Matahari bersinar dengan hangatnya. Burung-burung terbang melintasi angkasa. Semua orang berusaha bangun dari mimpi mereka. Segera melakukan apa yang telah menjadi tradisi mereka. Entah kenapa aku bangun kesiangan hari ini. Mungkin aku lelah. Atau terlalu memikirkan masalah kemarin.
"Aduh… ma, aku udah telat nih. Aku nggak usah sarapan ya!"
"Makanya kalo tidur jangan larut malam, kesiangankan jadinya!"
"Siapa yang tidur larut malam. Aku tuh kemarin tidur jam 10. "
"Ya udah, kamu bawa bekal aja!"
"Nggak usah, aku langsung berangkat. Assalamuallaikum!"
"Eh… ya nggak boleh gitu. Nih bawa!Kalo nanti tiba-tiba kamu pingsan gimana?"
Mama mengulurkan sekotak sandwich padaku.
Aku terpaksa menerimanyanya, nanti kalo nggak aku terima bisa panjang urusannya. Dan aku malah makin telat.
Dengan sigap aku melajukan motorku.
Sesampainya di sana bel sudah berbunyi. Turun dari motor aku langsung berlari. Berlari cepat, sangat cepat.
Tiba-tiba…
Brukkkk…
Hatiku seperti melayang di angkasa. Bersama peri-peri yang asyik berdansa. Dengan cinta dan bahagia. Senyum tawa menyertainya.
Saat kutatap matanya aku langsung bangkit.
"Maaf, aku nggak sengaja. Aku nggak bermaksud nabrak kamu" ucapku tertunduk.
"Nggak papa, nggak masalah kok, cewek aneh"
Aku tak menganggapnya dan segera pergi…
Waktu kujalani seperti biasa.
Pulang sekolah…
"Stella… aku duluan ya. Bye!" pamit Sherina, saat aku masih merapikan bukuku.
Aku tersenyum kepadanya.
Kelas mulai sepi…
Tiba-tiba hp-ku bergetar. Nomornya nggak dikenal. Tapi aku tetap membacanya.
To: Stella Cornelia
'Aku minta maaf! Sekarang aku tunggu di lapangan basket. Jangan takut aku bukan orang jahat. Aku mohon. Plisss Stella!
Aku bingung, tapi aku tetap menemuinya. Kulangkahkan kakiku segera. Sebelum waktu berlalu dengan sendirinya.
Aku berdiri di tepi lapangan basket. Lama sekali. Hingga aku tak sabar.
"Sorry, udah nunggu lama ya? Malah jadi kamu yang nungguin aku."
Aku berbalik ke suara itu.
"Andi!" ucapku lirih
"Aku minta maaf, soal kemarin. Aku udah emosi sama kamu. Dan aku udah ngata-ngatain kamu. Abisnya kamu juga sih! Kamu yang mulai duluan!"
Aku sedikit menatapnya tajam.
"Udahlah, lupain masalah itu! Sekarang yang mau aku omongin bukan masalah itu. Aku mau ngomong kalo aku… emm… aku… aku…"
Aku tetap mendengarkanya meski kata-katanya tidak terlalu jelas dan patah-patah.
"Oke! Jujur, pertama kali ketemu kamu aku udah tertarik sama kamu. Dan aku… suka sama kamu"
"Suka dalam arti?"
"Aku… mencintai kamu"
Hening seketika.
"Kamu mau nggak, jadi… pacar aku!"
Aku tetap diam.
"Kamu nggak suka dengan perkataan aku?"
"Bukan! Bukannya gitu. Aku kaget aja, orang sebaik kamu, seganteng kamu, sepinter kamu, dan… seperfect kamu, suka sama aku. Cewek nggak jelas, yang nggak sesempurna malaikat."
"Liat orang jangan luarnya aja. Mandang orang jangan kelebihannya aja. Itu kan yang ada di pikiran kamu. Dan aku suka cara berpikir kamu"
"Gimana ya. A… aku bingung"
"Kalo kamu nggak mau nerima aku, nggak papa"
"Kamu serius?"
"Iya!"
"Aku… nggak bisa"
"Nggak papa, itu hak kamu!"
"Maksudnya aku nggak bisa nolak kamu!"
"Beneran? Serius?"
Aku mengangguk.