Kirana Pov.
Aku benci mengatakan ini. Tapi aku tak suka jauh dari mereka, apalagi dari Raka. Sesaat setelah aku berpamitan dengan mereka, dan setelah pesawat yang aku naiki mulai lepas landas. Air mataku langsung mengalir begitu saja. Diam-diam aku sadar, bahwa aku mencintai nya. Aku mencintai Raka.
Tapi mengapa setelah kusadari aku langsung harus berpisah dengannya?. 3 tahun aku sekolah, dan bodohnya aku baru bertemu dengannya di tahun ke tigaku. Kemana saja dia selama 2 tahun?. Mengapa aku hanya diberikan waktu 1 tahun bersamanya?. Lagi-lagi, takdir bekerja dengan cara yang misterius.
Menit-menit, yang ku lalui di pesawat hanya berisi tentang Raka, dan semua kenangan bersamanya.
"excuse me, are you all right?" suara berat di sampingku membuatku langsung menghapus air mataku.
Kulihat pria disampingku, mentapku dengan tatapan yang sulit diartikan.
Hidung nya yang mancung, mata bulat berwarna coklat yang meneduhkan, alisnya yang pas dengan matanya-tidak terlalu tebal, tidak juga terlalu tipis- bibir berwarna merah muda yang agak basah, dan semua itu dibalut dengan garis rahang keras, yang mengitari sekitar wajahnya.
"I am fine, thank you" jawabku cepat, dan ia hanya tersenyum.
Ia lalu mengulurkan tangannya, "my name is Devisser.Dedrick Devisser" ucapnya sambil memperkenalkan diri.
"And you?" tanyanya lagi, aku langsung menjabat tangan nya, sambil balas tersenyum.
"Kirana." jawabku singkat.
Lepas perkenalan singkat kami, Aku dan Dev banyak mengobrol. Ternyata ia menyenangkan, sejak kulupakan kesedihaku. Tak butuh waktu lama, untuk aku benar-benar mengangumi Dev. Ia benar-benar dewasa, dan bijaksana. Aku senang, temanku bertambah lagi.
🐾
Aku tiba di Leiden, Pesawat yang aku tumpangi sudah mendarat. Rasa dingin langung menyambut ku begitu aku keluar dari bandara. Putih. Hanya itu yang aku lihat. Rencana nya saat ini aku akan dijemput tanteku. Tante Ratna. Sudah 15 menit aku menunggu, tapi tante tak kunjung datang. Syukurlah Dev juga menunggu sepupunya, jadi aku tak kesepian. Jika ia tak ikut menemaniku mungkin aku akan seperti orang bodoh disini.
Tak lama, sebuah mobil Honda Civic berwarna silver datang menghampiriku. Saat pintu di buka, aku tau itu adalah tanteku.
"Tante!" aku langsung berlari dan memeluknya.
"Yaampun Na, udah besar ya sekarang kamu" tanteku mengelus puncak kepala ku, dan aku tersenyum bahagia melihatnya. Wajar saja, sejak aku kecil aku selalu dirawat oleh tanteku ini, karna mamah sibuk kerja. Tapi saat aku kelas 4 sd tante harus pindah ke leiden, karna ikut suaminya-yang berasal daru sana. Dan menetap disana. Sejak itulah aku tak pernah melihatnya lagi. Tapi sekarang ia berdiri dihadapanku. Wajahnya tak pernah berubah, tak juga pernah menua. Tetap cantik.
"Maaf ya na, saljunya banyak jafi jalanan macet" aku menggelengkan kepala mendengarnya.
"Gapapa ko tante" jawabku.
"Yasudah Ayo Na, kita ke rumah tante. Diluar dingin." ucap tanteku, sambil memasukkan satu-persatu koperku ke bagasi mobilnya.
"Iya tante, oh iya tan sebentar ya" ucapku, bagaimana pun juga aku masih harus mengucapkan terimakasih pada Dev. Aku langsung menghampirinya.
"Apa sepupumu belum datang?" ia menggelengkan kepalanya.
"Yasudah, kalau begitu aku duluan ya" pamitku.
"Iya, hati-hati. Aku harap kita bisa ketemu lagi."
"Tentu saja" jawabku antusias.
"Terimakasih ya, berkat kamu perjalananku jadi menyenangkan" aku terenyum melihatnya, begitupun dia.
"Iya, aku juga"
"Kalau begitu sampai jumpa" aku langsung berlari meninggalkan nya. Mobil tante langsung melepas cepat membelah salju putih.
"Kirana!" panggil Dev.
'Sial aku lupa meminta nomor hp-nya'
🐾
Perjalanan dari Bandara ke rumah tanteku lumayan lama, menempuh sekitar 30 menit. Tapi aku tak pernah bosan. Gedung-gedung pencakar langit, orang-orang yang lalu-lalang, penari jalanan. Ditambah hamparan salju putih membuatku tak berhenti menatap kagum pada kota ini.
Mobil tanteku langung terparkir rapi di halaman rumahnya. Rumah itu sangat nyaman. Berada di sebuah komplek. Berwarna senada dengan salju, berpagar hitam dengan sebuah halaman kecil. Ditambah sebuah pohon angsana yang tertutup salju di depannya. 'Benar-benar nyaman' pikirku. Aku melangkahkan kakiku masuk ke dalam rumah itu. Hari ini kehidupan yang baru akan segera dimulai. Dan aku sangat menatikan itu.