Kirana Pov.
Seminggu berlalu sejak kedatangan Dev, Karel, dan Sofie. Kami jadi sering bermain bersama. Biasanya, setelah aku pulang bekerja mereka bertiga sudah akan ada di parkiran. Menunggu dengan sejuta senyuman, membuat beberapa karyawan bertanya-tanya tengang sosok mereka. Bahkan Eva sempat Bertanya padaku 'siapa mereka?' dan aku menjawab apa adanya saja.
:::
"Tenang ibu, sebisa mungkin operasi nya akan kita lanjutkan." Aku tersenyum ke arah wanita paruh baya yang duduk di hadapan ku. guratan-guratan halus dari keriput pada wajahnya akibat dimakan usia, namun wajahnya tetap terlihat begitu menawan. Ia adalah wanita yang terbilang kaya raya, perusahaan nya dimana-mana. Namun sayang kondisi anaknya jauh dari kata sehat. Ada bagian yang rusak dalam otaknya. Berkali-kali ia memohon padaku untuk melakukan apapun. Ia bilang Biaya bukanlah hal yang perlu di khawatirkan. Jadi begitu kalimat ku selesai ia langsung mengangkat kepala nya, kedua matanya menatapku dengan tatapan nanar.
"Benarkah dokter?" Ia menatapku tak percaya. Dan aku hanya mengangguk sambil tersenyum lebar.
"Kami tim dokter akan berusaha semaksimal mungkin untuk membantu proses penyembuhan anak ibu. Semoga saja dari operasi ini bagian syaraf yang rusak bisa segera sembuh jadi resiko kecacatan pada otaknya bisa berkurang ya bu"
Wanita itu tersenyum lebar, berkali-kali ia mengucapkan terimakasih padaku. Lantas pergi meninggalkan ruangan ku. Setelah ia pergi, aku langsung merapihkan meja kerja ku. Kebetulan ia adalah pasien terakhir ku hari ini. Aku melirik pergelangan tanganku, pukul 18.45. Masih belum terlalu malam, pikirku. Tapi Melihat wanita paruh baya tadi sempat membuat ku berfikir, bahkan terkadang menjadi kaya tidak menjamin kebahagiaan seseorang, lebih baik menikmati nya saja.
Namun setelahnya aku justru teringat oleh Raka. Sudah seminggu ini kami tidak bertemu. Bahkan kini ia tidak datang ke kantorku untuk pemeriksaan rutin, aku ingin sekali pergi ke rumahnya tapi rasa takut selalu berhasil membuatku mengurungkan niatku. Mungkin kini bisa saja ia kembali lupa padaku kan? Entahlah.
"Eva, aku pulang duluan ya" Ucapku pada Eva yang juga sibuk dengan salah seorang keluarga pasien.
"Iya hati-hati" Aku mengiyakan ucapan nya.
Baru saja aku keluar dari pintu depan rumah sakit, aku sudah disambut oleh Dev, Sofie, dan juga Karel. Mereka tersenyum lebar menyambut ku.
"Halo Kirana" Ucap Dev.
Aku langsung tercengang melihat mereka bertiga.
"you waiting for me?'' Mereka mengangguk serentak. Aku menghela nafas sejenak.
" Baiklah kita mau pergi kemana?" Tanya ku.
"Apa kamu lelah Kirana? " Tanya Sofie cemas.
Aku langsung mengibaskan tanganku. "Ah tidak, hanya saja aku belum makan" Ucapku. Sebenarnya 50% dari perkataan ku itu bohong. Aku memang lapar, tapi pikiranku masih penuh dengan Raka.
"Baiklah bagaimana jika kita makan dulu?'' usul Karel yang langsung disetujui oleh yang lainnya.
Kami berempat lalu mau pergi ke salah satu restoran yang di dekat Rumah sakit tempatku bekerja. Dengan mobil yang disewa oleh Dev, kami memecah keheningan dari jalan kota Bogor.
"Kita mau makan apa?" Tanya Sofie.
Yang lain hanya terdiam jam sambil berpikir.
"Di luar agak mendung juga sedikit dingin Bagaimana jika kita mencari makanan hangat?" Usul ku. Mereka semua langsung menyetujuinya. Lalu kami berbincang-bincang berbagai hal, sesekali aku melirik ke arah spion yang mengarah ke belakang melihat betapa mesranya Sofie dan Karel. Aku lalu menatap Dev yang sedang menyetir disampingku, sadar sedang diperhatikan Dev tiba-tiba menoleh ke arahku.
"Ada apa?" Tanyanya sambil tersenyum menggelengkan kepalaku cepat.
"tidak apa-apa" jawabku singkat.
Lagi-lagi aku berpikir, apa kah aku bodoh telah menyia-nyiakan Dev begitu mencintaiku dan lebih memilih Raka yang selalu menyakitiku? Apa benar ucapan Beni jika saat ini adalah saat yang terbaik untuk melupakannya?.
Tapi aku tidak mau melakukan hal itu. Bagaimanapun juga Raka adalah orang yang aku cintai, dan aku akan berjuang sekuat tenaga. Dia bersikap seperti ini karena ia belum mendapatkan memori masa lalunya, jadi yang ia tau Aku adalah orang baru dalam hidupnya. Mungkin juga dulu Raka berpaling dan lebih memilih Karin yang punya saat itu memang itu pilihan yang terbaik. Aku berusaha berpikir positif. Aku mencintainya dan itu mutlak.
Selama 15 menit berlalu mobil yang kami tumpangi sudah terpikir rapi di lahan parkiran sebuah restoran makan. Kebetulan letak restoran itu berdekatan Dengan Shelter yang dulu sering aku kunjungi bersama Raka. Aku menatap kearah Shelter itu dengan tatapan yang kosong, Dev lalu menepuk pundakku.
"Ada apa? Ayo duduk" ucapnya.
Setelah kami berempat memesan makanan sambil menunggu Sofie dan Karel izin pergi ke toko buku yang letaknya tak jauh dari restoran tempat kami makan.
"Kita pergi sebentar ya" Sofi segera beranjak dari duduknya diikuti oleh Karel.
"Kemana?" Tanyaku.
Sofie menjawab singkat "toko buku" aku hanya mengangguk saja.
Beberapa menit telah terlewati, namun Sofie belum juga kembali. Meskipun Dev menemaniku disini aku merasa ada sesuatu yang aneh terjadi. Firasatku mengatakan ada yang buruk tapi aku tidak tahu apa itu.
"Ah Dev maaf, Sepertinya ponselku tertinggal di mobil. Aku akan mengambil sebentar" aku beranjak dari dudukku.
"Mau ku temani?" Tanya Dev, sambil memberikan kunci mobilnya padaku. Aku menggeleng lalu segera pergi.
Setelah membuka pintu mobil dan mencari ponsel milikku. Entah kemana benda itu hilang, sulit sekali untuk menemukannya. Tapi tak lama aku sudah memegang ponsel itu, ternyata terselip di kursi mobil sehingga sedikit sulit untuk melihatnya.
Aku lalu kembali ke dalam. Melihat Dev yang sedang sibuk melamun sebersit ide jail muncul dipikiran ku. Aku mengendap-endap di belakangnya.
Satu....
Dua....
Tiga...
"BAAA!!" aku berteriak sambil memegang Dev. Badannya langsung terlonjak kaget sementara aku langsung duduk sambil tertawa puas.
"Kamu jail banget sih" ia mengelus dadanya.
Aku masih saja tertawa. "Sofie belum kembali?" Tanyaku. Dan Dev hanya diam saja.
"Apakah kamu marah?" Tanyaku, dan lagi-lagi ia hanya diam saja.
"Uuuuuu kamu marah ya?" Aku mengulang pertanyaan ku sambil tapi dengan nada yang kubuat terdengar antara manja dan meledek. Akhirnya Dev ikut tertawa juga.
Aku berusaha sebisa mungkin menikmati saat-saat ini, Meskipun perasaan aneh terus saja membayangiku. Aku harap tidak akan ada hal buruk yang terjadi.