Kirana Pov.
Setelah kejadian dengan Raka tempo hari aku tidak pernah lagi melihat dia. dia tidak pernah datang menemuiku saat jam makan siang, menelponku sekedar menanyakan apakah aku ingin dijemput atau tidak, bahkan dia tidak meneleponku sama sekali. Aku sempat menanyakan kabar Raka ke Beni. Tapi, Beni justru Bali bertanya padaku 'ada apa dengan kalian?'.
Dan hanya dengan pertanyaan yang mudah itu, lagi-lagi tangis ku pecah.
Padahal, sebenarnya aku biasa saja awalnya tapi jika kita sedang sedih dan sudah sekuat mungkin menahan tangis, hanya dengan kalimat 'ada apa' saja sudah membuat semuanya terasa lebih menyakitkan bukan?. Akhirnya aku janjian dengan Beni untuk bertemu.
Dan sekarang di sinilah aku. Masih di tempat yang sama ketika Beni pertama kali menceritakan tentang apa yang terjadi pada Raka, bahkan masih di meja yang sama. Sepertinya setiap kali ke cafe ini, selalu ada saja masalah dengan Raka.
Beni masih diam di hadapanku. Kening nya berkerut, ia sedang berpikir keras seperti nya. Sementara aku masih sibuk menyeka air mataku, jika sudah membahas Raka entah kenapa aku jadi begitu lemah.
"Jadi itu yang yang terjadi" Beni akhirnya mulai membuka suara setelah 15 menit lamanya kami dalam diam.
Beni justru balik bertanya padaku. "Hei Kirana, apa mungkin kita memang terlalu berlebihan?" Aku mengangkat bahuku pelan.
Beni menyesap kopi pesanannya, lalu bersandar pada kursi sambil menghela nafas panjang "Baiklah, aku akan coba bicara ke Raka"
Aku langsung mengangkat kepalaku ''Benarkah?" Beni hanya mengangguk mendengar pertanyaan ku, aku langsung tersenyum senang. Dia memang yang terbaik.
:::
Aku terus bolak-balik sedari tadi, ini sudah 2 hari sejak terakhir kali aku bertemu dengan Beni menceritakan hal tentang Raka.
Akhirnya aku memutuskan mengambil handphone milik ku dan menelpon Beni. Tak berapa lama sambungan telepon mulai terhubung.
Aku langsung saja bertanya tanpa basa-basi "Halo Beni, apa kamu sudah bertanya pada Raka?"
"Belum, mungkin nanti malam. Aku masih ada urusan di kantor"
"Ah, aku mengganggumu ya?"
Seketika Beni langsung menjawab dengan cepat. "Ah tentu saja tidak"
Aku tersenyum mendengar nya. "Tidak apa-apa Beni, lanjutkan saja dulu kerja kamu nanti jika sudah tolong kabari aku ya."
"Baiklah Kirana" lalu telepon kami pun berakhir hanya dalam waktu kurang dari 5 menit.
Aku langsung duduk di kursi kantor ku, memijat pelipisku dengan lembut, sambil terus memikirkan semuanya. Kepalaku serasa mau pecah! Banyak sekali hal yang harus aku lakukan. Apalagi, aku masih harus menjemput Sofie, Karel dan Dev.
Akhirnya aku memutuskan untuk menjalani hari ini seperti biasa, tak perlu aku memikirkan hari esok. Biarlah itu jadi urusan esok hari.
~
Aku membuka pintu rumahku pelan "Bu, aku pulang"
Ibu langsung menyambut ku dengan senyum, lagi-lagi ia pasti menunggu ku.
"Kamu pasti lelah ya, langsung istirahat saja ya sayang" aku mengangguk mendengar ucapan ibu, namun saat baru 3 anak tangga aku lewati aku baru teringat sesuatu.
"Oh iya bu, besok aku akan ke bandara. Teman-teman ku dari Leiden akan datang kesini. Boleh kan Bu?" Tanyaku.
Ibu mengangguk pasti "siapa?"
"Sofie, Karel, dan Dev. Tapi mungkin sofie akan menginap disini"
"Baiklah kalau begitu"
"Terimakasih bu" aku langsung naik ke lantai 2. Setelah selesai rapih-rapih dan siap tidur, aku langsung teringat Raka. Aku lalu mengambil handphone milikku dan menelpon Beni. Hanya saja panggilan ku tidak dijawab, padahal jelas-jelas berdering. Apa Beni sibuk? Tak ambil pusing aku langsung merebahkan badanku. Mungkin aku bisa bertanya besok
:::
Aku memutar badanku di depan cermin, hari ini aku akan pergi menjemput Sofie, Karel dan Dev di bandara. Kebetulan hari ini adalah hari liburku tapi, sebelum menjemput mereka aku memutuskan untuk mampir ke toko kue untuk mengambil pesanan ku.
"Bu, Na berangkat ya" aku mengambil tas milikku.
Kemudian aku mendengar ibu berteriak dari arah dapur "IYA NA, HATI-HATI YA" sepertinya beliau sedang sibuk masak untuk nanti.
"Iya bu" aku langsung keluar rumah, menutup pagar, dan menaiki taksi pesananku yang sudah menunggu 10 menit yang lalu.
Setelah 15 menit berlalu, aku sampai di salah satu toko kue langganan ku.
"Tunggu sebentar ya pak" aku langsung keluar dari taxiku dan masuk ke dalam toko itu.
"Permisi mbak, Saya mau ambil pesanan atas nama Kirana ya" kasir itu mengangguk, lalu mengetikkan sesuatu di komputer miliknya.
"Baik mba, Atas nama Kirana ya" aku hanya mengangguk mendengar nya.
"Atas nama Kirana pesanannya, 20 macaron, 3 cheese cake, 2 tiramisu, satu kotak brownis, dan satu kotak Madeleines ya? Totalnya jadi 385 Ribu aja mba" iya menyerahkan seplastik besar yang berisi kue pesananku.
Aku lalu menyerahkan 4 lembar uang seratus ribu.
"Ini kembaliannya mba, terimakasih ya"
"Iya sama-sama" aku lalu meninggalkan toko itu
Tapi baru saja akan keluar, tiba-tiba aku bertemu dengan Beni. Ah, kebetulan sekali aku bisa sekalian menanyakan kabar tentang Raka.
Aku langsung menyapa Beni "Hai Beni"
"Ah hai Kirana" Beni membalas sapaan ku pelan, Sepertinya ada yang aneh dengan nya.
"Apa kamu tidak bekerja?" Tanyaku.
"Aku berkerja, tapi aku mampir kesini dulu untuk membeli kue untuk salah satu rekan kerjaku yang ulang tahun" aku hanya mengangguk mendengar perkataan nya.
Aku menunduk kan kepala, ragu untuk bertanya ke Beni. "Hmmm...Beni, jadi bagaimana dengan Raka?"
Beni menghembus nafasnya, lalu menaikkan ke dua bahunya. "Entahlah, mungkin sudah saatnya kamu melupakan dia"
Aku terkejut mendengar perkataan Beni "apa maksud nya?"
"Aku tidak tau, Tapi kamu pantas mendapatkan Laki-laki yang lebih baik dari Raka." Aku terdiam mendengar perkataan Beni.
"Baiklah aku permisi" Beni langsung pergi meninggalkan ku begitu saja.
'ha? Apa yang sebenarnya terjadi?'