banting"
"Iya, percaya. Eh… gimana Andi?"
"Udah aku obatin. Oh yaa, tadi Andi tuh senyam-senyum sama aku. Aku jadi ngeri deh"
"Apa, senyam-senyum? Itu tandanya… Andi, suka sama kamu"
"Ya nggak mungkin lah. Kamu tuh ada-ada aja"
"He, em!!!"