WebNovelingatan35.00%

Akhir

Sudah 3 bulan sejak kejadian di pantai kala itu. Aku dan Karin menjalani hari-hari kami dengan menyenangkan. Hanya saja, akhir-akhir ini sikap Karin sedikit berbeda. Ia jadi lebih suka bermain handphone miliknya, ketimbang berbicara denganku. Beberapa kali juga ia membatalkan rencana kami hanya dengan alasan-alasan yang tidak masuk akal. Lama-kelamaan, aku mulai menemukan bukti aneh perihal sikap Karin. Seperti malam itu.

Saat itu aku dan Karin sedang makan bersama di rumahnya. Terkadang kami memang kerap makan di rumah, karena bosan dengan makanan di luar.

"Makan dulu" ucapku, pada Karin yang sedang sibuk mengetikkan sesuatu di handphone nya. Karin hanya bergumam saja.

"Aku ke kamar mandi dulu" ucapnya, ia lalu meletakkan hpnya diatas meja. Tak lama ada sebuah notifikasi masuk.

Ting.

Aku melirik hp Karin sebentar. Ada rasa ingin melihat dari siapa notifikasi itu datang. Tidak salah kan? Lagipula aku ini kan kekasihnya. Aku lalu melirik ke kanan dan kekiri, takut Karin tiba-tiba datang. Aku lalu mengambil hp miliknya.

'Andre? Siapa Andre?' Batinku. Saat aku hendak membuka isi pesannya, tiba-tiba Karin datang dan langsung merebut hp nya.

Terlihat jelas di wajahnya, antara panik, kecewa, dan takut.

"Siapa?" tanyaku.

Karin sedikit panik, ia lalu menjawab dengan suara yang bergetar. "Teman" ucapnya.

Aku masih diam menatapnya. Tentu saja aku curiga, jika itu memang hanya teman. Lantas kenapa ia begitu ketakutan?.

Sampai aku menemukan jawabannya. Sore itu aku berencana pergi ke toko buku. Kebetulan aku sedang tidak bekerja. Tadinya, aku ingin mengajak Karin untuk pergi weekend bersama. Tapi Karin menolaknya, ia bilang jika ia akan pergi menemani ayahnya. Aku hanya bisa pasrah dan diam saja.

"Mah, Raka pergi ya" pamitku, tiba-tiba mamah datang sambil membawa spatula. Beliau memang sedang memasak untuk makan malam nanti.

"Mau kemana?" tanyanya.

"Toko buku" jawabku singkat. Aku lalu mencium punggung tangan mamah.

"Jangan kemaleman ya, nanti kan kita mau makan bareng-bareng" ucapnya, aku hanya bisa mengangguk patuh.

Ku keluar kan mobil merah kesayanganku. Aku lalu memacunya dengan kecepatan sedang. Sampai di toko buku, aku lalu memilih-milih buku seputar fotografi. Setelah membayarnya di kasir, aku langsung membayarnya. Di perjalanan tiba-tiba Hujan turun dengan derasnya. Lagi-lagi hujan. Bogor sepertinya sangat akrab dengan hujan. Sampai ia harus datang menemui Bogor hampir setiap hari. Aku tiba-tiba teringat shelter  yang biasa aku dan Kirana kunjungi. Aku pun memutuskan untuk pergi sejenak kesana.

Shelter itu masih sama. Masih berupa rumah kecil perpagar kayu. Kecil tapi cukup nyaman untuk menghindar dari hujan. Aku lalu berteduh disana. Aku hirup dalam-dalam aroma apapun yang bisa hidungku rasakan. Aroma hujan, kayu, dan aroma tanah basah. Aku benar-benar menikmati nya.

To: Kirana_Anstsya

Na, sore ini hujan kembali turun. Sepertinya ia tau jika Bogor merindukan nya. Makanya ia datang. Tadi aku sedang di toko buku, sampai titik-titik air itu mulai turun dan semakin banyak. Aku memutuskan untuk meneduh di shelter. Tempat dimana kita dulu sering mengunjungi nya. Aku rindu saat-saat kita bersama dulu. Aku rindu Beni juga kamu. Aku harap kamu cepat pulang Na. Agar kita bisa seperti dulu lagi. Jika nanti kamu sudah kembali kamu bisa mencariku disini. Jaga dirimu baik-baik ya na. Sekali lagi. Aku merindukanmu.

Aku lalu mengirimkan pesan itu pada Kirana. Saat hendak mengambil buku yang baru saja aku beli. Tiba-tiba, mataku menatap sosok Karin sedang duduk bersama seorang laki-laki di halte sebrang. Baik Karin ataupun pria itu, wajah mereka begitu bahagia. Karin terlihat sedang bersandar pada pundak pria itu.

Aku langsung meninggalkan bukuku dan menghampiri Karin. Saat aku datang Karin terlihat terkejut bukan main. Ia langsung berdiri.

"Raka? Kamu ngapain disini?" tanyanya.

Aku tak menjawab pertanyaan Karin "Ini siapa?" aku menatap tajam laki-laki di sebelah Karin. Mata berwarna hitam pekat, garis rahang yang terlihat kokoh, hidung mancung dan juga badan nya yang atletis. Ditambah dengan kaus putih berbalut kemeja hitam dan celana panjang, juga sepatu hitam.

Sadar jika aku menatapnya, laki-laki itu melihatku dengan tatapan yang tak kalah tajam. "Gue Andre" Ucapnya.

"Ini siapa? Ayah kamu?" tanyaku sinis pada Karin. Sementara itu ia masih saja diam membisu.

Aku berusaha menahan emosiku. "Jadi dia yang selama ini sibuk chatting dengan kamu?. Dia bikin kamu rela sampai harus bohong ke aku?. Memangnya ada yang salah dengan aku? Sampai kamu tega ngelakuin ini. Aku berusaha jadi yang terbaik buat kamu. Tapi apa? Kamu selingkuh dari aku" ucapku tegas dan dingin.

"Aku kecewa sama kamu" aku hendak pergi. Namun tiba-tiba Karin berteriak.

"Gausah bersikap seolah-olah kamu yang jadi Korban nya!" ucapan Karin menghentikan langkahku.

"Kamu pikir aku ga cemburu lihat kamu setiap hari kirim email ke Kirana?. Kamu pikir pake logika dong. Selama ini aku masih biasa-biasa aja. Tapi kamu justru makin sering chat sama dia. Wajar lah kalo aku juga ngelakuin hal yang sama. Dan sekarang setelah aku membalas perbuatan kamu, kamu bertindak seolah-olah kamu adalah korbannya?! KAMU BERSIKAP SEOLAH-OLAH KAMU AJA YANG DISAKITIN?! HEBAT YA KAMU!DAN SEKARANG AKU MAU KITA PUTUS! AKU BENCI SAMA KAMU!" Karin lalu pergi dengan Andre, sementara aku masih diam dalam posisiku. Tak aku hiraukan hujan yang semakin membuatku kedinginan.

Aku lalu beranjak pergi dari situ. Aku bahkan meninggalkan buku ku di shelter itu. Aku masuk ke dalam mobilku, dan kupacu mobilku kencang-kencang.

Pikiranku benar-benar kacau. Aku marah, emosi, kecewa, sedih. Semua itu aku rasakan jadi satu. Aku tak sadar jika aku mengemudikan mobilku terlalu cepat, seperti orang kesurupan.

Sampai aku tidak sadar, saat di perempatan. Lampu sudah berubah menjadi merah, tapi aku belum juga menurunkan kecepatan. Sampai aku menabrak sebuah truk dari arah kiri. Mobilku terpental cukup jauh, dan mendarat dalam posisi terbalik.

Aku mendengar jeritan orang-orang. Tapi kepalaku terlalu pusing. Aku melihat darah mengalir dengan deras.

"Kirana" panggilku lirih. Lalu semuanya menjadi gelap.