Hanya Mimpi

Malam itu sangat dingin, kakiku gemetaran. Angin malam membuat lengkap dukaku yang dalam. Ku palingan wajahku ke belakang mencari-cari apakah ada seseorang yang kukenal sedang mengejar ku. Namun setelah berapa lama menoleh, tak tampak seorang pun.

Ku langkahkan kakiku perlahan ke luar dari halaman rumah Andre. Aku berjalan seperti tanpa nyawa, kekuatan ku seakan sirna dalam sekejap sehingga terasa terlalu berat untuk melangkah.

Aku terjatuh dan hanya bisa menangisi apa yang telah ku lihat. Suara desahan Sia bahkan terus terdengar di telinga ku.

"Andre, jangan berhenti...ah...hah...umh..." Ujar Sia dengan bergairah.

Andre sedang menyentuh belahan dada Sia dan merobek bajunya sehingga Sia terlihat hampir tak mengenakan busana. Mereka saling memainkan bibir mereka, menikmati setiap sentuhan demi sentuhan. Bahkan Andre juga terlihat hampir tak berbusana. Mereka hendak melakukan klimaks dari hasrat mereka.

Sia meletakkan tangannya di tubuh pacarku dan mereka menikmati cumbuan itu...

"Ah...Andre...uhhh,,,"

"Sia,, aku mencintaimu" Kata Andre sambil memainkan tangannya menyentuh tubuh Sia.

Mereka menikmatinya,

hiks...hiks...hiks...

"Mereka menikmatinya..." hahahaha

Tanganku memukul dadaku dan apapun yang kulakukan tak bisa menghentikan rasa sakitku....

"Kenapa...kenapa" teriakku...

Titut....Titut...Titut....

"Tidakkk....." Aku tersadar dan bangun dari tidur ku. Ah, aku melihat sekeliling dan sedikit terkejut menyadari bahwa aku berada di atas ranjang tidurku. Titut....Titut...Titut... "Hah" kumatikan bunyi alarm pada jam wekerku. Lalu kudapati air mataku mengalir keluar dan membasahi wajahku dan serentak aku tersadar bahwa itu adalah mimpi, namun terasa begitu nyata.

Dengan cepat ku ambil handphone ku yang berada di atas meja kecil yang terletak di samping ranjang ku. Ku mengetik nomor telepon kuda putihku dengan cepat dan meneleponnya.

Tit...Tit...Tit... Ah, tersambung

"Selamat pagi sayang... Apa tidurmu nyenyak?" Tanya pria dari telepon itu.

Hatiku menjadi lega sejenak. Itu hanyalah mimpi.

"Hmt, iya. Apakah sekarang kamu sedang bersiap ke kantor?" Tanyaku kepada Andre

"Iya sepertinya aku akan terlambat. Sayang aku harus mengemudi, aku akan menelepon mu saat saya sampai di kantor yah!" kata Andre dengan lembut.

"Baiklah. berhati-hatilah mengemudi" Ujarku dan hendak mematikan teleponnya.

"Oh iya... sayang, mengenai konser Sia malam ini aku akan pergi bersamamu. Sampai ketemu jam 6 sore di apotekmu yah. I love you" Andre mengingatkan ku akan konser Sia malam ini dan menutup teleponnya saat dia mendengar kata "I more than love you"...

Aku tersentak dan melihat jam sudah menunjukkan pukul 10 pagi. Aku harus segera bersiap-siap untuk membuka apotekku. Tanpa pikir panjang aku berdiri dan berbenah.

Sepanjang hari aku menjadi gelisah mengingat mimpi yang terasa begitu nyata itu. Bahkan perasaan benci itu juga terasa begitu sangat nyata. Namun aku mengingatkan diriku bahwa itu hanya bunga tidur dan bukanlah hal yang nyata. Aku hanya terlalu takut akan kehilangan Andre, sehingga aku mondar-mandir tak karuan di apotek.

"Dia tidak akan masalah jika kami melakukan nya setelah nikah kan!" pikirku dalam hati. "Dia tak akan melakukannya dengan wanita lain kan..." Aku tak berhenti berpikir "kami akan segera menikah, tidak mungkin dia akan melakukan hal bodoh" Ujarku menguatkan diri...

"Permisi... Nona...Nona anda mendengar saya?"

Suara seorang wanita paruh baya memanggil ku samar-samar dan membangunkanku yang sedang sibuk dengan pemikiran-pemikiranku. Sontak aku sedikit terkejut melihat tatapan wanita itu yang kebingungan melihat tingkah ku. Ia tersenyum dan berkata: "Apakah saya mengejutkan anda?" tanyanya dengan lembut.

"Ah maafkan saya, ada yang bisa saya bantu Bu?" Ujarku mengalihkan topik

"Saya membutuhkan obat nyeri. Lutut saya sangat sakit. Apa anda bisa merekomendasikan sesuatu?" tanya sang wanita paru baya tersebut.

"Sebentar, saya akan ambilkan obatnya" Ujarku. Aku mengambil kan beberapa obat dan salep analgesik untuk di rekomendasikan.

"Seperti apa rasa nyeri yang ibu rasakan? tolong tingkatkan dari 1-10." Tanyaku

"Uhm, sepertinya berada di tingkat 5!" Kata sang wanita paru baya itu

"Baiklah, jika begitu ibu bisa minum obat analgesik ini 3*1. Jika nyerinya telah hilang, tolong hentikan untuk meminum obatnya yah. Dan jika ibu mau, ada salep analgesik ini yang akan membantu meredakan nyeri dari luar. Kombinasi ini akan langsung meringankan rasa nyeri yang ibu rasakan. Untuk penggunaan salepnya ibu tinggal oleskan sedikit krimnya pada bagian yang sakit secara merata yah" Aku mencoba menjelaskan.

"Baiklah, saya ambil ini dan salepnya" kata ibu itu sambil mengeluarkan uang penebusan obat.

"Baik ini obatnya ibu. Terimakasih" Ujarku sambil tersenyum ramah.

Hari ini aku tidak terlalu fokus. Banyak pelanggan yang hendak bertanya apakah aku sedang sakit. Mungkin aku tidak perlu terlalu memikirkan mimpiku.

kring...kring...

Ah suara handphone ku mengagetkan ku.

"Iya sayang, ada apa?" Ujarku menjawab panggilan telepon Andre.

"Apakah kamu sudah bersiap? Aku sebentar lagi sampai ke apotek mu!" Kata Andre

"Ah, apakah sudah waktunya?" tanyaku

"Jangan bilang kamu lupa dan belum bersiap-siap!" Ujar Andre.

Kulihat jam tanganku menunjukkan pukul 5 sore. "Ah, aku sungguh melupakannya" Ujarku dalam hati.

"Ah, iya... saya akan segera bersiap-siap" Segera kumatikan telepon genggam ku dan dengan cepat bersiap-siap menutup apotek dan segera membasuh diriku. Tidak lama kemudian, terdengar suara mobil Andre dan aku belum sempat mengganti pakaian ku.

Klik... terdengar suara pintu, mungkin Andre sudah masuk.

"Sayang tunggu sebentar yah, saya akan segera siap dalam 5 menit" teriakku dari lantai atas.

Brukk.... terdengar bunyi tubrukkan dari lantai dua.

"Ah..." Aku terpelisit dan jatuh karena menginjak lantai yang basah akibat aku mondar-mandir terburu-buru dan lupa mengeringkan badanku di kamar mandi.

Andre berlari menuju tempat letak suara. Terdengar suara langkah kakinya menaiki tangga dan semakin dekat ke arahku

"Ana, ada apa?... Kau baik-baik sa...ja?

Andre terkejut malu melihat pemandangan di depan matanya. Dia melihatku tanpa sehelai benang pun di tubuhku. Wajahnya memerah dan segera memalingkan tubuhnya dari padaku.

"Maafkan aku..." Ujarnya "Dimana letak handukmu? akan ku ambilkan" Sambungnya

Melihat Andre yang seperti itu, aku teringat akan mimpiku. Aku bangkit dan berjalan ke arahnya. Ku dekap dia dari belakang dan bertanya "Apakah kamu mau melakukannya sekarang?" Tanyaku dengan malu-malu.

Andre melepaskan genggaman tanganku dan berusaha mencari sesuatu untuk menutupi tubuh ku. Dia mengambil tirai di depan pintu dan membungkusku dengan tirai itu.

"Bersiap-siap lah... kita akan terlambat" kata Andre dan pergi meninggalkan ku begitu saja.

Melihat Andre tak tertarik dengan ajakkan ku, entah mengapa aku merasa sedih. Padahal kan seharusnya aku senang karena dia masih mau menjaga tubuhku ini tetap suci. Entah perasaan apa yang hendak ku rasakan. Semuanya bercampur aduk dan membuat ku resah dan bingung.

Disisi lain jantung Andre berdegup sangat kencang. Dia hampir tak bisa mengendalikan dirinya sendiri.

"Apa kau gila! Apa yang kau lakukan... bisa-bisanya kau masih membayangkan tubuh telanjangnya! Apa kamu sudah lupa janjimu..." ujar Andre dalam hati sambil memukul-mukul kepalanya saat hendak turun ke lantai satu menunggu Ana selesai berbenah.

Setelah selesai berbenah, aku turun dan menghampiri Andre. Kami berdua menjadi sangat canggung sesaat.

"Ehm,, kita berangkat sekarang?" tanya Andre memulai percakapan.

"Baiklah" balasku.

Diperjalanan aku hanya duduk diam tak berkomentar.

"Apa ada sesuatu yang mengganggumu?" Tanya Andre khawatir.

Entah apa jawaban yang harus kuberikan padanya. Apakah saya harus memberitahukan nya mengenai mimpiku dan kekhawatiran ku sepanjang hari ini ataukah bertanya mengapa ia menghindariku tadi...

"Ndre, apa kamu yakin bahwa kamu mencintaiku?" tiba-tiba aku bertanya pertanyaan konyol seakan meragukannya.

Andre tersenyum kepadaku dan mengelus rambut ku seperti yang ia lakukan biasanya saat aku mulai bertanya hal-hal aneh kepadanya. "Ada apa Ana? Apakah kamu bosan denganku sehingga meragukan ku? Bukankah ini tahun ke-8 kita bersama dan sebentar lagi kita akan menikah!" Jelas Andre

"Apakah kamu tidak ingin tidur denganku malam ini?" Tanyaku balik

"Baiklah, malam ini aku akan menginap di apartemen mu. Sebenarnya ada apa, apakah kau sakit?" Andre sedikit khawatir dan melihatku dengan tatapan lembut.

"Saya baik-baik saja. Tapi maksudku tadi bukan hanya sekedar tidur. Mari bercinta!" ucapku dengan tegas. Raut wajah ku menunjukkan keseriusan yang mendalam.

Tiba-tiba Andre kaget dan menghentikan mobilnya. Dia menatap ke depan dan langsung berpaling melihatku.

"Apakah kamu serius dengan ucapan mu barusan?" Tanya Andre tak percaya.

"Apakah kamu tak percaya!" Ujarku sedikit terganggu. "Bisakah kamu terus mengemudi? Kita akan terlambat jika kamu bingung begitu" sambungku.

Andre seakan tidak percaya kata-kata itu keluar dari mulutku. Ia memeriksa suhu tubuh ku dan menempelkan tangannya pada jidatku.

"Aneh, kamu tidak sedang demam" gumamnya

Aku memegang tangannya dan meletakkan nya kembali ke setir mobil. Lalu menatap nya dengan wajah yang serius.

"Saya tidak sedang sakit. Pikiranku cukup jernih untuk menawarkan hal itu. Bukankah kamu menginginkannya sejak beberapa tahun yang lalu! Sudahlah lupakan saja" Ujarku dengan ekspresi sedikit kesal dan marah.

Dia tertawa kecil dan sedikit merayuku dengan sentuhan tangannya yang hangat memegang tanganku.

"Jangan marah, hanya saja ini terlalu tiba-tiba. Tentu saja aku sangat menginginkan nya lebih dari yang kamu tau. Namun kamu terus mendorong ku untuk tidak melakukannya terhadap mu sebelum menikah. Kamu bahkan membuat ku berjanji tahun lalu saat aku melamarmu untuk tidak menyentuh keperawanan mu. Aku melakukan semua yang kau mau karena aku sangat mencintaimu dan tak mau kehilanganmu dalam hidup ini" Andre menjelaskan isi hatinya kepadaku.

Mendengar ucapan Andre aku tersadar bahwa aku terlalu khawatir akan mimpi itu. Jelas bahwa Andre sangat mencintaiku. Dia berkata dengan tulus saat ini. Aku menundukkan kepalaku dan merasa bersalah meragukannya.

"Bisakah kita berangkat sekarang?" Tanyaku dengan nada kecil

Andre tersenyum. Ia menghidupkan kembali mobilnya dan kami bergegas pergi ke konser Sia. Sesampainya di konser, Andre menggandeng tanganku dan menjagaku di tengah keramaian.

"Hei...di sini..." Teriak sosok gadis yang familiar bagi kami, Sia.

Kami bergegas menuju ke arahnya dan memberikan dia bunga.

"Selamat yah atas konser pertamamu" Ujarku pada sahabat karib ku itu sambil memeluknya.

"Terimakasih sudah datang, aku merasa sangat terhormat" Kata Sia. "Eh, perkenalkan ini teman-teman ku, Etward pianis dan Salsa gitaris"

Pria itu tersenyum pada ku dan memperkenalkan namanya dengan elegan "Hai, Etward..."

"Oh, iya. Saya Ana. Ini pacar saya Andre" Ujarku.

Andre dan Etward saling berjabatan tangan dan Salsa juga memperkenalkan dirinya kepada kami.

"Ehm, Sia aku akan bersiap di belakang panggung, 30 menit lagi kalian berdua juga harus ke sana" Ujar Salsa.

"Baiklah, kau duluan saja" jawab Sia

"Kalo begitu aku permisi dulu" Kata Salsa dengan sopan, lalu ia bersiap pergi.

"Silahkan nikmati pestanya yah... kami ke sana dulu" Sambil menujuk arah yang tertuju pada para tamu Sia, Sia meninggalkan kami dengan tersenyum. Aku dan Andre pun mencari tempat untuk duduk dengan menikmati segelas sampanye.

Etward tampak akrab dengan Sia. Mereka berjalan bersama sambil saling bercakap hangat. Ketika melihat Sia bisa dekat dengan seorang pria seperti Etward kekuatiran ku pun mulai menjadi sia-sia.

"Bukankah temanmu itu terlalu kaku Sia?" Ujar Etward bertanya memastikan.

"Apa maksudnya?" Sia balik bertanya...

"Dia terus berbicara dengan kita semua menggunakan bahasa formal, bahkan dengan pacarnya sekalipun. Tidakkah dia bisa bersikap lebih santai... Selalu berkata saya... saya..." Kata Etward sedikit meledek.

"Kamu jangan meledek temanku seperti itu" Muka sia mulai mengernyit dan terlihat menarik salah satu telinga Etward.

"Baiklah, ampun... maafkan gue kali ini..." Etward memelas dan memohon agar Sia melepaskan tangannya dari telinga Etward.

Sia melepaskan tangannya dari telinga Etward dan berjalan duluan di depan. Etward menyusul Sia dan merangkulnya dari belakang.

Aku terlalu khawatir akan mimpiku tadi pagi. Namun sekarang sepertinya aku terlalu berlebihan memikirkan nya. Kami menikmati konser Sia malam itu dan sejenak aku melupakan kekhawatiran ku, karena sepanjang konser Andre terus disampingku.

***